Pada 14 Februari 2024 nanti Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Presiden. Kami dengan tegas menolak agenda penguasa kolonial Indonesia di teritori West Papua. Pertama karena Indonesia adalah penguasa penjajah dan rakyat West Papua sebagai bangsa terjajah belum menentukan nasib politik atau belum mendapat status politiknya di bawah hukum internasional.
Kami menegaskan bahwa West Papua adalah wilayah tak berpemerintahan (non-self government territory) yang belum menentukan nasibnya sendiri. Oleh sebab itu, Pemilu dalam kerangka kolonialisme bukanlah bentuk hak menentukan nasib politik bangsa Papua, melainkan suatu bentuk politik pendudukan paksa (power repression). Pemilu ini TIDAK mencerminkan kehendak dan aspirasi rakyat Papua yang sebenarnya, melainkan merupakan alat manipulasi yang hegemonik untuk mempertahankan kontrol kolonial atas tanah air West Papua.
Kedua, karena Pemilu dalam kolonialisme tidak mencerminkan demokrasi sepenuhnya bagi rakyat West Papua. Pemilu nanti bukanlah ruang demokratis yang sejati. Sebab prakteknya bertentangan dengan prinsip kebebasan, kesetaraan dan keadilan. Dalam 60 tahun terjajah, Pemilu hanyalah suatu simbolis untuk memberikan kesan legitimasi kolonial di West Papua, sebab faktanya semua keputusan ekonomi politik tentang West Papua diambil alih penguasa Penjajah.
Buktinya, kita sedang menyaksikan secara terbuka represi kebijakan Otsus, Pemekaran, operasi militer, dan eksploitasi SDA tiada henti di West Papua. Semua dipaksakan Jakarta dengan menutup ruang-ruang demokrasi rakyat West Papua melalui senjata dan penjara. Sementara demi kekuasan politik ekonomi kolonial West Papua hanya dijadikan objek eksploitasi bagi pencitraan elit politik kolonial. Sementara rakyat West Papua digiring dalam budaya demokrasi yang penuh dengan manipulasi, korup, dan pecah belah dan permusuhan sesama rakyat terjajah.
Ketiga, Pemilu ini merupakan ajang kemenangan bangsa penjajah Indonesia menaklukkan bangsa Papua baik secara ekonomi maupun politik. Karena faktanya bangsa Papua yang tersisa 2,9 juta akan kehilangan representasi politik akibat konsolidasi warga penjajah (Non-Papua) yang telah bersatu bersama penguasa kolonial untuk mengambil alih West Papua melalui Pemilu kali ini. Ini dibuktikan dari dominasi bakal calon non-Papua di hampir semua kota di tanah Papua. Artinya, paket politik Otsus yang katanya untuk proteksi, keberpihakan, dan perlindungan hanyalah kabualan Jakarta. Yang nyata di depan mata kita adalah, politik ambil alih kekuasaan di Papua untuk lebih memantapkan ekspansi modal, militer dan pendatang (non Papua) di Tanah Papua.
Selanjutnya, segelintir elit politik Papua yang terpilih di kursi-kursi Legislatif tentu akan tunduk di bawah kebijakan-kebijakan partai-partai politik kolonial yang pro pada kolonialisme dan Kapitalisme di West Papua. Bahwa 3 Capres saat ini dan semua partai yang mengelilinginya merupakan pendukung penguasa yang mendukung semua produk hukum yang anti demokrasi dan anti rakyat seperti Perppu Cipta Kerja, RKUHP, UU ITE, dsb. Artinya, orang Papua hanya akan tunduk tertindas sambil mengemis secuil harga diri dan kehormatan dalam kekuasaan kolonial, karena sudah tentu segalanya ditentukan Jakarta. Jika hendak melawan maka nasibnya akan sama dengan deretan alm. Lukas Enembe dan semua elit Papua yang dipaksa mati.
Tentu rakyat bangsa Papua bukan bangsa kecil dan pengemis. Kami punya harga diri sebagai bangsa. Sebagai bangsa yang cerdas dan kritis tentu kita tidak perlu memberi legitimasi pada rezim penjajah. Sebagai rakyat pejuang dan pejuang rakyat, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menegakkan keadilan dan kebenaran sebagai pondasi menuju pembebasan nasional. Oleh karenanya, kami memiliki sikap tegas:
1) Menolak partisipasi politik bangsa terjajah Papua dalam Pemilu kolonial selama kekuasaan ilegal kolonial Indonesia masih bercokol diatas tanah air West Papua.
2) Menuntut Pemerintah Indonesia untuk segera memenuhi hak demokratik rakyat West Papua yang telah dicuri sejak Pepera 1969, yakni dengan menggelar referendum yang damai dan demokratis di bawah pengawasan Internasional.
3) Menghimbau rakyat West Papua agar tetap tenang dan optimis memperjuangkan kemandirian ekonomi politik diluar politik kolonialisme Indonesia dan mendukung perjuangan demokratik bangsa Papua yaitu hak penentuan nasib sendiri melalui referendum.
4) Menghimbau rakyat West Papua untuk menghindari politik pecah bela dan operasi cipta kondisi kekacauan antar keluarga, suku, kelompok dan golongan dari penjajah.
5) Mendukung perjuangan demokratik rakyat tertindas terutama kelas buruh, pekerja, petani, kaum miskin kota, kaum termarginal, Mahasiswa, dsb. untuk mengkonsolidasikan politik alternatifnya untuk merebut demokrasi sepenuh-penuhnya dari tangan rezim kapitalis dan militeristik.
6) Melarang dengan tegas Pengurus dan Anggota KNPB untuk berpartisipasi memilih dan dipilih dalam Pemilu kolonial Indonesia.
Demikian sikap ini kami keluarkan untuk mempertegas sikap dan perjuangan bangsa Papua di dalam Pemilu Kolonial Indonesia pada tanggal 14 Februari 2024.
Port Numbay, 26 Januari 2024
Warius Wetipo
Ketua 1 KNPB
+6281290905635
Tidak ada komentar:
Posting Komentar