Anigou
News --- Persoalan sosial akibat minuman keras (miras) beralkohol kian lancar
di Timika dan sekitarnya. Berbagai upaya, kampanye, sosialisasi, tuntutan dan
beragam himbauan dilakukan sejumlah lembaga sosial termasuk Gereja Katolik
Keuskupan Timika.
Ternyata,
berbagai upaya dan bentuk surat gembala maupun seruhan khotbah serta kampanye
mediasi larangan Miras tersebut terasa sia-sia, malah produksi dan peredaran
Miras kian meningkat. Pengedar tak henti-hentinya melakukan bisnis Miras di
Kota Timika hingga tingkat kampung-kampung di pesisir maupun pedalaman gunung
Papua.
Perjuangan
dan aspirasi menentang kehadiran Miras oleh siapapun di tengah kehidupan
masyarakat seolah-olah tak ada artinya. Makanya warga Mimika menuding,
produsen dan pengedar bekerja sama untuk menuai pendapatan rupiah, lain kata
sebagai lahan bisnis mengiurkan untuk pelaku bisnis ekonomi di Kota berjulukan
Dollar itu.
Fakta
tersebut diungkap Uskup Keuskupan Timika, Mgr John Philips Saklil, Pr, bahwa
Miras merupakan sumber pendapatan segelintir pebisnis dan pelaku ekonomi.
“Persoalan
Miras tidak hanya menyebabkan masalah sosial, tapi juga berubah menjadi obyek
pendapatan,” ungkapnya, Kamis (16/4).
Lanjutnya,
akibat Miras sebagai obyek pendapatan, pihaknya menilai masih sulit
menghentikan sejumlah efek sosial dan gangguan lain.
“Ada tiga
persoalan, yang memproduksi, yang mengedarkan dan yang menggunakan Miras.
Selama ini orang hanya bicara soal yang menggunakan saja, sementara produsen
dan pengedar Miras tidak dibicarakan oleh pihak terkait,” jelas kepada para
Pers di Timika.
Sulitnya
memberantas Miras di Kota Timika, kata Uskup Timika, disebabkan karena pihak
penguasa berpihak kepada keuntungan pendapatan para pebisnis ekonomi akibat
Miras beralkohol.
“Soalnya,
produsen dan pengedar adalah instansi negara, yang ikut makan dari situ,”
sebutnya. Entah Polisi atau aparat keamaman, aparat pemerintah yang mengawasi
peredaran dan produksi Miras, dapat pendapatan dari produksi maupun peredaran
Miras. Sebabnya, Miras sulit diberantas dari kehidupan manusia.
“Sampai
hari ini, minuman keras itu menjadi proyek elit-elit negara, sebenarnya
intansi-intansi terkait juga berfungsi mengawasi masyarakat. Tapi mereka ikut
makan dari situ. Itu sebabnya, peran pemerintah, aparat sipil maupun siapapun
yang bertugas mengawasi masyarakat, malah ikut makan dari hasil pendapatan
Miras,” tekannya.
Gereja
Katolik Keuskupan Timika menilai peran pemerintah dan elit negara telah
berubah. Tak hanya umat beragama dari manapun, tapi juga umat Gereja Katolik
gampang beragama tapi sulit mengendalikan diri dalam perputaran bisnis buruk
itu.
Atas
situasi tersebut, Uskup Timika juga menilai oknum pemerintah dan swasta telah
mamainkan peran kepentingan umum menjadi peran kepentingan pribadi.
“Bisnis
Miras sudah jadi obyek proyek. Di tempat lain peran merupakan pengeluaran, tapi
di Timika, peran itu berubah menjadi pendapatan,” katanya, sehingga sulit
memberantas peredaran dan produksi Miras dari kehidupan berwarga negara dan
umat beragama. (PA/willem bobi)
0 komentar:
Posting Komentar