Pastor Neles Tebay , Ketua STFT Fajar Timur dan Koordinator Jaringan Damai Papua (doc.sbp) |
Oleh :Pastor, Neles Tebay
Komite
Nasional Papua Barat (KNPB) dapat dipandang sebagai satu-satunya organisasi
yang menarik perhatian banyak orang, termasuk pihak POLRI dan TNI di Tanah
Papua. KNPB bukan organisasi resmi dalam Republik Indonesia karena tidak
terdaftar pada Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). KNPB
dikategorikan sebagai organisasi terlarang. KNPB dipandang sebagai organisasi
bawah tanah yang menggerakkan OPM. Keberadaan KNPB telah
menjadi beban bagi aparat keamanan, khususnya kepolisian karena
terkadang bertindak anarkhis. Oleh sebab itu, Kapolda Papua, Irjen Pol. Yotje
Mende, mengusulkan agar KNPB dibubarkan. Kapolda Yotje
bahkan akan meminta dukungan kepada pemerintah pusat dan
DPR RI agar KNPB ini tidak diakui oleh pemerintah dan dibubarkan (Cepos,
Selasa, 24 Maret 2015).
Usulan
pembubaran KNPB ini didukung oleh Pangdam
XVII/Cenderawasih, Mayjen Fransen Siahaan (Cepos, 26 Maret 2015) karena,
menurutnya, organisasi ini bukan organisasi resmi menurut undang-Undang yang
berlaku di NKRI. KNPB tidak memiliki legalitas di dalam NKRI.
Tulisan
ini dimasudkan bukan untuk menyatakan pro atau kontra terhadap wacana
pembubaran KNPB, melainkan ingin mengajak semua pihak membaca kehadiran KNPB
sebagai sebuah fenomena di Tanah Papua.
Ketidakkonsistenan
implementasi Otsus
Fenomena
KNPB akan dianalisa dari empat aspek yakni konteks kelahiran KNPB, agendanya,
keanggotaannya, dan dukungan masyarakat terhadapnya.
Pertama
tentang konteks kelahiran KNPB. Upaya untuk memahami secara lebih baik tentang
kehadiran fenomena KNPB perlu dimulai dengan menganalisa konteks kelahirannya.
KNPB sebagai organisasi tidak pernah hadir di bumi cenderawasih sebelum
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk
Provinsi Papua.
Banyak
pihak memandang bahwa berbagai masalah Papua sudah diakomodir dalam UU Otsus.
Dengan demikian, implementasi UU Otsus diharapkan dapat menjawab
masalah-masalah yang menyebabkan munculnya tuntuntan Papua Merdeka.
Pemberlakuan UU Otsus membangkitkan sejumlah harapan sebagai berikut: Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) yang bergerilya di hutan diharapkan
bubar dengan sendirinya karena mereka semua kembali ke pangkuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan membangun kampungnya; tidak ada lagi orang Papua
melakukan kampanye Papua Merdeka di luar negeri karena orang asli Papua
dilindungi, diberdayakan, dan dijamin keberlangsungan hidupnya kini dan masa
depan dalam NKRI melalui UU Otsus; tidak ada lagi orang Papua yang menjadi
pengungsi di Papua New Guinea karena semuanya sudah kembali ke Tanah Papua; dan
tidak ada lagi kelompok perlawanan seperti KNPB yang muncul, karena semua orang
Papua menyambut Otsus Papua dengan gembira.
Harapan-harapan
di atas ini belum seluruhnya menjadi kenyataan. KNPB justru muncul setelah
Papua memasuki era Otsus Papua. Munculnya KNPB merupakan sebuah fenomena yang
menunjuk pada sejumlah hal mendasar. Kehadiran KNPB merupakan indikator yang
memperlihatkan bahwa UU Otsus Papua tidak dilaksanakan secara konsisten ,
effektif, dan menyeluruh. Kelahiran KNPB merupakan buah dari ketidakkonsistenan
dalam implementasi UU Otsus Papua.
Rakyat
menyaksikan tentang bagaimana UU Otsus dilanggar tanpa merasa bersalah.
Akibatnya adalah masalah-masalah mendasar belum teratasi dan kebutuhan
pokok orang Asli Papua belum terpenuhi. Maka, dapat dipastikan bahwa selama
masalah dan kebutuhan mendasar orang Asli Papua belum terjawab melalui
implementasi UU Otsus Papua, selama itu pula KNPB tetap akan hadir di Tanah
Papua. Kelompok baru akan muncul, apabila KNPB dibubarkan. Oleh sebab itu,
salah satu cara unjtuk membubarkan KNPB, menurut saya, adalah dengan
melaksanakan UU Otsus Papua secara konsisten dan menyeluruh.
Kedua,
analisa agenda. Menjawab ketidakpastian bagi orang Asli Papua yang diciptakan
oleh ketidakkonsistenan dalam implementasi UU Otsus, KNPB menawarkan pada
rakyat suatu solusi yakni referendum. Bagi KNPB, UU Otsus tidak akan
diimplementasikan secara efektif dan konsisten. Oleh sebab itu, KNPB bukannya
menyuarakan tentang pentingnya evaluasi implementasi UU Otsus melainkan mengusung
agenda hak penentuan nasib sendiri (the right to self-determination) atau
referendum.
Sekalipun
anggota KNPB mengalami tindakan represif dari aparat kepolisian, mereka tidak
pernah gentar. Mereka tidak mundur selangkah pun. Tidak ada kata “menyerah”
dalam otak anggota KNPB. Mereka menyerahkan dirinya secara ikhlas dan total
dalam memperjuangkan agenda referendum. Mereka pun siap mati demi
memperjuangkan referendum.
Patut
dicatat bahwa KNPB tidak melahirkan agenda referendum karena hal ini sudah
merupakan agenda perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM). KNPB berperan
sebagai corong yang menyuarakan referendum di seluruh Tanah
Papua. Apabila KNPB berhasil dibubarkan, maka selama OPM masih aktif
agenda referendum ini tetap akan disuarakan oleh kelompok lain.
Ketiga,
keanggotaan KNPB. Sangat menarik untuk menyimak tentang keanggotaan KNPB.
Hampir semua anggota KNPB adalah orang muda kelahiran tahun 1980-an dan
1990-an. Mereka ini tidak pernah mengalami pendidikan Belanda. Tidak seperti
orangnya, mereka tidak mempunyai pengalaman langsung dengan peristiwa Penentuan
Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969. Sekalipun demikian, mereka ini cukup
radikal dalam memperjuangkan agenda Referendum.
Nasionalisme
Indonesia belum tertanam
Sangat
ironis bahwa setelah 52 tahun Papua berintegrasi ke dalam Republik Indonesia,
anak muda Papua berumur 20an dan 30an masih mengusung agenda referendum.
Mungkin secara jujur kita mesti mengakui bahwa pemerintah baik pemerintahan
sipil, maupun TNI dan POLRI yang dengan biaya negara bertugas di Tanah Papua
sejak 1963 hingga kini, belum berhasil menanamkan nasionalisme Indonesia dalam
hati para anak muda ini. Ratusan trilyunan rupiah dikucurkan ke Papua sejak
tahun 1969 tetapi tidak banyak orang Papua yang bergembira menyanyikan Lagu
Indonesia Raya. Pemerintah juga menggalakkan pembangunan berbagai bidang selama
ini tetapi belum berhasil membangkitkan dalam diri anak muda rasa
kebanggaannya sebagai orang Indonesia.
Keempat,
dukungan rakyat. Sekalipun dipandang sebagai organisasi yang membuat onar di
Tanah Papua, tidak sedikit rakyat Papua yang menyambut kehadiran KNPB. Tampak
bahwa KNPB mendapatkan dukungan luas dari masyarakat di Provinsi Papua dan
Papua Barat, terutama dari kalangan muda, sekalipun KNPB tidak terdaftar pada kantor
Kesbangpol.
Rupanya,
KNPB berhasil mendaratkan agenda referendum di tengah masyarakat dengan
memperlihatkan sejumlah kegagalan dalam implementasi UU Otsus Papua. Kegagalan
UU Otsus turut memengaruhi banyak orang muda Papua mendukung KNPB dan agenda referendumnya.
Fenomena
KNPB menunjuk pada tiga masalah mendasar yakni ketidakkonsistenan dalam
mengimplementasi UU Otsus, adanya konflik vertikal antara Pemerintah Indonesia
dan OPM, dan ketidakpastian tentang keberadaan dan masa depan dari Orang Asli
Papua dalam NKRI. Pemerintah perlu memikirkan bagaimana caranya untuk mengatasi
tiga masalah mendasar di atas secara komprehensif, damai, dan tanpa pertumpahan
darah karena KNPB akan bubar dengan sendirinya apabila tiga masalah utama ini
diatasi secara menyeluruh…(cepos 9/4/15)
Penulis
adalah Dosen STFT Fajar Timur dan Koordinator Jaringan Damai Papua
Suara
Baptis Papua@ Production 2015
0 komentar:
Posting Komentar