Anggota Komisi VIII DPRI, Saleh Daulay (Foto: Ist) |
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com --- Ketua Komisi VIII Dewan
Perwakilan Republik Indonesia (DPR RI), Saleh Daulay, menilai penolakan
kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri perayaan Natal di Papua
oleh para pimpinan Gereja karena sedang berduka atas insiden penembakan di
Paniai cukup beralasan.
Dilansir dari jpnn.com,
Daulay juga mengatakan, dibalik sikap penolakan itu, ada tuntutan agar
kasus-kasus kekerasan dengan korban warga Papua segera dituntaskan, salah
satunya yang terbaru di Paniai karena diduga melibatkan aparat.
"Mereka meminta agar pesan damai ditunjukkan dengan
sikap Presiden Jokowi yang mau memberikan perhatian agar kedamaian dan
ketenangan bisa terwujud di Papua. Tuntutan itu saya kira sangat serius,"
kata Saleh, Sabtu (13/12/2014).
Karena itu, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini
menyarankan Presiden perlu mengambil sikap guna mengungkap kasus kekerasan yang
mereka tuntut dengan membentuk tim investigasi independen.
Dengan begitu, masyarakat Papua melihat ada keinginan
serius untuk mengungkap dalang dan motif di balik kekerasan yang terjadi.
"Kalau mau tetap datang ke Papua, Presiden Jokowi
diharapkan membawa pesan damai berupa terbentuknya tim investigasi tadi. Selain
itu, presiden Jokowi juga perlu berjanji untuk memberikan hukuman bagi siapa
saja yang terbukti bersalah,” katanya. (Baca: Aparat
TNI/Polri Tembak Mati Empat Warga Sipil di Kabupaten Paniai)
Sebelumnya, sejumlah pimpinan gereja menolak kedatangan
Presiden Jokowi, saat memberikan keterangan pers di P3W, Padang Bulan,
Jayapura, Papua, Kamis (11/12/2014).
“Jokowi sama saja dengan presiden-presiden terdahulu,
datang satu hari natal, tapi kekerasan jalan terus, yang kami minta Jokowi buat
kebijakan yang benar-benar menyentuh hati orang Papua,” kata Benny Giay, ketua
Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) Papua. (Baca: Lagi,
Satu Warga Paniai Tewas Ditembak TNI/Polri; Korban Jadi Lima Orang)
Menurut pendeta senior di lingkungan Gereja Kristen Injili
(GKI) Papua, Pdt. Selvi Titihalawa, bahwa alasan gereja menolak kedatangan
Presiden Jokowi karena Negara belum mengambil tindakan untuk mempertanggungjawabkan
perbuatan aparat keamanan yang melakukan pembantaian terhadap enam warga sipil
di Paniai. (Baca: Kado
Natal Jokowi-JK untuk Papua, 5 Warga Paniai Tewas Ditembak TNI/Polri).
“Semula kami tidak menolak kedatangan Presiden Jokowi, dan
kami yakin dia akan melakukan banyak hal untuk Papua, tapi melihat situasi
Paniai yang mencekam karena enam warga sipil dibantai, kami kira Jokowi tidak
perlu datang merayakan natal di Papua,” tegasnya. (Baca:Mahasiswa
Tolak Kedatangan Presiden Jokowi Ke Papua).
Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP),
Pdt. Socratez Sofyan Yoman menambahkan, menciptakan konflik di tanah Papua,
termasuk peristiwa pembantaian di Paniai adalah strategi aparat keamanan untuk
menciptakan konflik menjelang kedatangan Jokowi. (Baca: Gempar-R
Akan Gelar Aksi 16 Desember Tolak Kedatangan Jokowi).
“Ini biasa, kalau ada pejabat Negara mau datang, harus ada
konflik, agar aparat keamanan ditambah, kemudian dana keamanan bisa mengalir ke
aparat keamanan. Kami menyesalkan pendekatan keamanan yang terus digunakan
pemerintah,” tegas Yoman. (Baca: Mama-mama
Papua: "Kami Lahirkan Anak-anak Bukan untuk Dibantai TNI/Polri")
Lanjut Yoman, peristiwa di Paniai jelas-jelas dilakukan
oleh aparat Negara, karena itu diharapkan tidak terus menuduh Organisasi Papua
Merdeka (OPM) tanpa bukti yang jelas. (Baca: Presiden
Jokowi Diminta Bertanggung Jawab atas Tewasnya 5 Warga Sipil di Paniai).
“Selama ini OPM berjuang untuk Papua Merdeka, bukan
berjuang untuk membunuh warga sipil, saya kira Negara harus bertanggung jawab,
dan merupakan pembohongan publik kalau ada OPM yang membunuh enam warga sipil,”
kata Yoman.
Editor: Oktovianus Pogau
MIKAEL KUDIAI
Sumber:Suara Papua
0 komentar:
Posting Komentar