Ilustrasi Polisi Militer. Foto: Ist |
Manokwari, – Lembaga
Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari telah
menerima laporan dari Fredrik Warpupur, selaku Pembela Hak Asasi Manusia (Human
Rights Defenders) di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat bahwa dirinya
telah diintimidasi oleh Komandan Polisi Militer (Danpom) Fakfak, Senin
(03/11/14) dan Selasa (04/11/14) lewat telepon dan pesan singkat.
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy
menjelaskan, pada hari Kamis, (23/10/14) lalu, Danpom Fakfak telah
memerintahkan anak buahnya untuk melakukan tindakan “sabotase” dengan menutup
kran air milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Fakfak yang terletak di Jalan
Salasanamuda, Kelurahan Fakfak Selatan, Distrik Fakfak di samping Kantor Bank
Papua Fakfak.
Kata Yan, menurut Danpom Fakfak, tindakan ini dilakukannya atas
perintah dari Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Fakfak dan ini sangat aneh
karena atasan Danpom Fakfak yang terdekat adalah Dandim Fakfak? Lalu apa alasan
Sekda Fakfak memerintahkan Danpom dan anak buahnya melakukan “sabotase”
tersebut?
“Padahal
di PDAM Fakfak sendiri sudah ada mekanisme pertanggung-jawaban publik sesuai aturan
perundangan yang berlaku, di mana apabila ada pengaduan dari pihak pelanggan
atau masyarakat, maka dapat dilaporkan kepada Dewan Pengawas PDAM, dimana Fredy
Warpupur adalah salah satu anggotanya,” kata Yan dalam keterangannya.
Dengan demikian, kata Yan, setiap pengaduan dari pelanggan, termasuk
Sekda Fakfak maupun Danpom-nya dapat diproses sesuai mekanisme dan prosedur
yang berlaku.
Rupanya, jelas Yan, tindakan “sabotase” penutupan kran induk
tersebut, kemudian menjadi agenda rapat Dewan Pengawas PDAM Fakfak, karena
sejak dilakukan oleh Danpom Fakfak dan anak buahnya, sekitar 1 (satu) minggu
hingga 30 Oktober masyarakat pelanggan PDAM di Fakfak tidak memperoleh aliran
air bersih dari kran tersebut.
“Keputusan
rapat Dewan Pengupahan menyatakan agar dilakukan pendekatan dengan pihak Danpom
Fakfak, dan Warpupur dipercayakan untuk bertemu pihak POM Fakfak. Ternyata pada
hari Kamis, (30/10/14) Warpupur mendatangi Markas POM Fakfak, tapi tidak
bertemu Danpom, melainkan Hartono, salah satu anggota POM Fakfak,” kata Peraih
Penghargaan Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia (HAM) “John Humphrey
Freedom Award” dari Canada Tahun 2005 ini.
Setelah ada pembicaraan, jelas Yan, Warpupur minta atas nama PDAM
agar kran di samping Kantor Bank Papua Fakfak dapat dibuka kembali agar PDAM
bisa melayani pelanggannya dengan air bersih. Hal ini disetujui oleh Hartono
dengan menyerahkan sebuah kunci pipa dan seutas selang berukuran panjang
sekitar 10 meter milik PDAM.
Dijelaskan
lebih jauh, kran tersebut kemudian dibuka kembali dan ternyata hari Senin,
(03/11), saat Warpupur sedang bertugas ke Manokwari, Danpom Fakfak yang
baru datang entah dari luar kota Fakfak, kemudian menelpon dan mengatakan
dirinya tidak puas, karena telah dilaporkan ke Panglima KODAM XVII/ Cenderawasih?
Hal ini berlanjut dengan dia melaui pesan singkat ke Warpupur dengan
katan-kata: “Pak Datang ke Fakfak pd kesempatan pertama menghadap sy, tks…”
Isi pesan singkat tersebut, kata Yan, jelas bernada arogansi militer
dan bersifat intimidatif yang tidak bisa dibiarkan begitu saja terjadi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang sudah menjadi salah satu
negara demokrasi terbesar di dunia saat ini.
Sehingga atas nama Freddy Warpupur dan LP3BH Manowkari,
pihaknya mendesak Pangdam XVII/Cenderawasih dan Dandim Fakfak untuk
menindaktegas, bila perlu memberhentikan oknum Danpom Fakfak tersebut dari
posisi dan jabatannya saat ini, sekaligus menindaknya sesuai aturan perundangan
yang berlaku.
“Yaitu
atas tindakan menutup kran induk milik pihak sipil yang bisa termasuk kategori
sabotase serta tindakan arogansi kemiliterannya yang mau memaksa pihak lain,
seperti Warpupur untuk menghadapnya tanpa alas hak yang kuat secara hukum,”
kata Yan. (majalaselangkah.com /Admin MP)
Sumber: majalahselangkah.com
0 komentar:
Posting Komentar