#PUISI : MAWAR DI MEDAN REVOLUSI
Manusia tak berubah hanya karena waktu, detik berlalu tak selalu mendewasakan. Tapi kenyataan yang mengguncang jiwa, itulah yang membentuk luka jadi senjata.
Ketika perempuan membuka mata pada dunia, bukan lagi tangis yang mereka suguhkan. Tangan yang dulu menggenggam luka, kini menggenggam bara, menolak tunduk dan diam.
Mereka bukan bayang di balik tirai, mereka suara yang bangkit dari puing sejarah. Bukan lagi bunga yang menunggu dipetik, tapi duri yang siap melukai tangan penjajah.
Di tanah yang pernah basah oleh air mata, tumbuh mawar dengan aroma perlawanan. Setiap helai kelopaknya menyimpan nyala, setiap harum membawa janji kebangkitan.
Perempuan adalah revolusi yang disulam diam-diam, dalam dapur, lorong, dan senyap malam. Mereka yang disebut lemah, adalah badai yang menanti waktu.
Tak akan lagi tunduk pada rantai budaya, tak akan lagi bisu saat dipinggirkan. Mereka belajar dari luka dan sejarah, mereka menulis ulang bab kebebasan.
Dan ketika perang meletus dalam sunyi, aroma mawar pemberontak merebak di langit. Tak hanya harum, tapi juga perih, menandai awal revolusi kaum yang bangkit.
Namolla Amole
Nyanyian Sunyi, 30 April 2025.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar