Nabire, SWP — Puluhan balita, ibu hamil dan lansia dari kampung Bumbakon, Mimin, Oksop, Alutbakon, Oktumi, Atenor, dan Ngangom, distrik Oksop, kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan, yang mengungsi ke hutan sejak 4 Desember 2024 dilaporkan sedang kesulitan mendapatkan bahan makanan. Juga air minum. Ini karena setiap mata jalan dan banyak tempat di pinggir bahkan tengah hutan dijaga aparat keamanan.
Pdt. Jimmy Koirewoa, ketua Departemen Hukum dan HAM Gereja Injili Di Indonesia (GIDI), mengemukakan hal itu mengutip laporan ketua wilayah GIDI Pegunungan Bintang.
Kata Koirewoa, laporan lapangan menyebutkan 3.318 orang dari distrik Oksop sedang ada di pengungsian. Lokasi pengungsiannya terpencar di beberapa titik.
“Pendataan warga jemaat kami yang mengungsi ke hutan memang agak kesulitan karena ketua wilayah bersama klasis dan petugas di sana sulit bergerak mengingat situasi daerah saat ini, tetapi sebagian sudah berhasil didata. Jumlahnya ada 3.318 orang sudah di lokasi pengungsian,” jelas Jimmy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/12/2024).
Dilaporkan, aparat keamanan masih menguasai lima kampung di distrik Oksop. Situasi itu menyebabkan warga mengungsi ke hutan untuk menyelamatkan diri. Sedangkan pasukan TNI yang diangkut dengan helikopter pada tanggal 9 Desember 2024 menempati gedung gereja GIDI Efesus Sape, kampung Mimin.
Selain GIDI, sebagian warga di distrik Oksop juga menganut agama Katolik. Mereka memiliki satu stasi dengan nama stasi Kandang Betlehem dari Paroki Roh Kudus Mabilabol.
“Kami mendapat informasi bahwa pimpinan gereja GIDI dan Katolik di Oksop sedang berupaya mengumpulkan warga pengungsi,” katanya.
“Tentara-tentara yang sedang kuasai distrik Oksop termasuk dusun Sape itu harus segera ditarik kembali ke kota Oksibil supaya jemaat kami dapat merayakan Natal bersama keluarga di tempat mereka dalam damai,” ujar Koirewoa mengutip permintaan pastor dan ketua wilayah GIDI.
Sejauh ini dikabarkan aktivitas warga lumpuh total akibat kehadiran pasukan TNI dalam jumlah besar. Selain terhambat mencari bahan makanan, beberapa dampak yang sangat dirasakan warga pengungsi antara lain anak-anak tidak lagi ke sekolah, dan putusnya akses ke layanan kesehatan.
Selain itu, pada 4 Desember lalu, umat stasi Kandang Betlehem Bumbakon disasar TNI bertujuan mengejar kelompok TPNPB. Rumah-rumah umat didobrak hingga menimbulkan ketakutan dan terjadi pengungsian besar-besaran.
Sebelumnya, badan pengurus wilayah Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pegunungan Bintang menginformasikan situasi di distrik Oksop berubah seketika semenjak pasukan TNI bersenjata lengkap tiba 4 Desember lalu. Akibatnya, seluruh warga Oksop telah mengungsi ke berbagai titik.
Ilarius Kakyarmabin, juru bicara KNPB wilayah Pegunungan Bintang, mengatakan, tak ada masyarakat satu pun yang tinggal di kampung sejak operasi penyisiran hingga ke seluruh perkampungan.
“Aksi penyisiran dari anggota TNI sangat tidak manusiawi. Mereka lepas tembakan secara sembarang dan banyak orang diperiksa hingga dianiaya. Jadi, wajar saja masyarakat ketakutan dan mengungsi ke hutan,” jelasnya melalui keterangan tertulis, Senin (9/12/2024).
Data lapangan menurut Ilarius, pasukan militer masuk ke distrik Oksop melalui jalan setapak dan menempati beberapa titik di tengah hutan.
“Pasukan TNI masuk ke distrik Oksop tidak melalui jalan umum, tetapi melalui jalan-jalan tikus. Sesampainya di ibu kota distrik, mereka tidak menempati kantor distrik atau perumahan sosial yang ada, tetapi mengambil tempat di hutan-hutan, lalu aktif mengintai warga sipil di perkampungan. Mereka juga masuk ke hutan-hutan yang sedang ditempati oleh warga sipil,” bebernya.
Seth Enn, ketua umum KNPB wilayah Pegunungan Bintang, menyatakan, tindakan brutal anggota militer sejak 4 Desember 2024 sangat menakutkan masyarakat sipil di distrik Oksop.
“Sejak 4 Desember sudah operasi militer dan situasinya sangat menakutkan. Keselamatan warga Oksop sangat terancam. Dalam situasi begini, sangat membutuhkan pertolongan dari semua pihak,” kata Seth.
Kakyarmabin menambahkan, pihaknya melakukan pendataan warga sipil yang mengungsi ke hutan. Hanya saja terkendala dengan medan dan ditambah dengan banyaknya pasukan bersenjata bersiaga di kota hingga dalam hutan.
“Mau mendata, tetapi situasinya begitu. Tetapi, kami bersyukur, karena ada beberapa data pengungsi yang telah kami peroleh dari lapangan. Datanya adalah balita 54 orang, lansia 23 orang, ibu hamil 5 orang, pasien berat 2 orang.”
Diakuinya, warga sipil di pengungsian tak sudi tinggalkan kampung halaman, tetapi terpaksa harus terjadi karena tak ada jaminan keamanan.
“Pada saat kami mendata di beberapa titik, warga tidak tega tinggalkan rumah, kebun dan ternak. Mereka kecewa sekali terhadap perlakuan militer Indonesia yang sangat tidak manusiawi,” ujar Kakyarmabin.
Dari komunikasi dengan warga di pengungsian, Kakyarmabin mendapat beragam pendapat bahkan keluhan. Warga pengungsi pada umumnya mengaku sangat marah karena bulan Desember adalah hari besar bagi umat Nasrani.
“Seharusnya ada damai menjemput hari kelahiran Yesus. Hari raya Natal kali ini masyarakat di sini tidak merasakan bahagia untuk merayakan dengan penuh sukacita. Ini merupakan kado Natal paling buruk dari tahun-tahun sebelumnya bagi umat Katolik dan Protestan di sini,” ucapnya mengutip penuturan salah satu warga dari denominasi gereja Protestan.
KNPB wilayah Pegunungan Bintang juga mengabarkan, pasukan militer yang diterjunkan pada tahap awal sebanyak 300 personil, kemudian disusul pengiriman pasukan tahap kedua dengan menumpang 3 mobil Hilux dan 1 truck.
“Kekuatan militer terus bertambah dalam tujuh hari terakhir. Data lengkap jumlahnya belum bisa dipastikan. Kami sedang mendata. Informasi selanjutnya akan menyusul.”
Aksi penyisiran dengan kekuatan penuh mengakibatkan aktivitas warga pengungsi mencari makan, minum dan lainnya sangat sempit dilakukan.
“Situasi masih tegang karena banyaknya pasukan militer di setiap mata jalan dan tempat-tempat strategis lainnya,” tulis KNPB dalam laporannya. “Kami mohon dukungan dan doa serta pantauan dari berbagai pihak.”
Tidak hanya distrik Oksop, menurut juru bicara TPNPB Sebby Sambom, operasi penyisiran juga dilakukan di distrik Serambakon. Akibatnya, sejumlah warga sipil dari sana telah mengungsi ke hutan sejak 4 Desember pagi.
“Manajemen markas pusat komando nasional TPNPB telah menerima laporan resmi dari pasukan TPNPB Kodap XXXV Bintang Timur pada hari Sabtu, 7 Desember 2024 jam 11 siang dari medan perang di Oksibil, kabupaten Pegunungan Bintang, bahwa pasukan militer kolonial sedang melakukan penyisiran di distrik Serambakon dan Oksop sejak tanggal 4 Desember hingga sekarang ini,” tulis Sebby dalam siaran pers, Sabtu (7/12/2024) sore.
Penyisiran tersebut, kata Sebby, mengakibatkan sejumlah keluarga diantaranya anak-anak kecil, orang dewasa, perempuan dan lansia mengungsi ke hutan. Warga ketakutan melihat pasukan militer melepaskan peluru secara brutal di wilayah masyarakat sipil.
“Dari laporan yang kami terima, dalam penyisiran telah menewas dua warga sipil. Keduanya tertembak peluru dari militer kolonial,” imbuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar