Penembakan, pembunuhaan, penculikan, penangkapan, hingga pemenjaraan di Papua sampai detik ini tak kunjung usai. Kolonial Indonesia melalui praktek militernya tak puas-puas melakukan hal tersebut demi kepentingan kapitalis di atas tanah Papua.
Tak bisa dipungkiri, kapitalisme dalam menguasai suatu wilayah untuk mencuri, merampok dan memonopoli sumber-sumber daya alam adalah dengan melakukan praktek-praktek kolonialisasi dan militerisasi. Hingga detik ini, inilah realitas Papua dalam punggung kapitalisme global.
Rakyat Papua dihegemoni melalui berbagai cara dan tipu daya kolonialisme dan militerime Indonesia. Dan yang paling menyedihkan, penembakan demi penembakan terus terjadi. Pelanggaran HAM terjadi dimana-mana di seluruh tanah Papua.
Sudah banyak rentetan kasus pelanggaran HAM yang terjadi, baik oleh TNI, Polisi, Brimob, Kopasus hingga Densus 88.
Dari ribuan rentetan kasus pelanggaran HAM, dan dari semua kasus yang dibawa dan diproses melalui hukum Indonesia, hanya ada dua kasus yang berhasil dibawa hingga ke Jakarta: kasus Biak Berdarah 1998 dan Abepura Berdarah. Tetapi kedua kasus tersebut gagal di Pengadilan Indonesia dan ditutup oleh kolonial Indonesia hingga sampai hari ini.
Dari ribuan kasus pelanggaran HAM yang terjadi, kemarin tanggal 06 April 2016 di Dogiyai telah terjadi lagi penembakan oleh Tim Gabungan (Polisi dan Brimob) terhadap dua pemuda, yaitu, Geri Goo (23 tahun) dan Rudi Auwe.
Penembakan yang membabibuta ini terjadi sesudah proses negosiasi yang dilakukan oleh pemuda di sekitar Jembatan Sungai Mauwa karena merasa terganggu adanya beberapa kali tembakan yang menyebabkan pemuda dan warga sekitar keluar dari rumah. Karena tidak terima adanya protes terhadap penembakan ke udara yang dilakukan oleh polisi pada malam pukul 20:00 WIT, pihak polisi langsung melapor ke Polsek Moanemani, Dogiyai.
Sekitar satu jam kemudian, Tim Gabungan turun ke Jembatan Sungai Mauwa dan melakukan penembakan bertubi-tubi. Akibatnya Geri Goo (23 tahun) tertembak di tempat. Rentetan peluru bahkan mengenai punggung belakang lurus dada dan paha kemudian sepanjang punggung, kaki dan tangan. Tim Gabungan kemudian menarik dan menyeret korban di atas jalan aspal. Selain itu Rudi Auwe, ditembak di kaki kanan tetapi berhasil melarikan diri.
Dalam kondisi itu, sesudah Geri dirujuk ke RSUD Nabire, dan Rudi Auwe sampai saat ini tidak mendapatkan penanganan kesehatan. Pemerintah Dogiyai, Polisi, dan Brimob tidak memikirkan langkah-langkah kongkrit untuk menyelesaikan kasus ini.
Kasus pelanggaran HAM ini adalah kejadian pertama di masa pemerintahan Bupati Dogiyai, Yakobus Dumupa dari ribuan kasus di Dogiyai di masa pemerintahan kolonial sebelumnya.
Seperti sudah ditekankan di atas bahwa, kolonialisme dan militerisme adalah paket penindas rakyat yang akan tetap melakukan penghancuran manusia Papua, khususnya di Dogiyai yang dikemas dalam wajah pembangunan. Tujuannya untuk bagaimana meloloskan kepentingan pemodal atau kapitalisme di bumi Papua, khuusnya di Dogiyai.
Rakyat Papua, terutama rakyat Dogiyai serta keluarga korban terus merasakan penderitaan yang cukup menyedihkan. Sementara praktek-praktek penindasan terus dilakukan di atas tanah Dogiyai khususnya dalam wajah pembangunan seperti infrastruktur, pemberantasan miras dan lain-lain. Dalil sebenarnya adalah aparat keamanan dan para pemodal atau pengusaha-pengusaha yang bekerja sama langsung dengan pemerintah dan aparat keamanan.
Menganalisis kondisi ini, maka, Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme menuntut:
- Usut, tangkap, adili, dan penjarakan pelaku pelanggaran HAM yang telah menembak Geri Goo dan Rudi Auwe.
- Segera proses sesuai hukum yang berlaku, adili polisi pelaku pelanggaran kode etik baik secara kelembagaan maupun sesuai hukum.
- Tarik TNI/Polri organik dan non-organik dari seluruh tanah West Papua.
- Bupati Dogiyai, Yakobus Dumupa harus bertanggung jawab atas penembakan ini sesuai janji saat acara pelantikannya beberapa bulan lalu.
- Mendesak Komnas HAM untuk segera langsung turun ke Dogiyai untuk melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM yakni membunuh dengan sadar dan terencana untuk tujuan-tujuan tertentu dari individu atau lembaga yang bersangkutan.
- Hentikan eksploitasi dan tutup semua perusahan milik imperialis di atas tanah West Papua, khususnya di Dogiyai.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat, atas dukungan, pastisipasi dan kerjasama semua pihak, kami ucapkan banyak terima kasih.
Salam!!!
19 April 2018
Kordinator Umum
Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar