Mantan Perdana Menteri Vanuatu, Barak Sope (Foto: Ist) |
DILLI, SATUHARAPAN.COM - Mantan Perdana
Menteri Vanuatu, Barak Sope, yang dikenal sangat vokal menyuarakan
penentuan nasib sendiri (referendum) Papua, mendapat penghargaan "Order
of Timor Leste" atas kontribusinya terhadap perjuangan kemerdekaan
negara itu.
Order of Timor-Leste (Bahasa Portugis: Ordem de Timor-Leste) adalah
penghargaan tertinggi yang diberikan oleh pemerintah Timor Leste kepada
tokoh domestik maupun asing.
Penghargaan ini mulai diberikan pada 2009, yang pada awalnya
diperuntukkan bagi mereka yang berjasa bagi perjuangan kemerdekaan Timor
Leste. Namun belakangan ini penghargaan itu diberikan kepada
tokoh-tokoh yang memiliki jasa lebih luas dari hanya untuk kemerdekaan
Timor Leste. Dewasa ini penghargaan ini diberikan kepada tokoh dalam
negeri maupun asing yang memberikan kontribusi signifikan bagi Timor
Leste, bagi rakyat Timor Leste dan bagi kemanusiaan secara umum.
Berbicara setelah menerima penghargaan itu, sebagaimana dilaporkan oleh radionz.co.nz, Sope mengatakan ia percaya suatu saat Papua akan merdeka dari Indonesia.
Akhir tahun lalu, ia mendorong Vanuatu untuk menjadi anggota Komite
Khusus PBB untuk Dekolonisas (yang disebut Komite 24), untuk menghadapi
pengaruh Indonesia yang juga berada dalam komite tersebut.
Ada 24 teritori yang termasuk dalam daftar Dekolonisasi PBB, namun
Papua tidak termasuk di dalamnya. Enam teritori Pasifik yang masuk dalam
komite itu adalah French Polynesia, New Caledonia, American Samoa,
Guam, Tokelau and Pitcairn.
Sope juga mengeritik Papua Nugini dan Fiji sebagai negara yang
menurut dia, menyebabkan Melanesian Spearhead Group (MSG) tidak efektif
memperjuangkan nasib Papua.
Ketokohan Barak Sope tidak lepas dari kontroversi. Tokoh bernama
lengkap Barak Tame Sope Mautamata ini, pernah menjadi PM Vanuati dari
1999 sampai 2001, namun dimakzulkan oleh parlemen.
Seusai dimakzulkan, ia didakwa atas tuduhan korupsi dan divonis tiga
tahun penjara pada tahun 2002. Namun ia mendapat pengampunan pada tahun
2003, yang kemudian menuai protes dari Australia dan Selandia Baru.
Ia pernah menjadi menteri luar negeri pada 2004 tetapi hanya beberapa
bulan. Ia mundur setelah dengan sangat vokal menentang pemulihan
hubungan Vanuatu dengan Taiwan.
Pada bulan Desember 2004 ia diangkat menjadi menteri pertanian dan kelautan.
Pada tahun 2008 ia memenangi sebuah kursi di parlemen, namun pada
2014 ia kalah dalam pemilihan presiden. Ia dikalahkan oleh presiden saat
ini, Baldwin Lonsdale.
Editor : Eben E. Siadari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar