JAYAPURA, SUARAPAPUA.com --- Tiga pimpinan gereja di tanah Papua, Senin (20/7/2015) siang, mengeluarkan pernyataan pers bersama, terkait insiden di Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua, yang menyebabkan terjadi penembakan anak-anak usia sekolah, yang berujung pembakaran beberapa kios milik warga Papua maupun non-Papua.
Ketiga pimpinan gereja tersebut, yakni, Ketua Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di tanah Papua, Pdt. Alberth Yoku, Ketua Sinode Gereja Kemah Injili (Kingmi) Papua, Pdt. Benny Giay, dan Ketua Badan Pelayan Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (BP-PGBP), Pdt. Socratez Sofyan Yoman.
Dikatakan, sampai saat ini Papua selalu menjadi tempat di mana Negara memaksakan toleransi beragama berlaku, sedangkan di beberapa tempat di luar Papua, negara justru seolah-olah memihak satu kelompok agama tertentu untuk menindas agama yang lain.
"Kenyataan ini diikuti dengan sangat baik oleh rakyat Papua melalui sarana komunikasi yang tersedia sehingga terbentuk persepsi tentang adanya ketidakadilan dalam kebijakan keagamaan di lndonesia."
Adapun pernyataan pers ketiga pimpinan gereja;
Menyikapi insiden yang terjadi di Tolikara pada 17 Juli 2015 dimana terjadi penembakan terhadap warga sipil dan pembakaran kios-kios, dengan ini, kami menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, kami menyesalkan pernyataan-pernyataan di media massa yang menyudutkan umat kami yang adalah rakyat Papua tanpa menggali lebih dalam fakta sesungguhnya yang terjadi di lapangan. Karena itu, kami meminta semua pihak di Papua dan di luar Papua, termasuk di dalamnya PGI dan Dirjen Bimas Kristen Protestan KEMENAG Rl, agar menahan diri sampai adanya hasil investigasi dan monitoring dari tim independen guna menemukan apa yang menjadi penyebab utama peristiwa Tolikara ini;
Kedua, menurut kami, peristiwa Tolikara perlu dilihat secara utuh, karena hal ini merupakan puncak dari sebuah gunung es dari upaya politisasi agama yang sudah lama berlangsung di Tanah Papua; dimana pihak tertentu memanfaatkan posisi dan jabatan publik untuk menyebarkan agama tertentu di Tanah Papua.
Ketiga, Papua dalam kerangka butir 2 di atas, seolah-olah menjadi tempat di mana Negara memaksakan toleransi beragama berlaku, sedangkan di beberapa tempat di luar Papua, negara justru seolah-olah memihak satu kelompok agama tertentu untuk menindas agama yang lain. Kenyataan ini diikuti dengan sangat baik oleh rakyat Papua melalui sarana komunikasi yang tersedia sehingga terbentuk persepsi tentang adanya ketidakadilan dalam kebijakan keagamaan di lndonesia.
Keempat, kami, Tokoh Gereja dan Pimpinan Sinode di Tanah Papua telah membahas masalah ini dan akan melakukan investigasi untuk memperjelas duduk perkara dari kasus Tolikara, pemicu pembakaran dan penembakan yang menewaskan seorang remaja bernama Endi Wanimbo (15 tahun) dan melukai 10 orang warga lainnya;
Kelima, kami mendesak agar aparat TNI-POLRI tidak menggunakan senjata dan cara-cara kekerasan lainnya dalam menangani konflik di Papua, dan tidak memihak salah satu kelompok dalam setiap pertikaian antar warga yang terjadi di Tanah Papua;
Keenam, kami memberikan apresiasi atas reaksi yang begitu cepat dari berbagai pihak, termasuk pimpinan negara atas insiden Tolikara ini. Sikap yang sama kami harapkan diperlihatkan juga dalam kasus penembakan 4 siswa di Paniai Desember 2014 yang belum juga tuntas, kasus Yahukimo dan kasus-kasus kekerasan lainnya yang terjadi di Tanah Papua maupun di seluruh lndonesia;
Ketujuh, kami mendoakan keluarga para korban yang meninggal dunia, luka-luka dan mereka yang kehilangan harta benda akibat kekerasan Tolikara agar dikuatkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Kami menyediakan pelayanan diakonia, pastora[, pendampingan dan advokasi supaya dapat pulih dan menjalankan hidupnya secara normal kembali.
Demikianlah pernyataan sikap kami. Tuhan memberkati.
- Pdt. Alberth Yoku,
- Pdt. Benny Giay
- Pdt. Socratez Sofyan Yoman
OKTOVIANUS POGAU
Sumber: Suara Papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar