Jayapura, Jubi – Hingga hari kelima sejak korban penembakan insiden Tolikara pada Jumat, 17 Juli 2015, masuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok 2 Jayapura, peluru-peluru yang bersarang dalam tubuh enam pemuda itu belum juga dikeluarkan. Rumah Sakit berdalih para dokter masih mejalani libur lebaran.
Kepala Seksi Penerimaan dan Pengeluaran Obat, di Dinas Kesehatan Tolikara, Rony Wenda, yang mendampingi para korban dari Tolikara ke Jayapura mengatakan, hingga hari kelima, Selasa (21/7/2015), sejak penembakan pada Jumat lalu, belum ada ada jadual operasi untuk mengeluarkan peluru dari tubuh ke enam pemuda asal Tolikara tersebut.
Kepala Seksi Penerimaan dan Pengeluaran Obat, di Dinas Kesehatan Tolikara, Rony Wenda, yang mendampingi para korban dari Tolikara ke Jayapura mengatakan, hingga hari kelima, Selasa (21/7/2015), sejak penembakan pada Jumat lalu, belum ada ada jadual operasi untuk mengeluarkan peluru dari tubuh ke enam pemuda asal Tolikara tersebut.
Rony Wenda yang juga berprofesi mantri tersebut menyatakan kekecewaannya atas pelayanan pihak rumah sakit milik pemerintah yang menurutnya sangat tidak beralasan dan tidak menjalankan sumpah profesi, sebagaimana harus mendahulukan keselamatan nyawa manusia.
“Saya sangat kecewa dengan RSUD Dok 2 yang sangat lamban menangani korban-korban penembakan. Sampai hari ini, belum ada dokter yang tangani bahkan jadual operasi pun belum ada.Mereka bilang ‘kami sedang libur jadi setelah liburan baru dokter mau operasi’,” kata mantri Wenda saat ditemui JUBI di RSUD Dok 2 Jayapura, Selasa (21/7/2015).
“Orang rumah sakit bilang ini sedang libur… dimana logikanya? Ini sedang ada orang sakit butuh pertolongan darurat, tapi diabaikan dengan alasan libur. Ini sudah masuk hari ke lima, dan besok masuk hari ke enam, tapi belum ada kepastian apa-apa, bagaimana nanti ade-ade (korban penembakan) ini?” keluhnya.
Mantri Wenda bersama dua rekan lainnya telah mendampingi tujuh korban penembakan insiden Tolikara, pada Jumat, pekan lalu ke RSUD Dok 2. Sejak itu, enam korban tersebut masih berada di ruang bedah pria. Sementara, salah satu korban, Endi Wanimbo (15) telah meninggal dunia dalam perjalanan dari Tolikara ke Jayapura. Jenasahnya telah dimakamkan di Wamena, pada 18 Juli 2015.
Hingga saat ini, lima dari enam pemuda sedang menunggu kepastian jadwal operasinya. Mereka adalah Keratas Togolom pada paha kanan, Erandinus Yikwa pada paha kiri, Perenus Wanimbo di telapak kaki kiri, Amatem Wenda di tangan kanan dan Yulianus Lambe di paha kiri.
Sementara itu, Yetimbuluk Yikwa, yang telah divonis tidak dapat dioperasi karena pelurunya tembus dari pantat hingga alat vital dan mengenai saraf-saraf kecil. Namun, pria 35 tahun itu kini hanya perlu menjalani perawatan biasa. “Puji Tuhan, kami senang sekali karena pelurunya sudah keluar sendiri. Padahal, dokter bedah vonis tidak bisa operasi, tapi mungkin dia banyak bergerak jadi pas keluar dari kamar mandi, pelurunya keluar sendiri,” terang Wenda. Yetimbuluk Yikwa tidak dapat berbicara.
Ditemui JUBI di ruang bedah pria RSUD Dok 2, Yulianus Lambe menaruh harapan besar agar peluru yang masih bersarang di paha kirinya segera diangkat dan dirinya bisa segera pulang berkumpul berasama keluarganya.
“Harapan saya dokter cepat keluarkan peluru. Untung sekarang dong (perawat) campur obat lewat cairan infus jadi sa tidak rasa sakit, cuma sedikit seperti digigit,” harap mahasiswa uncen tersebut.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Papua, dr Aloysius Giay, mengakui tindakan medis di RSUD milik pemerintah itu sudah lalai dalam menjalankan tanggungjawab utamanya. Ia mengatakan, segera akan berkordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menangani hal tersebut.
“Seharusnya ini tidak terjadi. Kami harapkan teman-teman di (RSUD) Dok 2 segera kordinasi, ada teman-teman (dokter) di RS Marthen Indei, RS Bhayangkara, RS Angkatan Laut atau yang lain,” ucap Giay, pada hari yang sama.
Giay mengatakan, setiap libur hari raya keagamaan, memang sudah ada pembagian jadual dokter yang masuk dan libur, sesuai agama dan hari besarnya masing-masing. Namun, bagi dokter yang libur wajib memberi disposisi kepada dokter lain yang tidak libur. “Rumah sakit tidak boleh kosong dokternya,” tegasnya. (Yuliana Lantipo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar