Korban Pelnggaran HAM Paniai ( 08/12/2014) (Doc Admin SWP-News) |
VIVA.co.id
- Forum
Kerja Oikumenis Gereja-gereja Papua mendesak Presiden Joko Widodo segera
membentuk Komisi Penyelidikan dan Penyidikan (KPP) HAM guna mengungkap kasus
penembakan warga sipil di Paniai, Papua. Desakan itu muncul, karena hingga saat
ini belum ada sinyal terungkapnya siapa pelakunya.
"Hingga
memasuki bulan keempat, pelaku penembakan terhadap para pelajar di Paniai yang
terjadi 7-8 Desember tahun lalu, belum juga ada tanda-tanda ditemukan. Terkesan
penyelidikan tidak memberikan titik terang," ujar Ketua Sinode Persekutuan
Gereja-gereja Baptis di Papua, Socrates Soyan Nyoman, di Kantor Kingmi
Jayapura, Senin 16 Maret.
Untuk
itu, lanjutnya, karena penyelidikan yang dilakukan kepolisian maupun institusi
pemerintah lainnya terkesan tidak serius, Gereja-gereja di Papua mendesak
Jokowi segera membentuk KPP HAM, karena peristiwa itu adalah pelanggaran HAM
berat.
"Kami
minta Presiden serius mengungkap kasus Paniai, dengan membentuk KPP HAM dengan
mandat memeriksa semua pihak yang terlibat, dan itu harus dilaksanakan sebelum
Presiden berkunjung lagi ke Papua," kata Socrates.
Socrates
menilai, penyelidikan yang sedang dilakukan Polda Papua selama ini terkesan
tidak serius karena, laporannya berupaya melindungi anggotanya yang telah
melakukan penembakan.
"Juga
berusaha memecah kasus yang utuh itu, yakni penembakan brutal menjadi kasus
yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga kabur dan susah menemukan pelaku
penembakan. Penyidik juga terkesan tidak membicarakan subtansi tuntutan, yakni
mengenai lima orang korban, bahkan juga tidak netral dan pro kepada institusi
tertentu dengan menggiring kasus pelanggaran HAMN berat itu, menjadi kasus
kriminal biasa," katanya.
Institusi
TNI, tambahnya, terkesan diam, seakan tidak terlibat dalam penembakan Paniai.
"TNI dan Polri baku tuding, dan tidak pernah memastikan dua orang yang
ditempatkan di atas tower menara Bandara Enarotali, yang diduga sebagai
pelaku," imbuh dia.
Gereja
beranggapan, sambung Socrates, kekerasan demi kekerasan masih terus terjadi
dari tahun ke tahun, namun TNI/Polri selalu berlindung atau menghindar sebagai
pelaku. "TNI-Polri selalu mengubur pembantaian di Paniai, supaya
nanti lanjut dengan peristiwa kekerasan lainnya," kata dia.
Ketua Sinode Kingmi, Beny Giay mendesak selain membentuk KPP HAM, Presiden Jokowi harus menunjuk seseorang untuk menjadi mediator guna mewujudkan dialog Papua-Jakarta.
Ketua Sinode Kingmi, Beny Giay mendesak selain membentuk KPP HAM, Presiden Jokowi harus menunjuk seseorang untuk menjadi mediator guna mewujudkan dialog Papua-Jakarta.
"Presiden
harus menunjuk seorang petinggi negara setingkat menteri untuk mengurus
persoalan konflik Papua Jakarta lewat jalan dialog damai yang dimediasi pihak
ketiga di tempat yang netral," paparnya.
Kepada
masyarakat sipil Papua, kata Beny Giay, dia mengimbau supaya menjemput bola
wacana dialog damai. Caranya dengan berhenti membeli atau menjual belikan
senjata amunisi, yang diperjual belikan TNI Polri di Tanah Papua sejak
September hingga Desember 2014.
"Memberikan
prioritas mengurus dialog Jakarta-Papua yang sedang diwacanakan berbagai pihak
dengan bekerja sama pada Jaringan Damai Papua untuk mencegah konflik
berlanjut," ucapnya.
Ia juga meminta kaum perempuan yang selama ini kerap menjadi korban kekerasan, supaya menjadi penggerak dalam proses terwujudnya dialog damai.
Ia juga meminta kaum perempuan yang selama ini kerap menjadi korban kekerasan, supaya menjadi penggerak dalam proses terwujudnya dialog damai.
Sementara
Ketua Sinode Gidi Dorman Wandikbo juga menyerukan hal yang sama, bentuk KPP HAM
supaya terungkap siapa sebenarnya pelaku aksi penembakan Paniai.
"Ayo
mari buktikan, siapa yang benar atau salah, Gereja hanya ingin bicara tentang
keadilan yang mutlak," katanya.
Menyikapi
seruan gereja yang menganggap Kepolisian tidak serius, Juru Bicara Polda Papua
Kombes Patrige Renwarin mengatakan, polisi selalu berterima kasih kepada semua
elemen masyarakat, yang memberikan dorongan moril kepada penyidik, supaya tidak
menyerah dengan berbagai kendala yang dihadapi dalam mengungkap pelaku maupun
mencari bukti-bukti insiden penembakan Paniai.
"Kami
berterima kepada masyarakat juga pimpinan sinode gereja-gereja di Papua, tas
dorongannya," kata dia.
Patrige
menuturkan, beberapa waktu lalu Polda Papua telah memaparkan hasil penyelidikan
kasus Paniai di Komnas HAM Pusat. Saat ini mereka masih menunggu tindak
lanjutnya.
"Kami
berharap sebaiknya semua komponen masyarakat menyatukan persepsi dalam
memandang peristiwa 8 Desember di Paniai, dan sebaiknya tidak saling menuding.
Polri juga menghadapi kendala, dimana masyarakat tidak mau jadi saksi atas
peristiwa itu," ujarnya.
DPRP
juga meminta kasus penembakan Paniai diungkap dengan secepatnya, karena ini
mempertaruhkan kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah pusat.
"Sudah
4 bulan kasus Paniai belum juga menunjukkan hasil yang baik. Kita harap pihak
berkompoten mengungkap siapa sebenarnya di balik peristiwa Paniai," kata
Ketua DPRP Yunus Wonda.
Sebenarnya,
kata Yunus Wonda, rakyat Papua sudah mengetahui secara jelas siapa pelaku
penembakan Paniai, namun yang ditunggu adalah pengakuan dari mereka.
"Rakyat sudah tahu kok, tinggal apakah mau mengaku, sebaiknya ya mengaku
saja, kasus Paniai bukan saja hanya jadi perhatian Papua dan Jakarta, tapi juga
Internasional, jadi semua pihak harus tarnsparan," ungkapnya.
Yunusu
Wonda melanjutkan, Parlemen Papua yang dipimpinnya akan terus memantau sejauh
mana hasil pengungkapan kasus penembakan Paniai. "Kami pantau terus, kami
harap dalam waktu dekat sudah terungkap," katanya
0 komentar:
Posting Komentar