Dr.
Benny Giay, Ketua Sinode Gereja Kingmi Papua dan mungkin intelektual
dengan kesetiaan pada hati nurani paling terkemuka di Papua, ikut dalam
pertemuan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia dengan Presiden Jokowi pada
malam menjelang keberangkatan Jokowi pertama kali ke Papua sebagai presiden.
Saya
kebetulan bertemu dengan Benny Giay, seorang kawan lama saya, sehari sesudah
dia bertemu Jokowi. Kami tentu bicara soal pertemuan di Istana Merdeka. Saya
memutuskan mencatat dan merekam kenangan Giay terhadap pertemuan semalam.
Mumpung ingatannya masih segar. Saya juga catatan ini penting buat mengukur
permintaan Benny Giay terhadap pemerintah Indonesia yang baru.
Benny
Giay bilang dia mulai dengan memuji Jokowi berhasil "mencuri hati orang
Papua." Dia mengingatkan Jokowi soal kunjungan para presiden pendahulunya:
Abdurrahman Wahid (31 Desember 1999); Megawati Soekarnoputri (25-26 Des 2002);
dan Susilo Bambang Yudhoyono (26 Desember 2006).
Mereka
semua berjanji bikin penderitaan orang Papua berakhir. Namun mereka kurang
beruntung, kurang setia, dalam memenuhi janji-janji tersebut. Giay bicara soal
pembantaian Enarotali. Dia minta Jokowi buang suara. Dia juga minta Jokowi
memenuhi janji kampanye buat menghentikan pembatasan buat wartawan
internasional, lembaga donor, maupun utusan Perserikatan Bangsa-bangsa bisa
masuk ke Papua guna memantau keadaan. Giay juga minta Jokowi membebaskan
tahanan politik.
Delegasi
juga melibatkan Pendeta Bambang Widjaya, Pendeta Phil Erari, Novel Matindas
serta Pendeta Krise Gosal dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia. Delegasi
Konferensi Waligereja Indonesia diwakili Pastor Benny Susetyo serta Uskup Agung
Jakarta Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo.
Benny Giay minta Jokowi membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) terhadap penembakan remaja Papua di Enarotali, Paniai, pada 8 Desember 2014, serta membebaskan semua tahanan politik Papua, termasuk Filep Karma. Giay menyerahkan buku Karma berjudul, Seakan Kitorang Setengah Binatang, kepada Jokowi.
Giay
juga minta Jokowi meluangkan waktu berkunjung ke penjara Abepura dan
mengunjungi Filep Karma. Ia akan mempercepat proses pembebasan para tahanan
politik.
Benny
Giay juga sempat menulis di Facebook saya, menjawab komentar kawan saya,
Partini dari Pontianak bahwa "Jokowi bukan pesulap", pada malam hari
sesudah pertemuan tsb:
"pk
jokowi brangkali seorg presiden terbaik yg d panggil sejarah utk mengurus
tumpukan sampah yg d biarkan br tahun2 oleh presden2 nkri sbelumnya (kodam,
kapolda, dll sebelumnya sejak 1960an hingga); artinya tdak semua org papua
dewasa ini berpkir magis sperti mba tini; sehingga papua sedang butuhkan
pesulap. memang ada unsur papua dewasa ini yg brpkir magis sedang butuh
"pesulap":pimpinan gereja papua yg mndatangkan jokowi dan elit
pmrintah karena mentalnya memang di bentuk masy dan pmerintah indonesia yg
berpikir magis ditambah dengan badan penyiaran yg ikut berperan d situ slama
bertahun2; di samping watak elit papua sendiri yg sangat hedonis.
Kelompok
ini yg saya kira sealiran dan sekelas dngan kalangan indonesia yg sedang
menunggu pesulap; shg utk prkuat Timnas hdapi AFC harap pesulap bwa pemain
asing utk naturalisasi. Saya kira ada banyak indonesia yg lebih berakal sehat;
yg bisa jadi mitra berdialog papua. Sulit utk kta berdialog dgn kalangan
indonsia yg merasa diri klas yg berakal sehat smentara posiikan papua sbgai
pihak yg sdang mnghabiskan wkt tunggu "pesulap" dri indonesia yg
wataknya d gmbarkan pk mohktar lubis dlam bukunya brjudul 'manusia indonesia'."
Andreas
Harsono Adalah Peneliti "Human Rights Watch", Tinggal di
Jakarta.
Sumber: Ini Surat dari Forum Kerja Oikumenis Gereja Papua untuk ...
Sumber: Ini Surat dari Forum Kerja Oikumenis Gereja Papua untuk ...
0 komentar:
Posting Komentar