Johan Rumkorem saat bergandeng tangan dengan PBB |
Yogyakarta. Timipotu News. Pelanggaran
di Tanah Papua tidak akan terselesaikan sepanjang masa, jika ini tidak bisa di
ungkap secara terbuka. Membina dan mendidik kejahatan di Tanah Papua tidak
terlepas dari para elit politik yang merajalelah di Tanah Papua, ini di
perangkan oleh para jendral dan tokoh-tokoh elit politik Papua yang menjadi
mobilisasi kejahatan di Tanah Papua. Membungkus kejahatan akan mengakibatkan
konflik yang berkepanjangan, ini terlihat dan di ukur dari Kasus demi kasus
kejahatan pembunuhan yang membuat Tanah Papua berlumuran darah, letak geografis
tanah Papua tidak bisa di ukur degan metode keamanan yang strategis, tetapi
tanah Papua bisa di ukur dengan pendekatan budaya dan mengenal
benar-benar adat orang Papua secara beradat. Hukum adat di tanah Papua
selalu diabaikan sehingga kondisi ini berdampak luas. Sebenarnya Hukum adat
harus diberikan ruang untuk anak-anak adat Papua menterjemahkan itu dalam
suatu bahasa adat, karena bahasa adat dan budaya bisa melahirkan masyarakat
Papua hidup kembali untuk mengenal identitasnya sebagai anak adat Papua yang
sebenarnya.
Hadirnya perusahan paman sam ini membuat Orang Papua tidak
mengenal jati dirinya. Perusahan ini telah beroperasi sudah 46 tahun lamanya,
tetapi tidak memberikan kontribusi kepada orang-orang Papua, perusahan Freeport
hanya memberikan kontribusi kepada para elit politik, pejabat-pejabat Negara
dan para jendral-jendral di Indonesia.
Keberadaan Freeport telah menjadi pasar kejahatan dalam dunia
bisnis diseluruh dunia, Lahan penduduk di rebut, penembakan orang Papua
dimana-mana, kejahatan penembakan di areal penambangan Freeport tidak bisa
terungkap, apa yang terjadi di balik semua ini. Strategi penembakan di areal
Freeport sudah ter-organisir secara sistimatis, kejahatan penembakan itu
merupakan kejahatan yang bersifat penembakan rekening. Dalam wilayah
penambangan Freeport, penduduk pribumi asli papua sudah tidak nyaman lagi
dengan kondisi keamanan ini.
Selama beberapa dekade rakyat Papua ingin melepaskan diri dari
Indonesia. Perusahan pertambangan Amerika Serikat itu memainkan peran
penting dalam perjuangan itu. Bagi orang Papua, itu adalah simbol ketidakadilan
dan pelanggaran ham berat. Saat ini Freeport merupakan pembayar pajak terbesar
di Indonesia. Dalam 5 tahun terakhir, perusahan itu menyatakan telah
membayar sekitar 70 trilyun rupiah kepada pemerintah di Jakrta.
Tambang ini juga menyediakan lapangan kerja bagi puluhan polisi
Indonesia yang diamanatkan oleh hukum Indonesia untuk melindungi tambang.
Dulunya, ini adalah tugas militer Indonesia yang kadang-kadang masih
diminta untuk memberikan dukungan ekstra. Kelompok pembela Ham
mengatakan; Freeport secara efektif membiayai militer Indonesia di
Papua dan menutup mata terhadap pelanggaran ham yg dilakukan militer.
Tentu saja ada militer disana, mereka suka melindungi tambang Freeport
karena mereka dibayar oleh Freeport. Denis Leeds, seorang
akademis Australia yang selama lima tahun meneliti buku tantang
tambang yang kontroversial itu, denis leeds mengatakan
bahwa; “Freeport Indonesia telah menolak dari awal, dari awal
orang Papua sudah membuat pagar, ini telah menjauhkan orang asing dari tanah
itu, orang Papua tidak menginginkan Freeport beroperasi di Papua. Dari awal
orang Papua protes soal perusahan paman sam itu, tetapi tidak ada orang
Indonesia yang peduli pada protes orang Papua, karena mereka tidak peduli soal
orang Papua Barat, dan hanya menginginkan uang Freeport”. Perusahan
paman sam itu menuliskan kontrak mereka sendiri dengan Indonesia tanpa
menghadirkan orang Papua. Kontrak Freeport ini yang pertama-tama ditandatangani
oleh rezim Suharto, sehingga Freeport melakukan apa pun yang mereka inginkan
sampai sekitar tahun 1995.
Perekonomian Indonesia tumbuh dengan pesat dibalik ledakan
komunitas ini. Pada kwartal kedua tahun 2010 Freeport melihat keuntungan
berlipat ganda menjadi 1, 4 milyard dollars atau lebih dari 12 trilyun rupiah.
Dari jumlah ini sangat sedikit menetes ke orang termiskin di Indonesia dan
kesenjangan antara miskin dan kaya makin melebar. Analis resiko yang tinggal di
Jakarta, Tod Elid mengatakan jumlah konflik antara masyarakt
miskin dan perusahan besar meningkat tahun ini. Melihat dari konflik
bisnis ini, Mr. John Curri pernah melakukan pembicaraan
kepada Almarhum tertua adat suku amungme pemilik hak ulayat Taurek
Natkime bahwa: "Kami, Freeport McMoran akan menanam pohon apel
di tengah-tengah tanah Mulkini, nanti kalau sudah berbuah anak-anak kita akan
memetiknya bersama-sama" (Jika tambang sudah menghasilkan uang,
maka kita semua menikmatinya bersama).
Pada akhirnya nyatalah bahwa janji-janji tersebut hanyalah
janji-janji kosong belaka. Bahkan sebaliknya banyak peristiwa pelecehan atas
Hak Asasi Manusia Papua terjadi dengan mengorbankan hak dasar untuk menentukan
nasib suatu bangsa, dan jika secara khusus kalau kita menelusuri pendekatan
yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia maka sejarahnya akan berubah menjadi
suatu pencaplokan paksa dengan memperalat Masyarakat Suku Amungme yang lugu
dengan iming-iming semua makanan-makanan kaleng yang aneh, di mana makanan-makanan
tersebut di kemudian hari dikenal oleh Masyarakat suku Amungme sebagai media
pembodohan yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia terhadap Masyarakat suku
Amungme Kenyataan yang lebih tidak mengenakan bagi Suku Amungme yaitu mengenai
Wilayah kehidupannya yang sebelumnya tenang, bersahaja dan damai, pada akhirnya
terganggu oleh kehadiran Perusahaan Pertambangan, dan saat itu kontrak karya
yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeeport tidak
sedikitpun meminta persetujuan Masyarakat Suku Amungme yang pada faktanya sudah
hidup turun temurun di wilayah itu, seolah-olah Pemerintah Indonesia adalah
satu-satunya penguasa penuh atas wilayah yang telah di-kontrak-karyakan
tersebut, dan sama sekali tidak menganggap keberadaan penduduk Asli yang
tinggal dan hidup serta yang secara sah memiliki wilayah itu.
Apalagi jika dikaitan dengan Undang-Undang yang berlaku antara
lain Undang-Undang Dasar 1945, hak-hak Masyarakat adat yang diakui oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lain-lain. Di balik kesepakatan yang telah
dibuat tersebut ternyata tindakan-tindakan kekerasan terhadap Masyarakat suku
Amungme terus terjadi dan berlanjut sampai sekarang. Kehidupan Masyarakat suku
Amungme sejak tahun 1967 sampai sekarang masih tetap sama. Diperkirakan bahwa
50 tahun mendatang, orang-orang Amungme dan Kamoro akan menjadi orang-orang
termiskin dari orang miskin di Tanah Papua, jika sampai saat ini PT Freeport
tidak memikirkan kelanjutan hidup warga Masyarakat suku Amungme di kawasan PT
Freeport Indonesia pasca masa penambangan.
Saya ingat bahwa apa yang dikatakan Tuarek Natkime itu benar:
"Mereka datang hanya untuk membunuh kami supaya mereka dapat mengambil
semua yang ada di perut bumi ini untuk istri dan anak-anak mereka." Juga
doa yang dipanjatkan Tuarek Natkime sebagai keluhan hatinya
atas apa yang terjadi terhadap Masyarakat Amungme. Dalam doanya, ia berkata
"Mengapa Tuhan menaruh emas dan tembaga di dalam tanah hak ulayat orang
Amungme?" Dari perampasan hak tanah hingga kekayaan didalamnya pernah disampaikan
oleh BRIGJEN Ali Murtopo yaitu : Jakarta sama sekali
tidak tertarik dengan orang Papua, Jakarta hanya tertarik dengan Tanah dan
Kekayaan alam Papua. Jika kalian ingin Merdeka, maka mintalah tempat di Bulan
agar Amerika bisa menaruh kalian di sana. Dan jika kalian menolak Pemerintah
Indonesia, maka saya akan membunuh kalian. (Oleh, Johan
Rumkorem)
Reporter Of Timipotu News
Int. Douw Namukigiba
0 komentar:
Posting Komentar