Mendiang Otto Ondowame dari hutan Papua ke Stockolm Swedia menetap di Vanuatu dan memimpin delegasi Papua di Pertemuan Ujung Tombak Negara-negara Melanesia 2013, di Noumea Kaledonia Baru(Jubi/ist) |
Jayapura, 9/9 (Jubi)-Orang Papua baru
saja tersentak , menundukkan kepala atas kepergian salah satu tokoh pejuang
Papua dari Nemangkawi. Radio New Zealand menyebutnya sebagai pemimpin penting
bagi orang-orang Papua.
Namanya John Otto Ondowame , lelaki Amungme
kelahiran Wanamun, Bumi Amungsa, 30 November 1953. Sejak 2013 bersama
rekan-rekannya di WPNCL berjuang untuk Papua Barat masuk dalam deretan
bangsa-bangsa Ujung Tombak Melanesia.
Rex Rumakiek, salah seorang rekan seperjuang
dari WPNCL mengatakan orang Papua telah kehilangan tokoh penting dan ilmuwan
politik dalam perjuangan Papua Merdeka. Katanya, Ondowame adalah orang yang
berpendidikan tinggi dan datang dari wilayah yang kaya tambang emas,
tetapi memilih hidup sederhana dan bersahaja. Ia tamat dari Universitas
Cenderawasih (Uncen) dan masuk dalam semak-semak hutan rimba, memanggul senjata
dan berjuang demi tanah Papua.
Sayangnya pejuang ujung tombak bangsa Papua
telah pergi menghadap Hai
Yogon Nerek atau Jomun Somun Nerek, Bapak Maha
Kuasa, Maha Baik, Maha Suci yang berada di Surga atau Sang Pencipta dalam
bahasa Amungme.
Dia menghembuskan nafas terakhir pada 4
September lalu di Rumah Sakit di Port Villa Vanuatu, di Pasifik Selatan,
setelah berjuang mempertahankan hidup dari penyakit jantung yang dideritanya.
Ia pergi meninggalkan seorang isteri perempuan asal Fiji dan anak laki-laki
bernama Jacob.
Para pemuda Amungme pada awal 1970 an banyak
yang datang belajar di Kota Jayapura, termasuk John Otto Ondowame mahasiswa
administrasi negara Uncen, Thom Beanal mahasiswa STFT Taburia Padangbulan,
Constan Hanggaibak mahasiswa APDN Yoka, Kelly Kwalik bersekolah di SPG Taruna
Bhakti Waena.
Selesai meraih gelar sarjana muda dari
Universitas Cenederawasih 1976, pilihannya memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Setahun kemudian 1977 pecah peristiwa sosial dan masyarakat Amungme mengungsi
sampai ke tambang Ok Tedi di Papua New Guinea, akibat operasi militer. Seluruh
wilayah pegunungan berkecamuk, pesawat tempur Bronco memborbardir dari udara,
menghilangkan nyawa banyak orang. Peristiwa Kobagma ini menjadi awal tragedi
1977.
John Otto Ondowame bergabung bersama pejuang
Papua Jacob Pray yang juga sarjana muda lulusan Universitas Cenderawasih.
Bertahun-tahun dia berjuang di hutan perbatasan Papua dan Papua New
Guinea(PNG). Sekitar 1983 para pejuang di hutan Papua ini mendapat suaka
politik di Eropa. Jacob Pray dan Otto Ondowame ke Stockolm Swedia dan bergabung
dengan Nick Messet, Indey, Dr Mauri. Sedangkan Zeth Roemkoren mendapat suaka
politik di Yunani.
Orang Amungme selalu mengungkapkan perasaan
mereka dengan memakai kata-kata kiasan yang memiliki arti sangat mendalam.
Mendiang Mozes Killangin tokoh Amungme dalam tulisannya kepada Majalah Triton
1958 mengungkapkan, Pasang Lampu Lekas Antero Masih Gelap. Dalam artikelnya
Guru Mozes Kilangin menegaskan kawasan Akimuga dan Puncak Cartensz masih
tertinggal dan belum pernah ada sentuhan pembangunan dari pemerintah Belanda.
Begitu pula salah seorang putra Amungme,
almarhum Anthon Kelanangame, eks wartawan Tifa Papua dalam skripsi sarjana muda
di Sekolah Tinggi Filsafat Fajar Timur(STFT) berjudul, “Belum Bertanya Sudah
Menjawab”. Artinya, mereka semua belum bertanya kepada masyarakat Amungme sudah
menjawab dengan membuka tambang di kawasan Nemangkawi.
John Otto Ondowame . Laki laki dari Amungme,
patut dikenang sebagai ujung tombak Papua yang runcing, memperjuangkan hak-hak
orang Papua untuk lepas dari belenggu pasca kolonialisme modern.
Meski berjuang dengan segala keterbatasan,
John Otto Ondowame tak lupa untuk belajar, mereguk sumur pengetahuan..
Bayangkan saja dia mampu meraih gelar PhD , political science dari Australian
National University 2000. pendidikan Pasca Sarjana dia selesaikan dari
University of Western Sidney.
Menyimak dari berbagai gelar kesarjaannya,
Otto Ondowame adalah orang yang selalu belajar baik secara otodidak maupun
melalui jalur resmi.
Sangat jarang menemui seorang pejuang Papua
yang berpendidikan tinggi dan mau berjuang untuk orang Papua Merdeka. Bahkan
pertemuan di Noumea, Kaledonia Baru, sangat nampak menegaskan bahwa Otto
Ondowame memegang peran penting untuk melobi Papua Barat, masuk dalam keluarga
besar Ujung Tombak Melanesia.
Lidah Ondonawe sangat fasih berbahasa Inggris,
Swedia dan juga Belanda. Tak heran kalau kemampuan berbahasa asing membuatnya
memiliki kelebihan untuk bernegosiasi dalam diplomasi politik.
Ondowame menulis disertasinya berjudul ’One
people, one soul’: West Papuan nationalism and the Organisasi Papua Merdeka
(OPM)/Free Papua Movement. PhD, RSPAS, ANU, c. 2000. Mendiang Ondowame juga
menulis berbagai artikel tentang Papua terutama tentang hak penentuan nasib
sendiri. (Jubi/Dominggus A Mampioper)
Sumber: tabloidjubi.com
0 komentar:
Posting Komentar