Penderitan Yesus dan penderitaan orang Papua
Penderitaan "yang tersalib"dialami oleh Yesus merupakan bagian dari penderitaan misiologi Allah. Tujuannya adalah teologi kebebasan dan sosial pada rencana soteriologis.
Sedangkan penderitaan ‘yang tersalib’ yang dialami oleh orang Papua adalah penderitaan teologis sosial. Tujuannya adalah demi kepentingan manusia (Indonesia dan dunia). Persoalan fundamental yang kemudian menyebabkan penderitaan yang tersalib bagi orang Papua adalah masalah pengintegrasian (Papua ke dalam NKRI) dan ekologis.
Perjalanan Yesus dari Getsemani ke rumah Pilatus adalah perjalanan manusia Papua dari tahun 1993-1969. Perolok-olokan yang terjadi pada Yesus di rumah Pilatus bagi orang Papua adalah kebebasan politik dari Pangkuan ke Pangkuan (Agus A. Alua).
Sedangkan keputusan oleh orang Yahudi “salibkan dia” (Mat. 27: 22), bagi orang Papua adalah peristiwa Pepera 1969 yang tidak demokratis. Ungkapan orang Yahudi itu bagi Yesus adalah sebuah luka yang harus diterima. Demikian juga peristiwa Pepera, keputusan secara paksa yang harus diterima oleh orang Papua.
Menurut pandangan orang Papua, dituliskan oleh Piet Yobee dalam bukunya “The Happen Slavery Of History In West Papua” bahwa yang menjadi akar persoalan penderitaan orang Papua, bukan masalah kesejahteraan, pembangunan dan infrastruktur, tetapi status politik dan sejarah pengintegrasian Papua (Pepera 1969) yang tidak demokratis.
Persoalan ini yang menjadi bara api dan luka busuk bagi Papua (2019: vii), sebagai salib yang harus dipikul oleh orang Papua. Sementara perjalanan Yesus dari rumah Pilatus menuju Kalvari memperlihatkan perjalanan orang Papua dari tahun 1963-2025. Jatuh-bangun Yesus dalam 14 perhentian adalah jatuh bangunnya orang Papua demi memperjuangkan teologi sosial.
#yeg
#refleksipenjemputanpaskah
#Jalansalib
#refleksisejarapapuadankematianyesus
#Obordusun
#11Feb2025
0 komentar:
Posting Komentar