AYAT-AYAT PAPUA UNTUK KEMERDEKAAN RI
Oleh : Victor Yeimo*
Kemerdekaan sejati dari bangsa Indonesia adalah saat Indonesia menghentikan praktik menjajah bangsa lain dan mengizinkan entitas bangsa lain untuk menemukan jalan menuju kemerdekaannya sendiri.
Kemerdekaan bukanlah hak yang dimiliki Indonesia atas bangsa lain, tetapi tanggung jawab untuk memberi mereka kesempatan untuk meraih kemerdekaan mereka sendiri.
Kemerdekaan bukan sekedar pesta simbolis, melainkan suatu perwujudan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa-bangsa terjajah, termasuk bangsa Papua.
Nasionalisme yang dipaksakan oleh penjajah adalah ironi tragis; simbol-simbol nasionalisme penjajah dipaksa untuk menghilangkan sejarah politik bangsa terjajah.
Penjajah menggunakan instrumentalisme simbolis untuk mencapai tujuan politik ekonomi mereka, dengan menggeser makna simbol-simbol nasional bangsa terjajah.
Pemaksaan simbolis adalah manifestasi dari apa yang Antonio Gramsci sebut sebagai ‘perang ideologi’, di mana penjajah berusaha mengontrol pikiran dan persepsi kolektif bangsa terjajah melalui dominasi simbolik.
Penjajah mengintensifkan upaya pemaksaan nasionalisme simbolis saat mereka menyadari bahwa simbol-simbol tersebut mampu meredam semangat perlawanan dan mengaburkan kesadaran akan realitas penindasan.
Penjajah menggunakan simbol-simbol nasionalnya untuk memperkuat narasi legitimasi kolonial hanya untuk meredam perjuangan pembebasan nasional dari bangsa yang sedang dijajah.
Kontradiksi esensial terjadi ketika satu entitas mengaku merayakan kemerdekaan sambil secara simultan mengekang kemerdekaan bangsa lain melalui praktik penjajahan.
Kemerdekaan yang merayakan kebebasan dan hak asasi manusia seharusnya tidak bisa berdampingan dengan upaya menjajah dan merampas hak-hak bangsa lain.
Paradoks moral terletak pada pernyataan kemerdekaan yang diiringi dengan tindakan penindasan dan dominasi atas hak kemerdekaan bangsa lain.
Simbiosis antara kemerdekaan dan penjajahan memicu dilema filosofis, mempertanyakan apakah kemerdekaan sejati dapat diperoleh sambil mengabaikan hak-hak bangsa lain untuk bebas dari dominasi asing?
Kemerdekaan sebagai konsep universal menuntut agar sebuah entitas tidak hanya merefleksikan kedaulatannya sendiri, tetapi juga menghormati kedaulatan dan hak asasi bangsa-bangsa lain.
Bagaimana mungkin rakyat Papua dipaksa menikmati embusan kebebasan, sambil terbelit oleh rantai penjajahan yang mencekik? Itu seperti memadukan lagu kebebasan dengan irama penjajahan.
Bagaimana bisa anda merayakan kemerdekaan sambil menjajah bangsa lain? Itu seperti membangun istana di atas tanah yang penuh penjajahan, tidak akan pernah kokoh dan abadi.
Kemerdekaan yang disajikan oleh penjajah kepada rakyat terjajah seperti pohon tanpa akar, hanya menawarkan buah-buah pahit bagi jiwa yang haus akan kebebasan sejati.
Merayakan ‘kemerdekaan’ penjajah adalah seperti menari dengan bayangan di tembok penjara, tanpa pernah merasakan hembusan angin kebebasan.
Seperti melihat pelangi palsu di tengah hujan asin, memaksakan rakyat terjajah merayakan kemerdekaan penjajah hanyalah pesta ilusi di tengah kenyataan yang kelam.
Kami mengucapkan selamat atas kemerdekaan kalian, sambil berharap suatu hari nanti juga akan tiba saat kami bisa menyanyikan lagu kemerdekaan kami sendiri.
Sementara kalian merayakan kemerdekaan, ingatlah bahwa kami juga memiliki impian untuk melihat bendera kami berkibar dengan bangga di angkasa Papua.
Rayakanlah kemerdekaan Anda, namun jangan lupakan bahwa kebebasan adalah hak setiap bangsa, termasuk kami yang masih terjajah.
Merayakan kemerdekaan adalah hak Anda, tapi ingatlah bahwa takdir sejarah tak pernah abadi. Hari kami juga akan tiba.
Sementara anda merayakan kemenangan, kami merayakan semangat perlawanan yang takkan padam, hingga kami mendapatkan apa yang hakiki.
Kemerdekaan anda tidak memadamkan api semangat kami; ia justru menginspirasi tekad kami untuk menggapai kemerdekaan dari tangan kolonialisme.
Tanah terjajah 2023
Penulis adalah Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat, saat ini mendekap di Lembaga Pemasyarakatan Abepura.
0 komentar:
Posting Komentar