Luna”Lani berpidato |
Mengingat Heni “Luna”Lani
SEORANG AKTIVIS PEREMPUAN Papua, Heni Lani, sempat jadi buruan utama pihak polisi dan militer Papua, pasca terjadinya tragedi Universitas Cenderawasih, pada 16 Maret 2006, yang menewaskan empat brimob dan seorang intel AU.
Nyawa Heni dkk., jelas terancam meski dia bukan pelaku tindak kekerasan sama sekali. Heni dkk., terpaksa lari berlindung ke hutan di Pegunungan Tengah. Dan, diam-diam bersama Maya serta Fauzan dari PBHI, dibantu kawan-kawan Papua, aku berusaha menjemput serta menyelamatkannya dari perburuan pihak brimob yang mengamuk begitu rupa, sampai ada jam malam di Jayapura di hari-hari itu.
Heni sangat dikenal sebagai juru bicara Gerakan Mahasiswa Papua, "Parlemen Jalanan" dan Pepera PB, yang melakukan demo besar-besaran di Universitas Cenderawasih saat itu.
Lalu di penginapanku di Jayapura, aku beri Heni pakaian seperti turis "Black American" (dengan sepatu hak tinggi, bibir merah, pakai wig agak merah) berhasil kuloloskan keluar dari Papua via bandara Sentani, Jayapura. Padahal waktu itu bandara dipenuhi dengan brimob, (termasuk di dalam pesawat!) dipimpin langsung oleh Wakapolda, Paulus Waterpauw.
Sampai di Jakarta, Heni masih dikejar. Kulindungi dengan caraku.
Heni mengalami kehidupan baru di luar Papua, dengan segala kerendahan hati dan sikap keras kepalanya. Dia "survived".
Di luar Papua, nama Heni kuganti menjadi "Luna". Sambil senyum, Heni mengiyakan setuju, menyadari bahwa nama "Luna" itu dari nama "Luna Maya" artis ibukota yang namanya lagi beken.
Syukurlah "Luna" jadi lebih tenang apalagi banyak dibantu kawan-kawan aktivis yang beraneka di Jakarta.
Kemudian Luna menikah dan punya seorang anak dengan Octavianus, orang Papua asal suku Mee, yang tinggal di Bandung. Sejak itu aku kehilangan jejaknya.
Luna memang berkepribadian keras, punya prinsip yang teguh. Meski sering menderita dalam hidupnya, Luna suka sekali mendalami hal-hal yang spiritual. Dia kelahiran kampung Uwelesi (suku yang cukup terkenal di Wamena), Jayawijaya, tahun 1985.
Luna juga sering bicara soal hak perempuan di Papua maupun tempat lain. Dia memperjuangkan hak sebagai perempuan dengan tampil sebagai "pemimpin", ya sering juga Luna jadi komandan lapangan dalam berbagai demontrasi.
Menurut Andreas Harsono (seorang aktivis dari Human Rights Watch yang juga pernah membantu Luna), Luna pernah menulis, "Setiap hari saya suka bermimpi, '... sedang hidup dalam tatanan masyarakat dunia yang tanpa kelas dimana semua manusia hidup nyaman, adil dan sejahtera serta saling menghormati satu sama lain.'"
Luna membantu Filep Karma, tahanan politik Papua, ketika Filep Karma berobat di Jakarta pada 2010.
Tahun 2014 dia datang lagi ke aku di Jatinegara dalam keadaan sakit berat, dan ditinggal cerai sama lakinya, dan dipisahkan dengan anak kandungnya. Bersama dengan teman-teman Ciliwung Merdeka, Luna aku rawat di Kebon Pala. Dia kena tubercolosis dan gelaja typus serta komplikasi lainnya sampai tubuhnya kurus sekali, hampir lumpuh. Luna kecewa dengan minimnya akses kesehatan di Tanah Papua. Walau de facto tanah airnya memberikan begitu banyak pada Jakarta.
Aku belikan dia buah merah dari tanah Papua. Setelah 3 bulan Luna sembuh. Dia jalan lagi. Aktif sebagai aktivis gerakan Papua. Kudengar Luna tinggal di Bogor.
Kadang ia masih kontak aku. Atau telpon entah dari mana, sekadar menceritakan keadaannya saat itu. Tapi terakhir lama sekali kami tidak saling kontak.
Waktu aku ke Papua dua minggu lalu, aku dengar Luna pulang ke Wamena Papua. Dan aku benar-benar terkejut, sedih, tadi pagi aku dengar kabar Luna, ya Heni Lani meninggal dunia!
Kata kawan-kawan di Sorong, Heni masuk ICU jam 03.00 dan meninggal dunia jam 04.00. Heni mengalami sesak nafas dan malaria tropica, yang langsung menyerang otak.
Selamat jalan adik "Luna" Heni Lani..!
Bagaimanapun aku sedih kamu cepat pulang..!
Terima kasih atas segala perjuangan dan pengorbananmu yang begitu gigih sampai di ujung ajal, sahabat muda..!
Jakarta, 15 April 2018
I. Sandyawan Sumardi
http://tabloidjubi.com//artikel-15498-mengingat-heni-“luna”lani.html?
Disposkan oleh: Suara Wiyaimana Papua
0 komentar:
Posting Komentar