LONDON, SATUHARAPAN.COM - Sebuah tim yang
terdiri dari enam perenang warga negara Inggris sedang disiapkan untuk
merenangi Danau Jenewa, Swiss sepanjang 69 kilometer. Mereka akan
membawa petisi yang menyerukan dimasukkannya kembali Papua ke dalam
daftar dekolonisasi PBB dan diselenggarakannya referendum penentuan
nasib sendiri Papua. Mereka akan menyerahkan petisi tersebut kepada
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres di markas PBB di Jenewa.
Rencana ini disampaikan oleh Benny Wenda, juru bicara kelompok yang
oleh Indonesia dicap sebagai separatis karena membawa aspirasi penentuan
nasib sendiri, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny
Wenda, di London, 24 Januari lalu.
Aksi yang dinamai Swim for West Papua itu direncanakan dilaksanakan
pada Agustus mendatang dan menurut Benny Wenda, aksi ini untuk
menunjukkan bahwa isu Papua adalah isu kemanusiaan, bukan masalah
Pasifik atau Melanesia saja.
Belum ada data rinci tentang nama-nama perenang yang akan turut serta serta kualifikasi mereka. Radionz.co.nz
menampilkan gambar peluncuran aksi ini yang menunjukkan Benny Wenda
sedang berdiri bersama sejumlah tokoh yang mendukung aspirasi penentuan
nasib sendiri Papua. Tiga pria yang akan berenang tersebut ada dalam
gambar. Namun nama-nama mereka hanya disebut dengan singkat yaitu, Tim,
Tom dan Joel.
Sementara itu di youtube, dalam bagian kampanye Swim for West,
seorang pria bernama Joel tampil dalam video untuk menjelaskan program
ini, bergantian dengan Benny Wenda. Tidak ada penjelasan tentang siapa
Joel. Namun dalam video itu, Joel mengatakan ia dan lima orang rekannya
akan berenang menyusuri Danau Jenewa sepanjang 69 km membawa petisi
penentuan nasib sendiri dan menyerahkannya kepada PBB.
Kampanye global petisi terbuka secara online itu diluncurkan pada 24
Januari lalu, di London, oleh Free West Papua Campaign, sebuah kelompok
yang berafiliasi dengan ULMWP, dihadiri antara lain Lord Harries of
Pentregarth, mantan anggota parlemen Inggris yang juga satu dari pendiri
International Parliamentarians for West Papua (IPWP). Petisi online
tersebut akan dibuka sampai Agustus, saat mana petisi tersebut akan
diserahkan kepada PBB.
Selain menyerukan dimasukkannya kembali Papua ke dalam daftar
dekolonisasi PBB, petisi juga menyerukan kepada PBB untuk menunjuk
seorang wakil khusus untuk menyelidiki situasi hak asasi manusia di
Papua, serta untuk mengawasi proses penentuan nasib sendiri.
Disebutkan, tujuan petisi adalah untuk menunjukkan dukungan
internasional yang berkembang kepada Papua untuk memiliki kesempatan
memutuskan masa depan mereka sendiri. Dikatakan, bahwa upaya mereka juga
berguna untuk menumbuhkan dukungan diplomatik bagi dilaksanakannya
penentuan nasib sendiri, yang diatur dalam Resolusi Sidang Umum PBB 1513
dan 1541.
Lord Harries of Pentregarth pada saat peluncuran mulai dibukanya
petisi, membagikan pernyataan dukungan dari Uskup Agung Emeritus Desmond
Tutu yang mengecam kurangnya perhatian media internasional tentang
Papua.
Dia juga memuji tim renang yang akan melaksanakan misinya dan
menyatakan solidaritasnya dengan rakyat Papua. "Kita hidup di berbagai
wilayah di dunia, tapi kita adalah satu keluarga."
Perhatian warga asing terhadap isu Papua tampaknya berkembang di
sejumlah negara. Dari Australia diberitakan hari Jumat lalu seorang WN
Australia didenda, ditahan untuk kemudian dilepaskan oleh polisi karena
tidak mematuhi perintah polisi tatkala berunjuk rasa di depan Kedubes
Indonesia di Canberra.
Adrian van Tonder, nama sang mahasiswa, melakukan unjuk rasa bersama
puluhan orang lainnya, dengan berbaring di jalan di depan Kedubes,
seraya menutupi badan mereka dengan kain putih dilumuri cat merah.
Adrian van Tonder tidak mengindahkan perintah polisi untuk pindah
karena menghalangi arus lalu lintas. Akibatnya hakim memberikan hukuman
denda dan sempat ditahan.
Kampanye penentuan nasib sendiri Papua terus digemakan oleh ULMWP di
luar negeri dan menunjukkan meningkatnya perhatian masyarakat
internasional. Namun di sisi lain upaya ULMWP untuk meyakinkan
negara-negara Pasifik dan Melanesia kelihatannya jauh dari yang mereka
harapkan, terlihat dari tertundanya keputusan Melanesian Spearhead Group
(MSG) untuk mengesahkan keanggotaan mereka.
Pernyataan Benny Wenda yang menekankan bahwa masalah di Papua adalah
masalah kemanusiaan bukan masalah Pasifik dan Melanesia saja,
menyiratkan keinginan untuk menjajaki dukungan lebih luas, ketimbang
fokus kepada negara-negara Pasifik dan Melanesia, sebagaimana telah
mereka lakukan.
Pemerintah Indonesia belum mengeluarkan pernyataan atas langkah ULMWP
ini. Namun sejumlah netizen mengatakan bahwa petisi online yang tengah
digagas oleh ULMWP ini tidak dapat diakses dan kuat dugaan ada
pemblokiran.
Editor : Eben E. Siadari
0 komentar:
Posting Komentar