LONDON, SATUHARAPAN.COM - Isu pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) di Papua tampaknya tak terbendung lagi untuk menjadi
perhatian dunia. Semakin banyak tokoh mancanegara yang memberi
perhatian pada masalah ini. Indonesia tampaknya harus semakin bekerja
keras untuk mengupayakan dialog untuk meredamnya.
Sebuah amunisi baru bagi mereka yang mengangkat masalah pelanggaran
HAM di kancah internasional, baru saja datang dari terpilihnya tokoh
Inggris dan aktivis HAM negara itu, Peter Tatchell. Ia terpilih sebagai
penerima Gandhi International Peace Award, penghargaan bagi tokoh yang
berjuang memperjuangkan perdamaian secara nonkekerasan. Ia diganjar
penghargaan itu atas pengabdiannya bagi kerja-kerja pembelaan HAM selama
50 tahun di Inggris dan di seluruh dunia.
Yang menarik, Tatchell mendedikasikan kemenangannya ini untuk
pembebasan Papua. Ketika menerima penghargaan itu di London pada 31
Oktober, ia memanfaatkan separuh dari pidatonya berbicara tentang
pelanggaran HAM di Papua. Kritik pedas terhadap Jakarta mendominasi
pidatonya tentang Papua.
Tatchell menerima penghargaan tersebut dalam sebuah upacara di House
of Parliement di London, Inggris. Yang menyerahkan kepadanya adalah
pengacara HAM Inggris yang terkemuka, Helena Kennedy QC, yang juga
merupakan anggota parlemen Inggris.
"Menerima penghargaan ini adalah kehormatan besar. apresiasi yang
mendalam saya kepada Gandhi Foundation," kata Tatchell, dikutip dari scoop.co.nz.
"Saya mendedikasikan penerimaan saya atas penghargaan ini kepada
orang-orang heroik di Papua (Barat) dan perjuangan pembebasan mereka
melawan penjajahan dan dan pendudukan militer. Sejak aneksasi oleh
Jakarta pada tahun 1969, setidaknya 100.000, dan mungkin 400.000, orang
Papua telah meninggal," kata Tatchell, dalam pidato penerimaan
penghargaan itu.
Berjuang 50 Tahun
Gandhi Foundation, lembaga yang memberikan penghargaan itu,
mengatakan Peter Tatchell secara konsisten selama beberapa dekade
memperjuangkan dan mempromosikan HAM dan hak LGBT. Tatchell, yang
merupakan pendiri Peter Tatchell Foundation,
dinilai telah membantu untuk membangkitkan pemahaman yang lebih besar
dalam pikiran publik akan isu-isu penting dan menciptakan kondisi untuk
memungkinkan hukum dilaksanakan dalam melindungi kelompok minoritas.
"Dia secara konsisten berada di garis depan gerakan progresif, dari
anti-apartheid hingga hak-hak Palestina, perlucutan senjata nuklir,
reformasi demokrasi di Timur Tengah dan kampanye melawan undang-undang
anti-teror kejam di Inggris," demikian pernyataan Gandhi Foundation.
"Dia telah mencapai ini melalui keyakinannya atas protes
non-kekerasan, yang merupakan prinsip-prinsip yang dianut oleh Mahatma
Gandhi," lanjut pernyataan itu.
"Dewan Pengawas Gandhi Foundation juga memperhitungkan keberanian pribadinya dalam menghadapi prasangka dan menempatkan dirinya kadang-kadang di jalan serangan kekerasan tetapi tidak pernah membalas dengan kekerasan.
Dia telah berulang kali mempertaruhkan dirinya dalam penangkapan dan
penahanan untuk mengekspos ketidakadilan, dan telah dipandang sebagai
panutan oleh banyak aktivis hak asasi manusia," demikian pernyataan
Gandhi Foundation.
Berjuang Sejak Usia 15 Tahun dengan Prinsip Kasih
Tatchell mengatakan penghargaan yang diterimanya dia pandang sebagai
pengakuan atas setengah abad bekerja untuk HAM, dimulai pada tahun 1967
ketika ia berusia 15 tahun.
"Tapi, tentu saja, perubahan apapun yang telah membantu membawa saya,
ia tidak pernah dicapai oleh saya sendiri. Saya adalah bagian dari,
upaya kolektif bersama Gay Liberation Front, Anti-Apartheid Movement,
Campaign for Nuclear Disarmament, OutRage! dan belasan kelompok kampanye
lain yang telah saya dukung selama beberapa dekade," kata dia.
"Terima kasih saya kepada semua orang-orang untuk kebaikan mereka,
kemurahan hati dan dukungan selama beberapa dekade. Hal ini jauh lebih
dihargai - dan berharga," kata dia.
Menurut dia, perjuangan non-kekerasan Gandhi yang sukses terhadap
kekuasaan kolonial Inggris di India telah menjadi inspirasi abadi
sepanjang 50 tahun kampanye HAM yang dia lakukan.
"Memaksa Inggris keluar dari India - pada saat Inggris adalah negara
adidaya militer terbesar dalam sejarah dan bertekad untuk melanjutkan
kekuasaan kekaisaran - itu luar biasa. Tapi itu semua lebih luar biasa
lagi karena metode Gandhi mencapai pemerintahan sendiri dan kebebasan
tanpa mengganggu bahkan satu helai rambut di kepala tentara Inggris.
Gandhi menunjukkan potensi yang besar dari kekuatan damai rakyat," tutur
dia.
Ia menggaris bawahi bahwa kasih merupakan energi yang tak tergoyahkan.
"Mengikuti jejak Gandhi, motif usaha hak asasi manusia saya adalah
kasih. Saya mengasihi orang lain. Saya suka kebebasan, kesetaraan dan
keadilan. Satu-satunya perjuangan pembebasan yang layak diperjuangkan
adalah perjuangan yang terinspirasi oleh kasih. Kasih adalah awal,
tengah dan akhir pembebasan. Tanpa kasih, tidak ada pembebasan layak
disebut," kata dia.
Prinsip-prinsip nonkekerasan, menurut Tatchell, telah ia aplikasikan
dalam berbagai aksi yang ia lakukan. Berbagai aksi yang sudah ia
alakukan, termasuk aksi protes memperjuangkan hak LGBT di Jerman Timur
(1973), melawan upaya penangkapannya atas perintah Presiden Mugabe dari
Zimbabwe (1999 and 2001), seruan agar pasukan Inggris menolak penggunaan
nuklir (1985), kritik terhadap 10 uskup Anglikan atas kolusi munafik
mereka terhadap homofobia gereja (1994), protes terhadap Tony Blair atas
perang Irak (2003), protes terhadap pelarangan pawai gay di Moskow
(2007) dan upaya memblokade limousine diktator militer Pakistan, Pervez
Musharraf (2008).
Dipersembahkan untuk Papua
Dalam pidatonya kemenangan itu, Tatchell cukup panjang lebar
berbicara tentang Papua, dengan kritik yang sangat pedas terhadap
Jakarta.
Ia antara lain menuduh program transmigrasi ke Papua "sengaja
dirancang untuk membuat orang Papua menjadi minoritas di tanah mereka
sendiri."
Menurut dia, pelanggaran HAM di Papua meluas termasuk penangkapan
massal. Ia mengeritik hukum di Indonesia, yang dengan mengibarkan
bendera bintang kejora saja, orang bisa dihukum 10 sampai 15 tahun.
Di bagian akhir pidatonya, ia mengatakan dirinya berbagi solidaritas dengan rakyat Papua dan hak untuk menentukan nasib sendiri.
"Indonesia harus setuju referendum yang diawasi oleh PBB bagi
masyarakat asli Papua, untuk membiarkan mereka memutuskan apakah mereka
ingin tetap menjadi bagian dari Indonesia atau merdeka."
ia menyerukan agar penjualan senjata oleh Barat ke Indonesia
dihentikan. Demikian juga dengan eksploitasi ekonomi asing yang luas
atas sumber daya emas, tembaga, minyak, gas dan kayu. Menurut dia,
eksploitasi itu berlangsung tanpa persetujuan dari rakyat Papua.
Pada kesempatan itu, ia juga memperkenalkan Maria dan Koteka Wenda
yang mewakili gerakan pembebasan Papua. "Mereka adalah pengungsi,
pejuang dan keluarga dari pemimpin kemerdekaan Papua, Benny Wenda.
Selamat datang kepada Maria dan Koteka, "kata Tatchell.
Sebagai catatan, Benny Wenda, juru bicara United Liberation Movement
for West Papua (ULMWP), yang memperjuangkan hak menentukan sendiri bagi
Papua, sampai saat ini tinggal di Inggris. Sejumlah tokoh Inggris telah
menyatakan dukungan bagi hak penentuan nasib sendiri bagi Papua. Di
antaranya, tokoh gereja Inggris, Richard Douglas Harries, atau yang
lebih dikenal sebagai Lord Harries of Pentregarth, dan Ketua Partai
Buruh, Jeremy Corbyn.
Tentang Gandhi Foundation
Gandhi Foundation adalah sebuah lembaga amal terdaftar di Inggris
yang bertujuan untuk menyebarkan pengetahuan dan pemahaman tentang hidup
dan karya Mahatma Gandhi.
Tujuan utama lembaga ini adalah menjelaskan dan menunjukkan relevansi dari aksi dan pandangan Gandhi dewasa ini.
Hal itu dilakukan dengan mempromosikan nonkekerasan ketimbang perang
dan agresi; ekonomi egaliter yang menekankan kepada ketahanan sendiri,
kerjasama dan kepercayaan.
Lembaga amal ini juga mempromosikan gaya hidup sederhana, menghindari
pencarian tak berkesudahan terhadap kepemilikan harta dan pengalaman
semu. Cara ini dipandang sebagai langkah mendasar untuk melindungi
sumber daya bumi
dan ekologi.
dan ekologi.
Gandhi Foundation telah memberikan penghargaan Gandhi International Peace Award sejak tahun 1998.
Editor : Eben E. Siadari
Baca juga:
0 komentar:
Posting Komentar