Aksi masyarakat Kepulauan Solomon memberikan dukungan pada ULMWP di Honiara, Juli 2016 - Jubi/Victor Mambo |
“Berita soal
pemerintah Indonesia bertaruh melawan para pendukung West Papua bagi
saya sama sekali tidak mengejutkan,” kata seorang pejabat tinggi senior
tersebut yang tak disebutkan namanya kepada Solomon Times, Selasa
(1/11/2016).
Jayapura, Jubi – Pernyataan Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Racudu,
yang memperingatkan para pendukung West Papua di kawasan Pasifik,
khususnya Kepulauan Solomon, untuk tidak mengintervensi urusan Indonesia
di Papua ditanggapi santai oleh pejabat tinggi pemerintahan Negara
Kepulauan Solomon.
“Berita soal pemerintah Indonesia bertaruh melawan para pendukung
West Papua bagi saya sama sekali tidak mengejutkan,” kata seorang
pejabat tinggi senior tersebut yang tak disebutkan namanya kepada
Solomon Times, Selasa (1/11/2016).
Dia juga mengatakan tidaklah bijaksana mengatakan pihaknya sedang
mengintervensi urusan internal Indonesia. “Kami hanya mengangkat
persoalan yang menjadi perhatian kami terkait situasi saudara-saudari
Melanesia West Papua,” ujarnya.
Sebagai sama-sama anggota PBB, lanjut dia, penghormatan terhadap Hak
Asasi Manusia(HAM) adalah salah satu kunci utama Piagam PBB. “Itulah
sebabnya kami meminta PBB untuk mengirimkan tim penilai independen untuk
mencari tahu fakta-fakta di lapangan dan untuk melaporkannya kembali ke
seluruh anggota.” katanya.
Pihaknya sama sekali tidak menganggap permintaan itu mustahil, dan
hal itu juga bukan hal baru di PBB karena menjadi bagian proses yang
ditetapkan PBB. "Untuk itulah Kepulauan Solomon dan negeri-negeri
Pasifik lainnya meminta PBB menggunakan mekanisme tersebut," ungkap
pejabat itu.
Pernyataan Menteri pertahanan Indonesia minggu lalu itu kini mendapat
respon balik dari masyarakat sipil Australia dan Kepulauan Solomon.
Respon masyarakat sipil Australia
Ryamizard dalam Forum Dialog 2+2 yang keempat antar pemerintah
Indonesia dan pemerintah Australia, seperti dilansir CNN Indonesia Kamis
(27/10/2016) lalu menyoroti 'tangan-tangan' dari negara lain yang
dinilai mencampuri urusan Papua.
"Saya sampaikan kepada Australia, menegur saja, saya sudah bilang
dari awal, saya tidak pernah ikut campur urusan negara lain. Negara lain
juga tidak perlu ikut campur urusan kita (Indonesia)," kata Ryamizard
di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (27/10/2016).
Hal itu dikritik sebagai salah paham oleh peneliti dari Universitas
Nasional Australia, Program Society and Governance in Melanesia, Stewart
Firth kepada RNZI, Selasa (1/11/2016).
"Mereka adalah negara-negara berdaulat. Khususnya terkait Kepulauan Solomon, negara itu berhak mengangkat persoalan West Papua sebagai negara berdaulat juga, dan Australia tidak berada dalam posisi yang baik untuk menganjurkan mereka hal berbeda,” ujar Dr. Firth.
"Mereka adalah negara-negara berdaulat. Khususnya terkait Kepulauan Solomon, negara itu berhak mengangkat persoalan West Papua sebagai negara berdaulat juga, dan Australia tidak berada dalam posisi yang baik untuk menganjurkan mereka hal berbeda,” ujar Dr. Firth.
Menurut dia bantuan bilateral Australia kepada negara itu tidak lantas
membuat negaranya dapat menentukan kebijakan luar negeri negara lain.
Sementara Joe Collins, penggerak Australia Papua Association
(AWPA)-Sydney juga angkat bicara terkait permintaan Jakarta tersebut.
“Ini permintaan memalukan. Sudah jadi kewajiban seluruh bangsa di dunia
yang peduli pelanggaran HAM tak saja di West Papua melainkan juga
dimanapun itu terjadi,” kata dia seperti dikutip Solomon Star, Rabu
(2/11/2016).
“Justru Kepulauan Solomon dan enam negara Pasifik lainnya yang sudah
peduli mengangkat masalah pelanggaran HAM Papua ke Sidang Majelis Umum
PBB ke-71 lalu itu harus dihargai dan karena telah berani berbicara
untuk West Papua,” kata Collins.
Dia justru menyayangkan pemerintah Australia sendiri yang tidak
mengikuti jejak Pasifik untuk turut mengecam pelanggaran HAM yang terus
terjadi di Papua oleh militer Indonesia.
Isu MSG
Dr. Firth juga menduga sensitivitas Jakarta terkait isu West Papua
ini sangat tampak dari banyaknya perwakilan dari kementerian yang
berbicara terkait persoalan itu.
"Apa yang mengkhawatirkan Indonesia adalah persoalan keanggotaan di
Melanesian Spearhead Group (MSG) belakangan ini mereka asumsikan memberi
nilai politik simbolik bagi aktivis-aktivis pro kemerdekaan Papua,”ujarnya dengan mengambil contoh peningkatan penangkapan aktivis pro MSG
di West Papua sebagai wujud nyata kekhawatiran tersebut.
Senada dengan itu, pejabat tinggi Solomon tersebut tetap menyerahkan
keputusan keanggotaan West Papua di Melanesian Spearhead Group (MSG)
kepada para anggota MSG sendiri.
“Ini kan sama saja dengan keanggotaan terhadap FLNKS-Kalaedonia Baru
di MSG, persis, dan faktanya (keanggotaan) ini justru sejalan dengan
pendirian MSG,” ujar pejabat senior itu.
Dia mengatakan Perancis juga pada awalnya tidak suportif terhadap
gagasan FLNKS untuk bergabung ke MSG, “tetapi mungkin mereka sadar
pentingnya membiarkan FLNKS mengangkat persoalan mereka di forum yang
tepat,” ujarnya.
Solomon memiliki ikatan kebudayaan dan sejarah yang kuat dengan
rakyat West Papua, sehingga, lanjut dia, “kami tidak bisa berpangku
tangan ketika dugaan pelanggaran HAM mengemuka lagi dan lagi. Karena itu
kami gunakan segala macam forum yang tepat untuk mengangkat masalah
ini, bukan untuk intervensi tetapi mengingatkan diri kami sendiri atas
kewajiban kami terhadap nilai-nilai dan prinsip unviersal tertentu.”(*)
Sumber:www.tabloidjubi.com
0 komentar:
Posting Komentar