Menurut
keterangan pengacara Obby Kogoya dari LBH Yogyakarta, Emanuel Gobay,
yang dihubungi via telpon Rabu (31/8/2016), sejak awal mereka memasuki
ruang persidangan dua orang aparat provos bersenjata pistol sudah ada di
dalam ruangan, masing-masing di samping termohon dan pemohon.
“Lalu sebelum hakim memasuki ruangan, ada 4 orang brimob lengkap dengan senjata laras panjang berdiri di belakang hakim,” ujar Emanuel yang kemudian mengajukan keberatan kepada Hakim Bagindo Rajoko Harahap, sebelum yang bersangkutan membacakan putusan sidang.
“Lalu sebelum hakim memasuki ruangan, ada 4 orang brimob lengkap dengan senjata laras panjang berdiri di belakang hakim,” ujar Emanuel yang kemudian mengajukan keberatan kepada Hakim Bagindo Rajoko Harahap, sebelum yang bersangkutan membacakan putusan sidang.
“Kami meminta hakim untuk mengarahkan empat orang bersenjata itu keluar
ruangan, sebagai penghormatan terhadap sidang yang harus bersih dari
senjata,” ujarnya.
Selanjutnya hakim memang mengarahkan keempat orang tersebut untuk
meninggalkan ruang sidang, sambil mengatakan bahwa dirinya (hakim) pun
sebelumnya turut diperiksa. “Hakim bilang, dia sendiri tidak tahu menahu
sama sekali terkait kehadiran mereka, apakah pertimbangan pengadilan
atau inisiatif kepolisian, yang pasti dirinya belum tahu,” kata Emanuel
menirukan ucapan hakim Bagindo kepadanya.
Bagi pengacara Obby yang asli Papua ini, peristiwa kehadiran keempat
orang aparat tersebut adalah pelecehan terhadap ruang sidang yang mulia,
“orang-orang bersenjata di ruang sidang itu penghinaan terhadap
pengadilan,” tegasnya.
Keempat aparat berimob tersebut memang meninggalkan ruang sidang, namun 2
orang provos tetap berada di ruangan dari awal sampai akhir
persidangan.
Emanuel Gobay menjelaskan bahwa kehadiran aparat bersenjata ini sudah
dua kali terjadi di persidangan Obby Kogoya. Selain sidang yang baru
lalu, persidangan pembuktian pada Jumat (26/8) juga dicemari oleh
kehadiran saksi-saksi fakta termohon yang mengantongi senjata.
“Kami sempat meminta hakim juga untuk mengamankan senjata mereka,” ujar
Emanuel. Dirinya juga sangat kecewa atas fakta begitu ketatnya
pengamanan peradilan di dalam dan luar sidang, padahal Obby adalah
korban dan mahasiswa biasa saja.
Hal itu dibenarkan Imam Ghazali, seorang reporter LPM Ekspresi UNY Yogyakarta, yang hadir pada sidang tersebut.
“Sidang putusan Obby Kogoya terlalu berlebihan jika dijaga aparat
bersenjata dengan sangat ketat, bahkan aparat memasuki ruang sidang.
Tindakan seperti itu, menunjukkan bahwa aparat tidak mematuhi hukum yang
berlaku dalam persidangan. Tindakan seperti itu justru tidak sesuai
dengan tujuan aparat sebagai penegak hukum, tapi justru melanggar hukum
yang berlaku di persidangan,” ujarnya melalui pesan singkat ketika
dihubungi Jubi Rabu (31/8) sore.
Bahkan, lanjutnya, lebih banyak aparat yang hadir ketimbang warga.
Putusan Pengadilan
Hakim Pengadilan Sleman yang berkeputusan menolak praperadilan Obby dan
membenarkan tindakan penangkapan polisi, menurut pernyataan sikap LBH
Yogyakarta sebagai pengabaian fakta-fakta krusial secara keseluruhan.
“Padahal selama persidangan sesungguhnya terkuak sejumlah fakta tidak
masuk akal dalam proses penetapan tersangka itu,” demikian menurut LBH
Yogyakarta.
Fakta pertama, lanjut LBH, seluruh alat bukti yang dijadikan dasar oleh
polisi untuk mentersangkakan Obby Kogoya tidak diperoleh dalam tahapan
penyidikan. Lalu, ada senjata di dalam ruangan, yang seharusnya Komisi
Yudisial bisa melihat hal ini sebagai pelecehan pengadilan. Fakta
lainnya juga alat bukti surat berupa visum et repertum tidak punya
kekuatan pembuktian.
“Kami tegaskan sekali lagi bahwa Obby Kogoya tidak pernah melakukan
kekerasan terhadap petugas, penetapan tersangka Obby Kogoya sarat dengan
manipulasi, dan selama persidangan tampak sekali arogansi dan
diskriminasi rasial yang dilakukan oleh polisi,” demikian pernyataan
tersebut.
Terkait keputusan pengadilan tersebut Emanuel Gobay akan melanjutkan
pendampingan terhadap Obby Kogoya. “Saat ini sementara masih tahanan
kota ya. Kami sudah minta penangguhan penahanan dengan jaminan seorang
mahasiswa. Kalau dililimpahkan ke kejaksaan kami akan lanjutkan
permintaan penangguhan itu karena yang bersangkutan masih mahasiswa
aktif,” tegas Emanuel.
Pihaknya juga sudah mendapatkan bukti video dan foto terkait pelaku
penganiayaan oleh aparat yang akan mereka gunakan untuk advokasi
selanjutnya. “Ini meyakinkan kami, ditambah beberapa saksi bahwa mereka
tidak melihat Obby melakukan tindakan apa-apa. Saksi kami bahkan melihat
Polisi yang melakukan penganiayaan, pengeroyokan dan pemukulan,”
ujarnya.
Ditanyakan terkait kondisi psikologi Obby Kogoya, yang masih berusia 20
tahun itu, Emmanuel mengatakan sejauh ini dia dalam keadaan baik-baik.
“Saya siap jalankan proses ini karena pada dasarnya saya memang tidak
melakukan kejahatan apa-apa,” ujar Emanuel menirukan perkataan Obby pada
dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar