Perbincangan antara para tapol, Benny Giay dan Staff Khusus Presiden. Foto: Aprila |
Jayapura, MAJALAH
SELANGKAH -- Judith, salah satu Staft Kepresidenan Republik Indonesia
didampingi seorang aktivis Kemanusiaan Papua di Jakarta, Ruth Ogetay
mengunjungi Filep Karma dan tahanan politik lainnya di Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) Abepura, Jayapura, Papua, Selasa (05/05/2015) sekaligus untuk
membicarakan rencana pembebasan Tapol di seluruh tanah Papua.
Menurut Judith,
persoalan atas pembebasan Tapol diminta tidak mediasi untuk menjaga adanya
pihak lain memanfaatkan momen tersebut. "Ini jangan dimediasi dulu karena
takut dimanfaatkan oleh musuh-musuh pak Jokowi," kata Staff Kepresidenan
ini.
Pada kesempatan itu,
kepada Filep Karma, Benny Giai yang juga adalah Ketua Sinode Gereja Kingmi di
Tanah Papua (GKIP) mengatakan kahdiran dirinya di lapas Abepura sebagai seorang
gembala, "Filep, saya datang sebagai Gembala. Siapkan ko untuk keluar dan
kembali melihat dunia luar," kata Benny kepada Filep.
"Untuk Judith,
saya tidak tau dia asalnya dari mana, karena nama juga saya baru dengar. Jadi,
saya mau bilang bahwa saya kunjungi ke tapol di lapas dari sisi Gembala dan dia
dari sisi NKRI," jelas ketua Sinode GKIP ini.
Latifa Anum Siregar,
Direktris Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) kembali mempertanyakan
pembebasan yang akan diberikan kepada masing-masing tapol. "Saya mendengar
isu soal pembebasan Tapol itu sudah sejak awal tahun, sebulan yang lalu juga
ada informasi ke arah itu, cuma masih ada perbedaan, antara mereka itu mau
diberikan Grasi atau Amnesty?" tanya Siregar
Ia meminta Jokowi
untuk perlu mengambil ketegasan soal pembebasan Tapol seperti dilakukan Gusdur
pada masa kepemimpinannya. Karena menurutnya, ketegasan serupa belum pernah
dilakukan oleh presiden selanjutnya.
"Saya pikir
ketegasan seperti ini adalah salah satu ciri dari satu negara demokrasi yang
memang politiknya harus dihargai," ungkapnya.
Dengar wacana ini,
kata Siregar, tentu kita menyambut baik jika ada gagasan baik. Namun, jangan
sampai itu hanya janji semata tanpa adanya realiasasinya.
"Yang perlu kita
ingat, jangan sampai ini hanya pencitraan saja karena presiden mau ke Papua.
Atau karena ini keterikatan terkait sampai isu itu muncul hanya karena
momen-momen itu saja tapi bukan sikap kongkrit pemerintah yang merupakan negara
demokrasi," tegas Anum. (Theresia Fransiska Tekege/MS)
0 komentar:
Posting Komentar