Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X saat berbicara pada launching dan diskusi buku "Angkat Pena Demi Dialog Jakarta-Papua" di Yogyakarta. Foto: JDP |
Jayapura,
MAJALAH SELANGKAH -- Selain
Dialog Jakarta-Papua yang selama ini didorong oleh Jaringan Damai Papua (JDP)
sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan Papua, muncul pula banyak
pandangan dari berbagai pihak tentang dialog tersebut. Ada pandangan dari pusat
yang menawarkan dialog untuk kesejahterahan dan pembangunan serta ada pula
dialog dengan dimediasi pihak ketiga yang netral serta dialog versi JDP itu
sendiri.
Presiden
Indonesia Joko Widodo (Jokowi) saat berkunjung ke Papua beberapa waktu lalu
mengatakan di Papua sudah tidak ada masalah, karena sudah melakukan pembicaraan
dengan ketua adat, pimpinan agama, bupati dan sejumlah pimpinan lainnya, namun,
nyatanya tidak cukup untuk menyelesaikan konflik di Papua yang sudah
berlangsung lama.
"Dialog
untuk apa? Saya sudah sering ke sini. Sudah berbicara dengan ketua adat, dengan
pimpinan agama, bupati, wali kota, semua sudah berbicara. Itu artinya apa?
Dialog kan?" kata Presiden Jokowi.
Peryataan
orang nomor satu Indonesia itu ditanggapi serius oleh Ketua Pansus DPRP,
Laurenzus Kadepa. Menurutnya, blusukan Jokowi di belahan provinsi lain boleh
dikatakan berhasil karena masalah ekonomi semata. Namun, berbeda dengan Papua,
blusukan tidak akan menyelesaikan sejumlah masalah yang ada di Papua.
"Jadi
jangan menganggap masalah pelanggarah HAM di Papua sudah usai. Tidak semudah
kita membalik telapak tangan," katanya kepada majalahselangkah.comdi Jayapura, Papua, Rabu (13/05/15).
Masalah
dialog, kata Kadepa, sepanjang orang Papua masih hidup, perjuangan untuk
mencari keadilan tetap akan berjalan, karena sejak Papua dianeksasi ke
Indonesia, negara hadir hanya dalam wajah militer.
"Untuk
menciptakan tanah Papua yang damai, menurut saya harus melakukan doalog dan
dimediasi oleh pihak yang netral dan diselenggarakan di negara yang netral pula,"
jelasnya. (Hendrikus Yeimo/MS)
0 komentar:
Posting Komentar