Jayapura 1 Mei 2015. Rakyat
Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda dengan Indonesia dalam menentang
penjajahan Belanda dan Jepang. Karena gerakan Koreri di Biak dan
sekitarnya, lahir pada
awal tahun 1940-an aktif menentang kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki
garis komando dengan gerakan kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan
Koreri, di bawah pimpinan Stefanus Simopiaref dan Angganita Manufandu, lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa
Melanesia untuk memerdekakan diri di luar penjajahan asing.
Wilayah Papua
Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua
Barat telah memiliki bendera nasional
Bintang fajar memiliki lagu Kebangsaan Hai
Tanahku Papua sebagai lagu kebangsaan dan nama negara Papua Barat. Simbol-simbol kenegaraan disiapkan oleh Komite Nasional Papua (KNP)
sekarang yang kita kenal hari ini dengan nama Komite Nasional Papua
Barat (KNPB), simbol negara ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada
tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama
dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta bendera telah
diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda.
Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei
1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United
Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga
1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international
dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia
politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan
perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki
hubungan sejarah.
Masa depan Bangsa Papua dikorbankan dengan tidak
diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek masalah di dalam
Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang mendasari Act
of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya merupakan pelecehan
hak penentuan nasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah (state violence)
dalam hal ini pemerintah Indonesia dan Belanda. Rakyat Papua Barat
tidak diberi kesempatan untuk memilih secara demokratis di dalam Pepera. Act
of Free Choice disulap artinya oleh pemerintah Indonesia menjadi
Pepera.
Di sini terjadi manipulasi
pengertian dari Act of Free Choice (Ketentuan Bebas Bersuara)
menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Ortiz Sans sebagai utusan PBB yang
mengamati jalannya Pepera melaporkan bahwa rakyat Papua Barat tidak diberikan
kebebasan untuk memilih. Ketidakseriusan PBB untuk menerima laporan Ortiz Sans
merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri. PBB justru melakukan pelecehan
HAM melawan prinsip-prinsipnya sendiri. Ini merupakan motivasi di mana rakyat
Papua Barat akan tetap berjuang menuntut pemerintah Indonesia, Belanda dan PBB
agar kembali memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu.
Sejak pencaplokan pada 1 Mei
1963, pemerintah Indonesia selalu berpropaganda bahwa yang pro kemerdekaan
Papua Barat hanya segelintir orang yang sedang bergerilya di hutan. Tapi,
Gerakan Juli 1998 membuktikan yang lain di mana dunia telah menyadari bahwa jika
diadakan suatu referendum bebas dan adil maka rakyat Papua Barat akan memilih
untuk merdeka di luar Indonesia. Rakyat Indonesia pun semakin menyadari hal
ini. Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai bangsa yang terjajah
sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran tersebut tetap menjadi
kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat memiliki identitas tersendiri
yang berbeda dengan bangsa lain. Penyandaran diri setiap kali pada identitas
pribadi yang adalah dasar perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman
praktek-praktek kolonialisme Indonesia.
Dalam memperingati hari aneksasi
West Papua ke dalam penjajahan Indonesia ke-55, tanggal 1 Mei 2014, rakyat West
Papua mendesak Indonesia dan dunia internasional agar menghentikan penjajahan
Indonesia dan segera memediasi rakyat West Papua untuk menentukan nasibnya
sendiri melalui referendum yang damai, demokratis dan final.
Dalam upaya mencapai hak
penentuan nasib sendiri, rakyat West Papua memberi kewenangan penuh kepada
badan unifikasi yaitu United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk
mewakili menjadi anggota penuh dalam Melanesian Spearhead Groups (MSG). Oleh
sebab itu, kami menganggap upaya dari kelompok lain yang berupaya menjadi
anggota MSG adalah illegal dan tidak mewakili rakyat West Papua.
Segala bentuk dan siasat kolonial
Indonesia untuk menghalangi perjuangan pembebasan West Papua merupakan bagian
dari memperkokoh pendudukan kolonial Indonesia dan sebagai wujud dari praktek
neo kolonialisme yang sedang berlangsung diatas tanah Papua. Karena itu, kami
mendesak Pemimpin-pemimpin Negara-negara Melanesia untuk tidak terjebak dalam
rayuan Negara Indonesia yang sedang menindas bangsa Melanesia di West Papua.
Rakyat West Papua menolak setiap
tawaran kebijakan pembangunan Indonesia di West Papua yang penuh dengan
rekayasa. Bahwa tidak akan pernah ada keberhasilan pembangunan Indonesia di
West Papua selama hak penentuan nasib sendiri belum terlaksana. Sebab, rakyat
West Papua memiliki konsep ideologi pembangunan sendiri dalam perspektif West
Papua-Melanesia. Oleh sebab itu rakyat West Papua mendesak
Pemerintahan Joko Widodo untuk menghentikan kebijakan kolonialisme dan
kapitalisme di teritori West Papua.
Rakyat West Papua juga mendesak
aparat kolonial Indonesia untuk menghentikan upaya kriminalisasi gerakan damai
rakyat West Papua. Rakyat West Papua meminta ruang demokratis yang damai dan
mendesak Pemerintah Indonesia untuk tidak menggunakan cara-cara militeristik
dalam penyelesaian konflik politik teritori West Papua. Hentikan penangkapan,
penyiksaan, pembunuhan terhadap rakyat dan aktivis damai, dan segera
bertanggung jawab atas kasus-kasus pembunuhan rakyat sipil West Papua.
Berdasarkan sejarah masa lalu
diatas kami Rakyat Papua Barat yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat
(KNPB) Mendesak :
1. Wilayah
Papua Barat bukan bagian dari Bangsa Indonesia Melayu
tetapi kami bangsa Papua Barat adalah bagian dari ras Melanesia, maka kami
rakyat Papua menolak dengan tegas aneksasi bagsa Papua 1 Mei 1963-2015
2. Mendesak
kepda PBB Segera kembalikan Administrasi West Papua yang diserakan oleh UNTEA
kepada Pemerintah Indonesia secara sepihak demi kepentigan dan
konggalinggong antara Amerika Serika, Belada, Indonesia
dan PBB tanpa mempertimbangkan masa depan bangsa Papua Barat.
3. PBB
segera meninjau kembali Status Politik Bangsa Papua Barat yang sepihak melalui
Perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962 yang mendasari Act of
Free Choice, atau Pepera 1969 yang penuh sacat Hukum dan moral.
4. Mendesak
kepada Pemerintah Indonesia Memberikan kebebasan unutk rakyat Papua Menentukan
Nasib Sendiri melalu Self Detemination Referendum sebagai
solusi untuk membuktikan apakah Rakyat Papua Ingin hidup dengan
Indonesia atau Merdeka sendiri lepas dari Indonesia.
5. Mendukung
penuh ULMWP dan aplikasi west Papua yang diayukan oleh
ULMWP guna west Papua menjadi bagian dari anggota MSG
6. Kami
Komote Nasional Papua Barat (KNPB) menghimbau kepada Seluruh Rakyat Papua
Barat, dan Seluruh organisasi perjuagan yang ada dalam negeri Maupun Luar
Negeri Segera Bersatu dalam satu Isu tunggal Yaitu, Hak Penentuan Nasib Sendiri
(Self Determenation ) sesuai Hasil Keputusan KTT MSG di Noumena Kanaky
Demikian setekmen Politik Bangsa
Papua Atas perhatian tak lupa kami haturkan berlimpa terima Kasih
PortNumbay 01 Mei 2015
Badan Pengurus Pusat
Komite Nasional Papua Barat
(BPP-KNPB)
Victor F.
Yeimo Ones
Suhuniap
Ketua
Umum Sekertaris
Umum
0 komentar:
Posting Komentar