Jayapura, Jubi/Antara – Panglima Komando Daerah
Militer (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen G Siahaan mengatakan
bahwa pihaknya tidak pernah menutupi kekerasan yang terjadi di Enarotali,
Kabupaten Paniai, pada 8 Desember 2014 yang menewaskan empat warga sipil.
“Kemarin (beberapa waktu lalu) memang tim dari Komnas
HAM RI sudah datang. Saya mengatakan kepada mereka bahwa tidak ada yang
ditutupi (kasus Paniai),” kata Fransen di Kota Jayapura, Papua, Kamis.
Dalam pertemuan itu, pihaknya menjelaskan sejumlah hal
terkait investigasi internal dari Kodam Cenderawasih.
“Hasil investigasi Kodam kita sampaikan kepada mereka,
memang ada beberapa misinformasi yang mereka dapatkan dengan hasil investigasi
yang kita dapatkan,” katanya.
Namun, lanjut Fransen, perbedaan hasil investigasi itu
perlu dibuktikan lagi keabsahannya di lapangan secara bersama-sama.
“Jadi, fakta di lapangan yang mereka dapatkan,
kemudian fakta yang kita dapatkan, perlu diinvestigasi lagi. Baik dari pihak
saya maupun dari Komnas HAM,” katanya.
Menurut Fransen, ada tiga perbedaan atau misinformasi
antara pihak Kodam dan Komnas HAM. Namun, ia tidak menjelaskan ketiga perbedaan
itu.
“Menurut mereka seperti itu, menurut kita seperti ini.
Nah, perlu pembuktian di lapangan lagi,” katanya.
“Harapannya, supaya hal ini tidak di blow up, jangan
istilahnya ada komentar-komentar bahwa ini akan menjadi pelanggaran HAM berat,
jangan dulu dong,” katanya.
Menurut Fransen, perlu dibuktikan tentang pihak yang
menembakkan senjata karena bukan hanya TNI yang bersenjata, tapi juga polisi
dan kelompok OPM. Demikian juga mengenai kelompok berseragam. Ia berharap semua
fakta disampaikan secara proporsional.
“Jangan kita dituduh semua, kelompok-kelompok M (OPM
dan pendukungnya) itu berseragam tidak? Jangan kita disudutkan, jangan yang
hanya punya senjata itu TNI dan Polri, yang lain juga ada. Bolehkan buktikan
itu. Nah, menurut kami, ada kelompok itu (OPM dan pendukungnya) di lapangan,”
katanya.
Bahwa nanti akan dibentuk Tim Ad Hoc atau KPP HAM
untuk kasus Paniai, Fransen menyatakan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan
itu.
“Tidak apa-apa, silakan. Kita terbuka, siap. Nama
negara dipertaruhkan, harga diri dan bangsa dipertaruhkan, kalau mereka katakan
ini HAM berat, dan kami siap membuka itu,” katanya.
“Tapi kesulitan-kesulitan yang kami alami di lapangan,
mari jangan dihambat oleh oknum-oknum yang lain. Oknum yang lain banyak,
masyarakat bunyi (bersuara) dong, jangan tutup mulut dong, berani gak,”
lanjutnya.
Untuk itu, tambah Fransen, apa yang diminta oleh
Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende agar ada autopsi kepada korban yang telah
dimakamkan untuk mencari bukti-bukti atau fakta pendukung lainnya perlu
dilakukan guna pengungkapan kasus Paniai.
“Apa yang dikatakan oleh Bapak Kapolda, pembuktian itu
harus digali kuburan itu, silakan, jangan dihambat karena itu adat, tidak bisa
seperti itu. Kalau mau buktikan itu bahwa ini pelanggaran HAM mari kita bongkar
sama-sama, jangan kita-kita disudutkan. Jadi, harus betul-betul demi NKRI, NKRI
dipertaruhkan di dunia internasional,” katanya. (*)
0 komentar:
Posting Komentar