"Status
politik Papua Barat dalam NKRI Belum Final. adalah Masalah Utama"
Bagaimana
menyelesaikannya ???
Ditinjau
dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai
ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan
yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai
masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau
kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda. Penyelesaian sengketa secara damai
dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam PBB yang mencantumkan beberapa
cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya :
a.
Negosiasi;
b.
Enquiry atau penyelidikan;
c.
Mediasi;
d.
Konsiliasi
e.
Arbitrase
f.
Judicial Settlement atau Pengadilan;
g.
Organisasi-organisasi atau Badan-badan Regional.
1.
Dari tujuh penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam,
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan Pengadilan. Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secaradiplomatik.
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan Pengadilan. Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secaradiplomatik.
2.
Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa
secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat saja menyelesaikan
sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan internasional seperti
International Court of Justice (ICJ/Mahkamah Internasional), tanpa harus
melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik lainnya. PBB
tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan
dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih
untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara
politik/diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu,
karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan
mereka.
3.
Masalah yang dapat diambil ke ICJ ( Mahkamah International ) adalah suatu
masalah hukum international.
4.
Kasus PEPERA 1969 dapat dikatakan sebagai masalah International dan merupakan
suatu masalah hukum international. Karena pelaksanaan PEPERA 1969 itu tercantum
dalam Perjanjian New York 1962, dan ini merupakan suatu hukum international.
5.
Kasus PEPERA 1969 pada Perjanjian New York 1962 dapat diajukan ke Mahkamah
International, untuk selanjutkan Mahkamah International akan menguji kebenaran
pelaksanaan perjanjian tersebut.
6.
Yang dapat mengajukan suatu Perkara ke Mahkamah International adalah Negara,
untuk itu jika kasus PEPERA 1969 masuk ke Mahkamah International, maka harus
didukung oleh salah satu negara.
Ada
dua cara yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan secara internasional, yaitu
secara damai atau bersahabat dan secara paksa. Tapi, setelah perang dunia ke-II
PBB menyeruhkan tidak dengan
paksa. Cara penyelesaian secara damai ada dua, yaitu secara politik dan hukum. Secara politik meliputi negosiasi, jasajasa baik, mediasi, konsiliasi, penyelidikan, dan penyelesaian dibawah naungan PBB. Sedangkan secara hukum dilakukan melalui lembaga peradilan internasional yang telah dibentuk (Mahkama Internasional).
paksa. Cara penyelesaian secara damai ada dua, yaitu secara politik dan hukum. Secara politik meliputi negosiasi, jasajasa baik, mediasi, konsiliasi, penyelidikan, dan penyelesaian dibawah naungan PBB. Sedangkan secara hukum dilakukan melalui lembaga peradilan internasional yang telah dibentuk (Mahkama Internasional).
Mahkama
Internasional, International Court of Justice (ICJ) adalah badan kehakiman PBB
yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Ia berfungsi untuk menyelesaian
kasus-kasus internaasional sesuai dengan pertimbanganpertimbangan hukum
Internasional. Jadi, kalau masalah Papua Barat mau selesai, maka orang Papua
Barat dengan segala kekuatannya menjadikan wilayah Papua Barat sebagai wilayah
yang sedang bertikai. Jangan diam, bergerak dan beraksi.
ILWP
: Internasional Lawyers for West Papu ILWP.
Ketika
Mahkamah Internasional mau bicara, orang Papua Barat butuh Pengacara
Internasional. Maka, saat ini kita punya Internasional Lawyers for West Papu
ILWP. Ingat, (ILWP) adalah pengacara Papua Barat. Karena kasus Papua Barat
adalah kasus yang berkaitan dengan proses hukum internasional.
ILWP adalah sebuah lembaga Pengacara yang didalamnya tergabung pengacara-pengacara International yang memainkan peran advokasi hukum atau sebagai pengacara untuk dapat menyiapkan draft-draft gugatan hukum tentang Pelaksanaan PEPERA 1969 ke ICJ atau lembaga Mahkamah International. Draft-draft hukum yang dibuat oleh ILWP ini akan dipakai oleh negara yang mendukung West Papua untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah International.
ILWP adalah sebuah lembaga Pengacara yang didalamnya tergabung pengacara-pengacara International yang memainkan peran advokasi hukum atau sebagai pengacara untuk dapat menyiapkan draft-draft gugatan hukum tentang Pelaksanaan PEPERA 1969 ke ICJ atau lembaga Mahkamah International. Draft-draft hukum yang dibuat oleh ILWP ini akan dipakai oleh negara yang mendukung West Papua untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah International.
ILWP
melaksanakan tugas sebagai advokasi dan bantuan hukum untuk menyukseskan “
Agenda Hak Penentuan Nasib Sendiri untuk Papua Barat, dengan cara sebagai
pengacara dalam gugatan masalah Papua ke Pengadilan International
Memperjuangkan keinginan masyarakat West Papua yang mempunyai hak fundamental
untuk menentukan nasib sendiri dibawah hukum international Mempunyai komitmen
untuk membantu masyarakat West Papua untuk dapat mengunakan hak kebebasan
kemerdekaan secara damai dalam penentuan nasib sendiri Mempunyai komitmen untuk
memperkuat hak kemerdekaan fundamental orang West Papua dibawah hukum
international. Mendesak Masyarakat International dan PBB menjunjung tinggi hukum
dan aturan international.
IPWP
: International Parlementatians For West Papua
IPWP
(Internasional Parliamentarians for West Papua) atau Parkumpulan
Parlemen-Parlemen untuk Papua Barat. IPWP diluncurkan di London 15 Oktober
2008. Anggota IPWP kini mencapai 68 orang. IPWP adalah sebuah lembaga
international yang didalamnya terdapat sejumlah anggota parlement negara
–negara yang memainkan peran politik guna mendesak sejumlah negara untuk
mendukung Hak penentuan Nasib Sendiri bangsa Papua Barat di PBB
IPWP
memperjuangkan “ Agenda Hak Penentuan Nasib Sendiri untuk Papua Barat, dengan
cara melobby sejumlah negara-negara untuk dapat mendukung Agenda Hak Penentuan
Nasib Sendiri untuk Papua Barat ke PBB. Dan terus mengkapanyekan keabsaan PBB
terhadap Pelaksanaan New York Agreement 1962 tentang Pelaksanaan PEPERA 1969
Memperjuangkan hak orang West Papua yang tidak dapat dicabut untuk menentukan nasib sendiri yang telah dilanggar oleh PEPERA 1969
Melobby pemerintah dan PBB untuk dapat membawah West Papua untuk dapat melaksanakan hak kebebasaan kemerdekaannya.
Memperjuangkan hak orang West Papua yang tidak dapat dicabut untuk menentukan nasib sendiri yang telah dilanggar oleh PEPERA 1969
Melobby pemerintah dan PBB untuk dapat membawah West Papua untuk dapat melaksanakan hak kebebasaan kemerdekaannya.
Sehingga
Orang West Papua dapat melaksanakan demokrasinya untuk menentukan masa depan
mereka sesuai dengan standar-standar hak asasi manusia, prinsip-prinsip hukum
Dan, Internasional Lawyers for West Papua (ILWP)7 atau Perkumpulan
Pengacara-pengacara Internasional untuk Papua Barat. ILWP diluncurkan di
Brussels pada tanggal 3 April 2009 dan diketuai oleh Mrs. Melinda Jankie.
Melinda Jankie adalah seorang pengacara Internasional. Anggota ILWP terus
terhimpun, dan sedang menyiapkan kajian hukum yang selanjutnyamendorong ke
Majelis Umum PBB. Resolusi PBB Ada dua kemungkinan resolusi PBB. Pertama,
pengakuan Kemerdekaan Papua Barat.
Pengakuan
bagi kemerdekaan Papua Barat 1 Desember 1961 dianggap sah oleh Mahkama
Internasional bila ternyata ditemukan fakta persidangan bahwa Kemerdekaan Papua
Barat 1 Desember 1961 telah sesuai dengan resolusi 1514 dan atau 1541. Kedua,
Referendum.
Majelis
Umum dapat memberikan keputusan untuk diadakannya referendum di Papua Barat
karena Pepera 1969 yang melahirkan Resolusi Majelis Umum PBB 2504 tahun 1971
itu tidak kuat hukum.
International
Parliamentarians for West Papua [IPWP]
MSG
dan PIF Kawasan Pasific
Selain
dua lembaga internasional bagi bangsa Papua Barat itu, tahapan politik yang
sudah dan terus dilakukan yaitu melalui loby politik di kawasan pasifik,
seperti: MSG (Melanesian Spearhead Groups) dan PIF (Pasific Islands Forum). MSG
adalah sebuah group antar Negara-negara Melanesia. Dalam pertemuan itu
Negara-negara Melanesia membicarakan isu-isu penting serta kesepakatan kerja
antar Negara -negara Melanesia ini. PIF (Pasific Islands Forum) atau Forum
Pulaupulau (negara-negara) pasifik adalah sebuah forum Negara-negara di wilayah
pasifik.
Melalui
jalur politik kita membuhtukan dukugan penuh dari Negara-negara Melanesia
serumpun membawa masalah papua barat di tingkat internasional, Negara –negara
melanesia sekitar 16 negara yang tergabung dalam MSG dan FIM untuk mempersoalkan
status wilayah papua barat dalam sidang majelis Umum PBB melalui Komisi 24 yang
memiliki hak suara penuh adalah PNG. Untuk itu kita menempu jalur politik
membawa masalah papua di mayelis umum PBB maka ada sebuah Negara melanesia yang
membawa masalah dan dipersoalkan di majelis umum PBB.
Ini
Pertimbangan Suatu Negara Dukung Papua Merdeka
PERTAMA,
Tiap Negara ada kode etik internasional untuk menghargai dan menghormati
integritas dan kedaulatan Negara lain. Negara tidak mendukung secara langsung
tetapi mendukung penyelesaian konflik suatu wilayah yang kesalahannya
melibatkan pihak Internasional, lembaga internasional seperti PBB. Negara
anggota PBB berhak mempersoalkan konflik Papua Barat dengan memaksa PBB
mereview proses memasukan Papua Barat ke dalam Indonesia.
KEDUA,
Intervensi suatu Negara kalau di Papua sangat darurat, yaitu kondisi yang
memaksa pihak-pihak internasional intervensi demi penegakan prinsip-prinsip
hukum dan HAM internasional. Hal ini pun terjadi atas restu PBB, karena
Indonesia adalah anggota PBB.
KETIGA,
Komisi Dekolonisasi PBB masih melakukan tugas sesuai resolusi 1514 untuk
memerdekakan wilayah-wilayah yang belum berpemerintahan atau masih dijajah. Ada
sekitar 16 wilayah yang menjadi tugas komisi ini. Komisi ini diketuai oleh Marty
Natalegawa yang kini menjadi Menteri Luar Negeri Indonesia.
Sepertinya
tidak strategis bila kasus Papua Barat dibawa lewat komisi ini.
KEEMPAT,
orang Papua Barat sebagai warga pribumi Papua Barat berhak untuk menentukan
nasip mereka sendiri. Hal ini didukung oleh deklarasi Komisi Indigenous People
di PBB, di mana Indonesia merupakan salah satu Negara yang ikut menandatangani
dan meratifikainya.
KELIMA,
Proses internasionalisasi persoalan status politik Papua Barat akan semakin
menuju pada target seperti yang tergambar di atas bila status politik Papua
Barat terus menjadi masalah yang dipertentangkan di Papua Barat melalui
aksi-aksi dengan metode apa pun. Artinya, Papua Barat harus dalam kondisi yang
emergency (darurat) agar menjadi perhatian internasional, serta mendorongnya ke
tahapan penyelesaian.
KENAM,
Indonesia dan Amerika Serikat yang masing-masing sedang menindas dan
mengeksploitasi wilayah Papua Barat akan terus mengaburkan (menghilangkan) isu
perjuangan bangsa Papua yang sedang dilakukan atas kebenaran sejarah ini.
Mereka cap kita teroris, separatis, Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) untuk
tutupi kejahatan. *
DIalong
Jakarta Papua dan Perimbangan Pemrintah NKRI
a.
Saat ini Jakarta tahu, dialog yang mempersoalkan status politik pada ujungnya
akan menguntungkan orang Papua Barat yang secara dominan ingin Merdeka, maka
Indonesia akan hati-hati dalam menyikapi wacana dialog. Terlepas dari siapa
yang harus jadi mediator.
b.
Bila Indonesia harus menerima dialog, sangat dimungkinkan status politik Papua
Barat tidak ikut didialogkan. Pihak Jakarta akan lebih menerima dialog bila itu
membicarakan tentang perbaikan Otonomi Khusus, isu HAM dan Penegakan Hukum
dalam NKRI.
c.
Tapi bila tuntutan Papua Merdeka dibicarakan, maka Indonesia akan punya alasan
bahwa Otsus adalah jawaban dari tuntutan Papua merdeka.
d.
Dialog dengan isu penyelesaian status politik Papua Barat hanya bisa terjadi
kalau ada desakan kuat dari rakyat Papua Barat dan pihak Internasional.
e.
Dalam dialog sangat tidak mungkin dibicarakan dan disetujui mengenai
penyelesaian masalah Papua Barat melalui solusi referendum. Hal itu kemungkinan
bisa terjadi bila Papua Barat dalam kondisi emergency secara fisik seperti
Timor Leste saat itu dan lebih utama kuatnya intervensi Internasional.
f.
Dalam kondisi itu, dialog atau perundingan justru akan dipakai oleh Jakarta
untuk menghalau proses perjuangan di Internasional. Hal yang sama dilakukan
Jakarta terhadap GAM di Aceh. Masalah GAM yang pada saat itu sedang memaksa
internasional justru dipersempit ke persoalan Tsunami dan korban kemanusiaan
yang terjadi. *
By: Ones Suhuniap, SEKJEN KNPB Pusat
0 komentar:
Posting Komentar