Pasukan TPN/OPM di Papua. Foto: Ist (Kami TPN-PB/OPM) |
Jayapura, MAJALAH
SELANGKAH -- Hingga selasa kemarin, Kepolisian Daerah (Polda)
Papua masih melakukan pemeriksaan terhadap Wuyunga dan Nesmi Wenda yang
ditangkap saat berada di sekitar Pasar Sinakma, Wamena Papua, Sabtu (24/1/15)
lalu.
Mereka (Wuyunga
dan Nesmi Wenda) diduga anggota Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua
Merdeka (TPN) anak buah dari pimpinan Puron Wenda.
Kepala Bidang
Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua Kombes Pol Patrige mengatakan,
dua orang tersebut ditangkap bersama satu rekan lainnya tetapi dibebaskan pada
aat itu juga.
Dikabarkan, mereka
dikaitkan dengan sejumlah kasus penembakan kawasan di Kabupaten Lanny Jaya.
Dari pemeriksaan awal keduanya dikenakan pasal 340 dan 365 KHUP serta pasal 12
UU Darurat.
Sebagian media di
lokal dan nasional memberitakan Wuyunga dan Nesmi Wenda adalah Kelompok
Kriminal Bersenjata (KKB). Penyebutan istilah KKB ini membuat Dewan Adat
Wilayah (DAP) Meepago angkat bicara.
"Kami baru
dengar istilah kriminal bersenjata di Papua. Di sini, dari dulu yang ada hanya
TNI/Polri dan TPN/OPM. Tidak ada orang kriminal. Yang ada senjata di Papua itu
tentara Indonesia, Polisi Indonesia, dan Tentara Papua yang semua orang tahu
namanya TPN/OPM," kata Ketua DAP Meepago, Ruben B. Edoway, Rabu (28/1/15)
di Nabire.
Ia mengakui,
beberapa terakhir ini, pihaknya mendengar sejumlah istilah untuk menyebut
TPN/OPM.
"Ada beberapa
istilah sudah muncul di sini (Papua:red). Dulu ada GPK (Gerakan Pengacau
Keamanan), kemudian muncul KSB (Kelompok Sipil Bersenjata), dan akhir-akhir ini
kita dengar KKB. Masih ada lagi istilah lain. Semua istilah itu untuk menyebut
TPN/OPM. Mereka tidak mau sebut TPN/OPM, kenapa ya?" tanya Ruben.
Ruben menjelaskan,
TPN/OPM itu tidak akan hilang. Kata dia, penggunaan istilah GPK, KKB dan
lainnya tidak akan berpengaruh bagi perdamaian di Papua. "Perdamaian yang
hakiki akan tercipta di Papua kalau Indonesia mau selesaikan masalah politik
Papua secara tuntas melalui referendum atau ambil langkah untuk duduk bicara melalui
jalur dialog Papua-Jakarta. Jadi, pakai istilah inilah itulah, pakai krimiminal
dan lainnya tidak bisa selesaikan masalah," harapnya.
Terkait penembakan
antara TPN/OPM dan TNI/Polri di Papua yang belum berakhir hingga memasuki tahun
ke-52 ini, Konsultan Indonesia untuk Human Rights Watch (HRW), Andreas Haresono
mengatakan termasuk dalam kategori armed conflict.
"Bila TNI
baku tembak dengan OPM, ia tak masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia,
tapi masuk dalam kategori armed conflict. Mereka masing-masing adalah
combatant. Mereka mengikuti hukum perang alias Geneva Convention," kata
dia.
Peneliti Hak Asasi
Manusia dan Hak-hak kaum minoritas ini mengatakan, OPM bukan aktor
negara namun ia bisa dikategorikan sebagai quasi state actor alias aktor negara
semu. Karena OPM memang ingin Papua berdiri sebagai negara tapi masih belum
berhasil. Ia disebut sebagai negara semu," terangnya (baca: Penembakan di
Papua Kategori Armed Conflict). (GE/003/MS)
Sumber: Majalah Selangkah
0 komentar:
Posting Komentar