MENGAPA
SOEKARNO MENGELUARKAN TRIKORA 19 DESEMBER 1961
Saudara-
Saudari Rakyat Bangsa Papua Barat dan Semua Pejuang Bangsa Papua Barat. Saya
ingin menjelaskan mengapa Indonesia takut menjawab tuntutan Hak Penentuan Nasib
Sendiri Bangsa Papua.
1. Sebelum
Proklamasi Negara Republik Indonesia 1945, Indonesia (Nederlan Indie) Papua
(Nederlan Nieuw Guinea) dan Suriname (Nederland Antiles) sebagai daerah
Koloninya Belanda sementara di Persiapkan untuk menentukan Nasib sendiri di
bawah Komando atau Maklumat Jendral Mc. Artur dan selanjutnya melalui
Perjanjian atlantik dan semangat pembentukan Komisi Dekolonisasi PBB.
Melihat
peluang itu, Soekarno Presiden Pertama Indonesia mendarat di Papua pada tahun
1942 dan melakukan perjanjian adat dengan Bangsa Papua yang isinya menyangkut
peminjaman benda-benda Pusaka Bangsa Papua untuk mempersiapkan Negara
Indonesia. Sehingga bersama-sama dengan 7 Jendral yang kini tinggal nama dalam
sejarah indonesia Mereka berhasil mendirikan Negara Indonesia Merdeka.
Salah satu
dari benda-benda Pusaka bangsa Papua yang kini digunakan Indonesia adalah
GARUDA yang kini sebagai lambang Negara Indonesia.
Untuk itu, yang menjadi alasan utama Bangsa Papua barat hingga kini belum diberikan Hak Penentuan Nasib sendiri adalah ketakutan Indonesia bahwa suatu saat Negara yang di Bangun Berdasarkan Barang Pinjaman dari Bangsa Papua ini akan tinggal Nama Dalam sejarah.
Untuk itu, yang menjadi alasan utama Bangsa Papua barat hingga kini belum diberikan Hak Penentuan Nasib sendiri adalah ketakutan Indonesia bahwa suatu saat Negara yang di Bangun Berdasarkan Barang Pinjaman dari Bangsa Papua ini akan tinggal Nama Dalam sejarah.
Sekarang
yang Perlu disadari Oleh Indonesia bahwa, untuk menjaga Kode Etik sesama Bangsa
yang Merdeka, Indonesia Harus Melepaskan Papua Dengan Aman dan Damai, sebab
Jika tidak Maryarakat Adat Papua akan Menuntut Pengembalian Benda-Benda Pusaka
Bangsa Papua yang saat ini di Pakai Sebagai Lambang Negara Indonesa sehingga Indonesia
akan terpecah Kembali Menjadi Kerajaan-kerajaan Kecil dan nama Indonesia akan
tinggal kenangan dalam sejarah.
Sejarah
kemerdekaan bangsa Indonesia memiliki misteri yang tak terungkap sejak
munculnya Negara Indonesia lewat Prokalmasi RI 1945 oleh Ir. Soekrano. Secara
utuh bangsa Indonesia tidak pernah mengetahui dengan pasti dari mana seorang
Soekarno berdiri dengan gagah ditengah panasnya suhu colonial Belanda.
Pada tahapan
dimana Indonesia dan Papua sementara dipersiapkan belanda untuk menetukan Nasib
sendiri, Soekarno menjadi gelisah untuk mempercepat kemerdekaan Indoensia,
sehingga berbagai informasi dicari menyangkut kekuatan supernatural yang dapat
digunakan sebagai power untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia. Dengan
semangat yang begitu kental itu, Soekarno melakukan perjalanannya menuju Papua,
tepatnya pada tahun 1942 Soekarno tiba di Kaimana, Daerah ini dulunya di kenal
dengan nama Emandi dalam bahasa Mairasi suku asli Kaimana. Selanjutnya nama itu
diganti lagi dengan nama Kimam, Daerah ini juga dikenal dengan nama Kerajaan
Matahari Terbit Terbenam yang dikawal oleh tiga raja yakni Raja Kubey, Raja
Alam dan Raja Banten.
Ketika Papua
Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah ini antara
Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara
merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Memasuki
tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat
sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool) di Jayapura
(Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan
kemerdekaan Papua Barat.
Selanjutnya
atas desakan para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik, maka
pemerintah Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Beberapa
tokoh-tokoh terdidik yang masuk dalam Dewan ini adalah M.W. Kaisiepo dan Mofu
(Kepulauan Chouten/Teluk Cenderawasih), Nicolaus Youwe (Hollandia), P. Torey
(Ransiki/Manokwari), A.K. Gebze (Merauke), M.B. Ramandey (Waropen), A.S. Onim
(Teminabuan), N. Tanggahma (Fakfak), F. Poana (Mimika), Abdullah Arfan (Raja
Ampat). Kemudian wakil-wakil dari keturunan Indo-Belanda adalah O de Rijke
(mewakili Hollandia) dan H.F.W. Gosewisch (mewakili Manokwari).
Setelah melakukan berbagai persiapan disertai dengan perubahan politik yang cepat akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka dibentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw Guinea dalam mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.
Setelah melakukan berbagai persiapan disertai dengan perubahan politik yang cepat akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka dibentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw Guinea dalam mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.
Komite ini
akhirnya dilengkapi dengan 70 orang Papua yang berpendidikan dan berhasil
melahirkan Manifesto Politik yang isinya:
MANIVETO
POLITIK PAPUA BARAT
1.
Menetukan nama Negara : Papua Barat
2.
Menentukan lagu kebangsaan : Hai Tanahku Papua
3.
Menentukan bendera Negara : Bintang Kejora
4.
Menentukan bahwa bendera Bintang Kejora akan dikibarkan pada 1 November 1961.
Lambang
Negara Papua Barat adalah Burung Mambruk dengan semboyan “One People One Soul”.
Rencana
pengibaran bendera Bintang Kejora tanggal 1 November 1961 tidak jadi
dilaksanakan karena belum mendapat persetujuan dari Pemerintah Belanda. Tetapi
sOetelah persetujuan dari Komite Nasional, maka Bendera Bintang Kejora
dikibarkan pada 1 Desember 1961 di Hollandia, sekaligus “Deklarasi Kemerdekaan
Papua Barat”. Bendera Bintang Kejora dikibarkan di samping bendera Belanda, dan
lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Belanda
“Wilhelmus”.
Deklarasi
kemerdekaan Papua Barat ini disiarkan oleh Radio Belanda dan Australia. Momen
inilah yang menjadi Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat secara de facto dan de
jure sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.
Papua Barat
telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, tetapi
kemerdekaan itu hanya berumur 19 hari, karena tanggal 19 Desember 1961 Presiden
Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di Alun-alun Utara Yogyakarta yang
isinya:
1. Gagalkan
Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda Kolonial
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Realisasi
dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando
Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun
1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto
untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah
itu dari tangan Belanda.
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus). Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu.
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus). Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu.
ALASAN
PENCAPLOKAN WILAYAH PAPUA BARAT OLEH SOEKARNO
Mengapa
Soekarno sangat “keras kepala” dalam merebut wilayah Papua Barat untuk
memasukannya ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia? Soekarno
mempunyai empat alasan utama dalam pencaplokan Papua Barat ke wilayah
Indonesia. Keempat alasan itu adalah klaim yang dipegang oleh Indonesia sebagai
tindakan pembenaran kekuasaan atas wilayah Papua Barat. Keempat klaim itu
adalah:
1. Papua
Barat dianggap sebagai bagian dari kerajaan Majapahit.
2. Kepulauan Raja Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat, oleh sultan Tidore dan Soekarno diklaim sebagai bagian dari Kesultanan Tidore. Kesultanan Tidore diklaim oleh Soekarno sebagai bagian dari daerah “Indonesia Bagian Timur”.
2. Kepulauan Raja Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat, oleh sultan Tidore dan Soekarno diklaim sebagai bagian dari Kesultanan Tidore. Kesultanan Tidore diklaim oleh Soekarno sebagai bagian dari daerah “Indonesia Bagian Timur”.
3.
Papua Barat diklaim sebagai bagian dari negara bekas Hindia Belanda.
4. Soekarno yang anti barat ingin menghalau pengaruh imperialisme barat di Asia Tenggara. Di samping itu, Soekarno memiliki ambisi hegemoni untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit (ingat: “Ganyang Malaysia”), termasuk Papua Barat yang ketika itu masih dijajah oleh Belanda. Mungkin juga Soekarno memiliki perasaan curiga, bahwa pemerintah Nederlands Nieuw Guinea di Papua Barat akan merupakan benteng Belanda untuk sewaktu-waktu dapat menghancurkan Negara Indonesia. Hal ini dihubungkan dengan aksi militer Belanda yang kedua (tweede politionele aktie) pada 19-12-1948 untuk menghancurkan negara RI.
4. Soekarno yang anti barat ingin menghalau pengaruh imperialisme barat di Asia Tenggara. Di samping itu, Soekarno memiliki ambisi hegemoni untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit (ingat: “Ganyang Malaysia”), termasuk Papua Barat yang ketika itu masih dijajah oleh Belanda. Mungkin juga Soekarno memiliki perasaan curiga, bahwa pemerintah Nederlands Nieuw Guinea di Papua Barat akan merupakan benteng Belanda untuk sewaktu-waktu dapat menghancurkan Negara Indonesia. Hal ini dihubungkan dengan aksi militer Belanda yang kedua (tweede politionele aktie) pada 19-12-1948 untuk menghancurkan negara RI.
Apakah
keempat klaim – sebagai alasan mengusai Papua Barat – ini benar? Mari kita
buktikan.
1.
Klaim atas Kekuasaan Majapahit
Kerajaan
Majapahit (1293-1520) lahir di Jawa Timur dan memperoleh kejayaannya di bawah
raja Hayam Wuruk Rajasanagara (1350-1389). Ensiklopedi-ensiklopedi di negeri
Belanda memuat ringkasan sejarah Majapahit, bahwa “batas kerajaan Majapahit
pada jaman Gajah Mada mencakup sebagian besar daerah Indonesia”. Sejarawan
Indonesia mengklaim bahwa batas wilayah Majapahit terbentang dari Madagaskar
hingga ke pulau Pas (Chili).
Hingga
saat ini belum ditemukan bukti-bukti sejarah berupa ceritera tertulis maupun
lisan atau benda-benda sejarah lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan
ilmiah untuk membuat suatu analisa dengan definisi yang tepat bahwa Papua Barat
pernah merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit. Mengklaim Papua Barat sebagai
bagian dari kerajaan Majapahit tentunya sangat meragukan, karena Soekarno tidak
memenuhi prinsip-prinsip membuat analisa dan definisi sejarah yang tepat,
khususnya sejarah tertulis.
Berkaitan dengan kekuasaan wilayah kerajaan Majapahit di Indonesia, secara jelas dijelaskan panjang lebar oleh Prof. Dr. Slamet Muljana, bahwa kekuasaan kerajaan Majapahit, dalam Nagarakretagama pupuh 13 dan 14 disebutkan bahwa kerajaan Majapahit mempunyai wilayah yang luas sekali, baik di kepulauan Nusantara maupun di semenanjung Melayu. Pulau-pulau di sebelah timur pulau Jawa yang paling jauh tersebut dalam pupuh 14/15 ialah deretan pulau Ambon dan Maluku, Seram dan Timor; semenajung Melayu disebut nama-nama Langkasuka, Kelantan, Tringgano, Paka, Muara Dingin, Tumasik, Klang, Kedah, Jerai. Demikianlah, wilayah kerajaan Majapahit pada zaman Hayam Wuruk menurut Nagarakretagama meluputi wilayah yang lebih luas dari pada Negara Republik Indonesia sekarang. Hanya Irian yang tidak tersebut sebagai batas yang terjauh di sebelah timur. Boleh dikatakan bahwa batas sebelah timur kerajaan Majapahit ialah kepulauan Maluku. Ini berarti Papua Barat tidak masuk dalam kekuasaan kerajaan Majapahit. Karena itu sudah jelas bahwa Soekarno telah memanipulasikan sejarah.
Berkaitan dengan kekuasaan wilayah kerajaan Majapahit di Indonesia, secara jelas dijelaskan panjang lebar oleh Prof. Dr. Slamet Muljana, bahwa kekuasaan kerajaan Majapahit, dalam Nagarakretagama pupuh 13 dan 14 disebutkan bahwa kerajaan Majapahit mempunyai wilayah yang luas sekali, baik di kepulauan Nusantara maupun di semenanjung Melayu. Pulau-pulau di sebelah timur pulau Jawa yang paling jauh tersebut dalam pupuh 14/15 ialah deretan pulau Ambon dan Maluku, Seram dan Timor; semenajung Melayu disebut nama-nama Langkasuka, Kelantan, Tringgano, Paka, Muara Dingin, Tumasik, Klang, Kedah, Jerai. Demikianlah, wilayah kerajaan Majapahit pada zaman Hayam Wuruk menurut Nagarakretagama meluputi wilayah yang lebih luas dari pada Negara Republik Indonesia sekarang. Hanya Irian yang tidak tersebut sebagai batas yang terjauh di sebelah timur. Boleh dikatakan bahwa batas sebelah timur kerajaan Majapahit ialah kepulauan Maluku. Ini berarti Papua Barat tidak masuk dalam kekuasaan kerajaan Majapahit. Karena itu sudah jelas bahwa Soekarno telah memanipulasikan sejarah.
2.
Klaim atas Kekuasaan Tidore
Di dalam
suatu pernyataan yang di lakukan antara sultan Tidore dengan VOC pada tahun
1660, secara sepihak sultan Tidore mengklaim bahwa kepulauan Papua atau
pulau-pulau yang termasuk di dalamnya merupakan daerah kesultanan Tidore.
Soekarno
mengklaim bahwa kesultanan Tidore merupakan “Indonesia Bagian Timur”, maka
Papua Barat merupakan bagian daripadanya. Di samping itu, Soekarno mengklaim
bahwa raja-raja di kepulauan Raja Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat,
pernah mengadakan hubungan dengan sultan Tidore.
Apakah
kedua klaim dari sultan Tidore dan Soekarno dapat dibuktikan secara ilmiah?
Gubernur kepulauan Banda, Keyts melaporkan pada tahun 1678 bahwa dia tidak
menemukan bukti adanya kekuasaan Tidore di Papua Barat. Pada tahun 1679 Keyts
menulis lagi bahwa sultan Tidore tidak perlu dihiraukan di dalam hal Papua
Barat.
Menurut
laporan dari kapten Thomas Forrest (1775) dan dari Gubernur Ternate (1778)
terbukti bahwa kekuasaan sultan Tidore di Papua Barat betul-betul tidak
kelihatan.
Pada
tanggal 27 Oktober 1814 dibuat sebuah kontrak antara sultan Ternate dan Tidore
yang disaksikan oleh residen Inggris, bahwa seluruh kepulauan Papua Barat dan
distrik-distrik Mansary, Karandefur, Ambarpura dan Umbarpon pada pesisir Papua
Barat (daerah sekitar Kepala Burung) akan dipertimbangkan kemudian sebagai
milik sah sultan Tidore.
Kontrak ini dibuat di luar ketahuan dan keinginan rakyat Papua Barat. Berbagai penulis melaporkan, bahwa yang diklaim oleh sultan Tidore dengan nama Papua adalah pulau Misol. Bukan daratan Papua seluruhnya.
Ketika sultan Tidore mengadakan perjalanan keliling ke Papua Barat pada bulan Maret 1949, rakyat Papua Barat tidak menunjukkan keinginan mereka untuk menjadi bagian dari kesultanan Tidore. Adanya raja-raja di Papua Barat bagian barat, sama sekali tidak dapat dibuktikan dengan teori yang benar.
Lahirnya sebutan ‘Raja Ampat’ berasal dari mitos. Raja Ampat berasal dari telur burung Maleo (ayam hutan). Dari telur-telur itu lahirlah anak-anak manusia yang kemudian menjadi raja.
Kontrak ini dibuat di luar ketahuan dan keinginan rakyat Papua Barat. Berbagai penulis melaporkan, bahwa yang diklaim oleh sultan Tidore dengan nama Papua adalah pulau Misol. Bukan daratan Papua seluruhnya.
Ketika sultan Tidore mengadakan perjalanan keliling ke Papua Barat pada bulan Maret 1949, rakyat Papua Barat tidak menunjukkan keinginan mereka untuk menjadi bagian dari kesultanan Tidore. Adanya raja-raja di Papua Barat bagian barat, sama sekali tidak dapat dibuktikan dengan teori yang benar.
Lahirnya sebutan ‘Raja Ampat’ berasal dari mitos. Raja Ampat berasal dari telur burung Maleo (ayam hutan). Dari telur-telur itu lahirlah anak-anak manusia yang kemudian menjadi raja.
Mitos
ini memberikan bukti, bahwa tidak pernah terdapat raja-raja di kepulauan Raja
Ampat menurut kenyataan yang sebenarnya. Rakyat Papua Barat pernah mengenal
seorang pemimpin armada laut asal Biak: Kurabesi, yang menurut F.C. Kamma,
pernah mengadakan penjelajahan sampai ke ujung barat Papua Barat. Kurabesi
kemudian kawin dengan putri sultan Tidore. Adanya armada Kurabesi dapat
memberikan kesangsian terhadap kehadiran kekuasaan asing di Papua Barat.
Pada
tahun 1848 dilakukan suatu kontrak rahasia antara Pemerintah Hindia Belanda
(Indonesia jaman Belanda) dengan Sultan Tidore di mana pesisir barat-laut dan
barat-daya Papua Barat merupakan daerah teritorial kesultanan Tidore. Hal ini
dilakukan dengan harapan untuk mencegah digunakannya Papua Barat sebagai
papan-loncat penetrasi Inggris ke kepulauan Maluku. Di dalam hal ini Tidore
sesungguhnya hanya merupakan vassal proportion (hubungan antara seorang yang
menduduki tanah dengan janji memberikan pelayanan militer kepada tuan tanah)
terhadap kedaulatan kekuasaan
Belanda, tulis C.S.I.J. Lagerberg. Sultan Tidore diberikan mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1861 untuk mengurus perjalanan hongi (hongi-tochten, di dalam bahasa Belanda). Ketika itu banyak pelaut asal Biak yang berhongi (berlayar) sampai ke Tidore. Menurut C.S.I.J. Lagerberg hongi asal Biak merupakan pembajakan laut, tapi menurut bekas-bekas pelaut Biak, hongi ketika itu merupakan usaha menghalau penjelajah asing. Pengejaran terhadap penjelajah asing itu dilakukan hingga ke Tidore. Untuk menghadapi para penghalau dari Biak, sultan Tidore diberi mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Belanda, tulis C.S.I.J. Lagerberg. Sultan Tidore diberikan mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1861 untuk mengurus perjalanan hongi (hongi-tochten, di dalam bahasa Belanda). Ketika itu banyak pelaut asal Biak yang berhongi (berlayar) sampai ke Tidore. Menurut C.S.I.J. Lagerberg hongi asal Biak merupakan pembajakan laut, tapi menurut bekas-bekas pelaut Biak, hongi ketika itu merupakan usaha menghalau penjelajah asing. Pengejaran terhadap penjelajah asing itu dilakukan hingga ke Tidore. Untuk menghadapi para penghalau dari Biak, sultan Tidore diberi mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Jadi, justru
yang terjadi ketika itu bukan suatu kekuasaan pemerintahan atas teritorial
Papua Barat. Setelah pada tahun 1880-an Jerman dan Inggris secara nyata
menjajah Papua New Guinea, maka Belanda juga secara nyata memulai penjajahannya
di Papua Barat pada tahun 1898 dengan membentuk dua bagian tertentu di dalam
pemerintahan otonomi (zelfbestuursgebied) Tidore, yaitu bagian utara dengan
ibukota Manokwari dan bagian selatan dengan ibukota Fakfak. Jadi, ketika itu
daerah pemerintahan Manokwari dan Fakfak berada di bawah keresidenan Tidore.
Mengenai manipulasi sejarah berdasarkan kekuasaan Tidore atas wilayah Papua Barat ini, Dr. George Junus Aditjondro menyatakan bahwa:
Mengenai manipulasi sejarah berdasarkan kekuasaan Tidore atas wilayah Papua Barat ini, Dr. George Junus Aditjondro menyatakan bahwa:
Kita
mempertahankan Papua Barat karena Papua Barat adalah bagian dari Hindia
Belanda. Itu atas dasar apa? Hanya karena kesultanan Tidore mengklaim bahwa dia
menjajah Papua Barat sampai teluk Yotefa mungkin? Maka kemudian, ketika Tidore
ditaklukan oleh Belanda, Belanda belum merasa otomatis mendapatkan hak atas
penjajahan Tidore? Belanda mundur, Indonesia punya hak atas semua eks-jajahan
Tidore? Itu kan suatu mitos. Sejak kapan berbagai daerah di Papua barat takluk
kepada Tidore?... Saya kira tidak. Yang ada adalah hubungan vertikal antara
Tidore dan Papua Barat, tidak ada kekuasaan Tidore untuk menaklukan Papua
Barat. Atas dasar itu, klaim bahwa Indonesia berhak atas seluruh Hindia Belanda
dulu, merupakan imajinasi.”
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Soekarno telah terbukti memanipulasikan
sejarah untuk mencaplok Papua Barat. Karena wilayah Papua Barat tidak masuk
dalam kekuasaan Tidore.
3. Klaim
atas kekuasaan Hindia Belanda
Secara
historis penjajahan, Papua Barat sesungguhnya bukan bagian dari Wilayah
Republik Indonesia, karena Papua Barat bukan bagian dari Hindia Belanda. Pada
tanggal 24 agustus 1828 di Lobo, Teluk Triton Kaimana (pantai selatan Papua
Barat) diproklamasikan penguasaan Papua Barat oleh Sri Baginda Raja Nederland.
Sedangkan di Bogor, 19 Februari 1936 dalam Lembaran Negara Hindia Belanda
disepakati tentang pembagian daerah teritorial Hindia Belanda, yaitu sabang
sampai Amboina tidak termasuk Papua Barat (Nederland Neiw Guinea).
Juga
perlu diingat bahwa walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan
jajahan Belanda, namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara
terpisah. Indonesia dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya
dikendalikan dari Batavia (sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang
telah menjalankan penjajahan Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang
sampai Amboina (Hindia Belanda). Kekuasaan Belanda di Papua Barat dikendalikan
dari Hollandia (sekarang Port Numbay), dengan batas kekuasaan mulai dari
Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke (Nederland Nieuw Guinea).
Selain itu
saat tertanam dan tercabutnya kaki penjajahan Belanda di Papua
Barat tidak bertepatan waktu dengan yang terjadi di Indonesia. Kurun waktunya berbeda, di mana Indonesia dijajah selama tiga setengah abad sedangkan Papua Barat hanya 64 tahun (1898-1962). Tanggal 24 Agustus 1828, ratu Belanda mengeluarkan pernyataan unilateral bahwa Papua Barat merupakan daerah kekuasaan Belanda. Secara politik praktis, Belanda memulai penjajahannya pada tahun 1898 dengan menanamkan pos pemerintahan pertama di Manokwari (untuk daerah barat Papua Barat) dan di Fakfak (untuk daerah selatan Papua Barat. Tahun 1902, pos pemerintahan lainnya dibuka di Merauke di mana daerah tersebut terlepas dari lingkungan teritorial Fakfak. Tanggal 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Papua Barat ke dalam PBB.
Barat tidak bertepatan waktu dengan yang terjadi di Indonesia. Kurun waktunya berbeda, di mana Indonesia dijajah selama tiga setengah abad sedangkan Papua Barat hanya 64 tahun (1898-1962). Tanggal 24 Agustus 1828, ratu Belanda mengeluarkan pernyataan unilateral bahwa Papua Barat merupakan daerah kekuasaan Belanda. Secara politik praktis, Belanda memulai penjajahannya pada tahun 1898 dengan menanamkan pos pemerintahan pertama di Manokwari (untuk daerah barat Papua Barat) dan di Fakfak (untuk daerah selatan Papua Barat. Tahun 1902, pos pemerintahan lainnya dibuka di Merauke di mana daerah tersebut terlepas dari lingkungan teritorial Fakfak. Tanggal 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Papua Barat ke dalam PBB.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Soekarno telah terbukti memanipulasikan
sejarah untuk mencaplok Papua Barat. Karena wilayah Papua Barat tidak masuk
dalam kekuasaan Hindia Belanda.
4. Menghalau
Pengaruh Imperialisme Barat di Asia Tenggara.
Soekarno mengancam akan memohon
dukungan dari pemerintah bekas Uni Sovyet untuk menganeksasi Papua Barat jika
pemerintah Belanda tidak bersedia menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik
Indonesia. Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada waktu itu sangat takut akan
jatuhnya negara Indonesia ke dalam Blok komunis. Soekarno dikenal oleh dunia
barat sebagai seorang Presiden yang sangat anti imperialisme barat dan pro Blok
Timur. Pemerintah Amerika Serikat ingin mencegah kemungkinan terjadinya perang
fisik antara Belanda dan Indonesia.
Maka Amerika Serikat memaksa
pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik Indonesia.
Di samping menekan pemerintah Belanda, pemerintah AS berusaha mendekati
presiden Soekarno. Soekarno diundang untuk berkunjung ke Washington (Amerika
Serikat) pada tahun 1961. Tahun 1962 utusan pribadi Presiden John Kennedy yaitu
Jaksa Agung Robert Kennedy mengadakan kunjungan balasan ke Indonesia untuk
membuktikan keinginan Amerika Serikat tentang dukungan kepada Soekarno di dalam
usaha menganeksasi Papua Barat.
Untuk mengelabui mata dunia, maka
proses pengambil-alihan kekuasaan di Papua Barat dilakukan melalui jalur hukum
internasional secara sah dengan dimasukkannya masalah Papua Barat ke dalam
agenda Majelis Umum PBB pada tahun 1962. Dari dalam Majelis Umum PBB dibuatlah
Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang mengandung “Act of Free Choice” (Pernyataan
Bebas Memilih). Act of Free Choice kemudian diterjemahkan oleh pemerintah
Republik Indonesia sebagai PEPERA (Pernyataan Pendapat Rakyat) yang
dilaksanakan pada tahun 1969.
Ones
Nesta Suhuniap.
Sekrataris
Umum KNPB
0 komentar:
Posting Komentar