Saat massa aksi berusaha mendobrak gerbang untuk menemui Jokowi. Foto: MS |
Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Puluhan
mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Mahasiswa Papua (FMP) se-Jawa dan
Bali dihadang kepolisian saat hendak ingin menemui presiden Indonesia, Joko
Widodo yang sedang memberikan kuliah umum di Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta, Selasa (9/12/2014) siang.
Massa aksi membentangkan spanduk korban penembakan yang
terjadi di kabupaten Paniai, Senin (8/12/2014) kemarin yang menyebabkan
tewasnya 5 orang warga sipil dan belasan lainnya dilarikan ke Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Paniai akibat terkena timah panas.
"Kami datang dengan damai dan kami ingin bertemu dengan
bapak Presiden agar kasus kekerasan di Paniai yang menewaskan warga sipil
kemarin diusut tuntas," kata penanggung jawab aksi, Aris Yeimo, melalui
pengeras suara.
"Kami datang bukan ingin mengacaukan agenda Presiden, tetapi kami ingin mengadukan tindak kekerasan di Papua terutama di Paniai dan meminta kepada Jokowi agar pelakunya diadili di pengadilan HAM," tambah Hery Hegemur, orator lainnya.
"Kami datang bukan ingin mengacaukan agenda Presiden, tetapi kami ingin mengadukan tindak kekerasan di Papua terutama di Paniai dan meminta kepada Jokowi agar pelakunya diadili di pengadilan HAM," tambah Hery Hegemur, orator lainnya.
Agar menyampaikan harapan mereka, massa aksi meminta hadirkan
presiden di hadapan mereka jika polisi tidak mengijinkan mereka masuk menemui
Jokowi.
"Tolong bapak-bapak polisi, kalau kami tidak boleh masuk, bawa Presiden Jokowi ke hadapan kami. Kami ingin mengadukan karena keluarga kami di Papua sedang berduka," teriak Aris.
"Tolong bapak-bapak polisi, kalau kami tidak boleh masuk, bawa Presiden Jokowi ke hadapan kami. Kami ingin mengadukan karena keluarga kami di Papua sedang berduka," teriak Aris.
Pantauan majalahselangkah.com, beberapa kali massa aksi berusaha
mendobrak gerbang yang dijaga ketat aparat kepolisian, namun belum mampu
menembus karena jumlah aparat tidak sebanding massa aksi.
Karena tidak ingin terjadi bentrok, akhirnya massa aksi menduduki bundaran UGM mengakibatkan kemacetan. Beberapa polantas mengatur kendaraan di sekitar massa aksi, sementara massa aksi melakukan orasi secara bergantian.
Karena tidak ingin terjadi bentrok, akhirnya massa aksi menduduki bundaran UGM mengakibatkan kemacetan. Beberapa polantas mengatur kendaraan di sekitar massa aksi, sementara massa aksi melakukan orasi secara bergantian.
Dalam orasi-orasinya, mereka mengutuk keras tindakan brutal
dari aparat yang dilakukan di Paniai kemarin serta penembakan secara
keseluruhan di Papua selama ini.
"Kami mengutuk keras tindakan aparat di Paniai.
Bayangkan aparat menembak pelajar yang masih memakai seragam sekolah. Ini
tindakan yang tidak manusiawi, orang Papua bukan binatang yang dengan seenaknya
ditembak. Kami mendesak pelaku segera diadili dan dihukum atas tindakan
mereka," ungkap beberapa orator.
Kiki, salah satu anggota BEM Fisip UGM ikut berorasi
mengkritisi aparat Indonesia di Papua gampang menghilangkan nyawa orang Papua
dengan alat negara.
"Negara Indonesia melalui aparatnya mudah menghilangkan
nyawa orang dan selama ini tidak pernah ada penegakan secara jelas yang
dilakukan oleh negara. Kasus serupa di Papua serta beberapa daerah lain di
seluruh Indonesia," kata Kiki dalam orasinya.
Aksi sempat memanas ketika massa bergerak memenuhi badan
jalan serta membakar ban yang mengakibatkan lalu lintas di sekitar bundaran UGM
mengalami kemacetan panjang.
Pada pukul 16.20, FMP membacakan pernyataan sikap dan
membubarkan diri.
Berikut pernyataan sikap mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Mahasiswa Papua (FMP) se-Jawa dan Bali.
Berikut pernyataan sikap mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Mahasiswa Papua (FMP) se-Jawa dan Bali.
Pertama: Presiden Republik
Indonesia, Ir. H. Jokowi Widodo harus menuntaskan tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh oleh aparat keamanan dengan menewaskan 5 warga sipil di
Enarotali, Kabupaten Paniai Papua.
Kedua: Komnas HAM RI segera mengidentifikasi kasus kekerasan di Paniai dan menyampaikan kepada publik mengenai fakta peristiwa terutama dalam mengungkapkan pelaku kekerasan yang menewaskan beberapa warga sipil.
Ketiga: Negara segera merehabilitasi keluarga korban yang telah kehilangan anggota keluarga akibat dihabisi nyawa menggunakan alat Negara.
Keempat: DPRP dan MRP segera mengawal kasus kekerasan di Paniai dalam proses mengungkapkan pelaku hingga diadili di pengadilan sipil agar keadilan bagi keluarga korban dapat ditegaskan dalam proses hukum.
Kelima: Bupati dan ketua DPRP Paniai segera melakukan negosiasi dengan komandan Timsus 753 agar anggotanya ditarik dari Paniai; Paniai bukan Daerah Operasi Militer (DOM) dan bukan pula daerah operasi militer.
Keenam: Negara segera menjamin Hak Hidup Masyarakat dengan mengurangi jumlah TNI/Polri di Papua. (Andreas M. Yeimo/MS)
Kedua: Komnas HAM RI segera mengidentifikasi kasus kekerasan di Paniai dan menyampaikan kepada publik mengenai fakta peristiwa terutama dalam mengungkapkan pelaku kekerasan yang menewaskan beberapa warga sipil.
Ketiga: Negara segera merehabilitasi keluarga korban yang telah kehilangan anggota keluarga akibat dihabisi nyawa menggunakan alat Negara.
Keempat: DPRP dan MRP segera mengawal kasus kekerasan di Paniai dalam proses mengungkapkan pelaku hingga diadili di pengadilan sipil agar keadilan bagi keluarga korban dapat ditegaskan dalam proses hukum.
Kelima: Bupati dan ketua DPRP Paniai segera melakukan negosiasi dengan komandan Timsus 753 agar anggotanya ditarik dari Paniai; Paniai bukan Daerah Operasi Militer (DOM) dan bukan pula daerah operasi militer.
Keenam: Negara segera menjamin Hak Hidup Masyarakat dengan mengurangi jumlah TNI/Polri di Papua. (Andreas M. Yeimo/MS)
Sumber: majalahselangkah.com
0 komentar:
Posting Komentar