TPN-PB/OPM Wilayah Lapago |
Bagi
Puron Wenda dan Enden Wanimbo PEPERA belum final, masih menyisakan sejumlah
ganjalan dan ketidakpuasan atas prosesnya. Mereka tidak terlalu percaya lagi dengan
kelompok sempalan yang berkeliaran di kota, kalau memungkinkan keduanya ingin
bertemu langsung dengan Presiden RI, Joko Widodo, tujuannya hanya satu, minta
Papua merdeka.
Oleh : Walhamri Wahid
Puron Wenda. (Foto : Doc.SP) |
Embun pagi
membasahi rerumputan yang rata akibat pijakan kaki pasukan yang menari
semalaman, tidak mampu membendung hawa dingin pegunungan menembus sela – sela
tenda yang kami tiduri, memaksa kami membelalakkan mata untuk sekedar bangun
menikmati pendaran mentari di ufuk timur.
Sekitar jam 6.00 WIT, Puron Wenda dan Enden Wanimbo sudah muncul di
“markas” tersebut menyapa kami yang baru saja terbangun dari lelapnya malam.
Secangkir teh hangat dan ubi bakar menjadi menu pembuka pagi itu,
setelah berkenalan kami duduk berhadap – hadapan dalam lingkaran kecil
mendiskusikan banyak hal mulai dari kehidupan mereka sehari – hari selama di
hutan, hingga kondisi kota dan perkembangan pergerakan di manca negara,
khususnya di Vanuatu.
“mereka semua ini pejuang kemerdekaan, dengan kondisi sulit mereka masih
tetap semangat, selain di sini, ada beberapa kantong – kantong kami (markas –
markas kecil-red) kami baik di hutan, di perkampungan, bahkan di tengah kota,
semua menyebar”, kata Puron Wenda menceritakan sedikit soal pasukannya.
Enden Wanimbo. (Foto : Doc.SP) |
Puron
Wenda dan Enden Wanimbo menjelaskan bahwa di kawasan pegunungan tersebut ada
dua markas, yang pertama adalah yang ditempati oleh pasukannya, sedangkan satu
markas lagi ditempati oleh mereka dan beberapa orang pengawal khusus.
“tidak jauh, kelihatan dari sini mo”, kata Enden sambil menunjuk ke satu
titik di kejauhan di balik sebuah gunung yang lebih rendah dari tempat kami
berada.
Secara kasat mata memang lokasi markas para petinggi TPN/OPM tersebut
dekat, namun apabila di telusuri dengan jalan kaki, jarak tempuhnya bisa makan
waktu 2 – 3 jam karena harus melewati perbukitan dan medan yang sulit.
Di sela – sela obrolan kami pagi itu, beberapa anggota yang sudah
terbangun langsung mempersiapkan beberapa peralatan untuk upacara 1 Desember
dan pernyataan sikap resmi yang akan di sampaikan oleh kedua Komandan mereka,
Puron Wenda dan Enden Wanimbo.
Mereka terlihat mempersiapkan sebuah colar
cell sebagai satu –
satunya sumber energi untuk menghidupkan loudspeker yang sudah mereka siapkan,
louspeker ini sehari – hari mereka gunakan sebagai pengeras suara untuk memutar
lagu – lagu perjuangan sebagai penyemangat, atau sekedar untuk menghibur mereka
mengisi waktu.
Tampak beberapa anak kecil usia sekolah mulai terbangun dan asyik
bermain – main di sekitar markas, beberapa orang perempuan juga terlihat mulai
menjalankan aktifitas seperti biasanya, mereka mulai bersiap – siap menggarap
beberapa kebun kecil yang berserakan di kaki bukit sekitar markas.
“mereka mau sekolah dimana, disini tidak ada sekolah, dan tidak ada
pengajar, mereka ini calon – calon penerus perjuangan kami, makanya mental dan
fisiknya sudah terbentuk sejak kecil”, jawab Enden Wanimbo ketika SULUH PAPUA
menanyakan mengapa anak – anak kecil tersebut tidak di titipkan di kampung agar
bisa mendapatkan pendidikan yang layak, minimal bisa baca dan tulis.
Aktivitas pasukan setiap harinya selain melakukan rolling penjagaan di
beberapa pos, sesekali mereka juga melakukan latihan militer, sedangkan kaum
perempuan yang adalah istri – istri dari pasukan yang bertanggung jawab urusan
belakang, yakni mengolah pertanian untuk memenuhi kebutuhan makan pasukan.
Namun sesekali juga para lelaki membantu istri – istri mereka untuk
mengolah kebun, khususnya saat mulai membuka areal perkebunan pada awalnya,
kalau sudah menanam dan panen biasanya perempuan yang kerja.
“kalau dapat buruan babi, yah, torang makan daging babi, kalau tidak
ada, kami sudah terbiasa dengan makan apa yang ada di alam”, kata Puron Wenda
ketika di tanya soal makanan pasukannya.
Dari sekian ratus pasukannya, Puron menjelaskan mereka memiliki skill
yang berbeda – beda, ada yang spesial sniper (penembak jitu), ada pasukan
serbu, bahkan mereka juga memiliki intelijen yang selalu memasok informasi
maupun mengurusi kepentingan kelompok ini dengan dunia luar baik di dalam Kota
Wamena, Jayapura, bahkan dunia internasional.
“Pasukan intelijen kami tersebar di dalam kota Tiom dan Wamena, kami
juga ada sniper yang selalu stanby di tiap pos pengintai, dan yang ada di sini
ini semuanya terbanyak pasukan serbu, yang siap melakukan kontak senjata kapan
saja”, jelas Puron Wenda membocorkan kekuatan pasukannya.
Dari pantauan SULUH PAPUA, tidak semua pasukan memegang senjata benaran,
nampaknya ada beberapa anggota yang sudah terlatih saja yang di percayakan
memegang senjata, sedangkan lainnya ada yang memegang senapan angin, panah dan
alat perang tradisional lainnya.
Sekitar 2 jam lebih SULUH PAPUA bercengkerama dengan Puron Wenda dan
Enden Wanimbo, meski area untuk upacara telah disiapkan, demikian juga sound
system sudah siap, namun belum ada tanda – tanda untuk memulai acara.
“kita tunggu pasukan dari Ilaga tiba dulu, laporan terakhir mereka sudah
di perjalanan dan tidak lama lagi tiba”, kata Enden Wanimbo saat seorang
Komandan Regu melaporkan bahwa tempat sudah siap.
Tak lama berselang, segerombolan pasukan tiba di markas, setelah
perkenalan dan ramah tamah, kemudian acara siap di mulai.
Rupanya ada 3 pasukan dari kelompok yang berbeda yang ikut upacara 1
Desember kemarin di Markas Malaganery, yakni pasukan dari Enden Wanimbo, dan
pasukan dari Puron Wenda dari Puncak serta kelompok Rambo dari Ilaga.
“ini adeknya Rambo, dia yang pimpin pasukan dari Ilaga sekarang, karena
Rambo sudah di tangkap kemarin”, kata Enden memperkenalkan pemimpin kelompok yang
baru tiba pagi itu.
Pukul 8.30 WIT, semua pasukan berbaris rapi di tanah lapang depan 3 buah
tenda besar sebagai markas mereka.
Tidak ada upaca pengibaran bendera, karena memang bendera Bintang kejora
berkibar 24 jam di markas tersebut.
Setelah mempersiapkan barisan, Komandan Upacara melapor, dan akhirnya
Puron Wenda dan Enden Wanimbo tampil ke depan untuk membacakan pernyataan
sikapnya.
Di sela – sela pernyataan sikapnya, Enden Wanimbo yang memegang sebuah
pistol beberapa kali melepaskan tembakan ke arah udara yang di susul dengan
rentetan tembakan dari pasukan lainnya yang memegang senjata.
Baik Puron Wenda maupun Enden Wanimbo dalam pernyataan sikapnya kembali
menegaskan bahwa apa yang mereka perjuangkan adalah bukan untuk meminta Otonomi
Khusus (Otsus) atau sekedar gula – gula manis untuk kepompok dan pribadi, tapi
mereka menginginkan agar Pemerintah memberikan kemerdekaan kepada bangsa Papua
melalui Referendum.
“Kami sudah cukup dijajah Indonesia, kami minta merdeka dan menentukan
nasib sendiri, kami bukan minta uang, bukan minta pemekaran, kami minta
kedaulatan, sudah cukup puluhan tahun dijajah”, tandas Puron Wenda lagi.
Enden Wanimbo juga menambahkan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi
mestinya bisa lebih peka dan sudah tahu apa yang jadi isi hati orang Papua,
sehingga tidak perlu menutup telinga, tapi harus datang dan bicara apa
solusinya.
“hanya Jokowi yang bisa kasih kami kemerdekaan, makanya kami ingin
bertemu dengan Presiden Jokowi, sehingga kami bisa sampaikan langsung apa yang
menjadi permintaan kami, karena kami ingin referendum, bila itu tidak di
tanggapi, maka kita akan tetap melakukan aksi yang kami sebut sebagai Revolusi
Total”, kata Enden Wanimbo lagi.
(Bersambung)
Sumber:suluhpapua.com/read/2014/12/09/ingin-ketemu-jokowi-mau-minta-merdeka/
0 komentar:
Posting Komentar