Peserta Seminar(Dok/AMPTPI) |
Abepura,
Jubi – Melalui releasenya, Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua
Se-Indonesia (AMPTPI) bekerja sama Pusat Studi Papua Universitas Kristen
Indonesia (PSP UKI) menyeruhkan pemerintah RI menyelesaikan masalah Papua
dengan jalan damai.
Seruan itu dihasilkan melalui Seminar Sehari bertemakan “ Refleksi
sepuluh tahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono bagi Tanah Papua” di Aula
Utama Lt. 3, UKI, Cawang, Jakarta Timur, Senin, 16 Oktober 2014, yang dihadiri
sekitar 360 Peserta dari Para Akedemisi, Mahasiswa, Pemerhari, Tokoh Agama,
Adat, Perempuan dan berbagai kalangan Papua dan Non Papua, dari beberapa kota
studi, Jakarta, Tanggerang, Bogor, Bandung. Baca releasenya berikut ini:
Panitia seminar ini menghadirkan tiga pemateri. Pertama,Dr. Antie
Solaiman (Akademisi dan Ketua PSP UKI UKI). Ia menyampaikan Pandangan Akademisi
terkait Kepemimpinan SBY 10 tahun dalam penyelesaian masalah Papua. Kedua,
Natalis Pigay, S.IP (Perwakilan KOMNAS HAM RI) membawakan materi catatan KOMNAS
HAM RI mengenai Isu Pelanggaran HAM di Papua pada masa 10 tahun Kepemimpinan
SBY. Dan ketiga, Sekjen AMPTPI, Markus Haluk menyampaikan materi dengan tema
Dinamika Sipil Politik, Ekososbud (Ekonomi Sosial Budaya) di Papua dan Harapan
akan Masa Depan Bangsa Papua.
Para pemateri umumnya memiliki pandangan bahwa selama 10 tahun
(2004-2014) kepemimpinan SBY, 10 kebijakan bagi Papua telah mengundang pro dan
kontra. Kebijakan dimaksud ialah 1). dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 52
Tahun 2004, tentang Majelis Rakyat Papua. Saat ini MRP menjadi 2 ; Papua dan
Papua Barat; Perpu No. 35, kemudian menjadi UU tentang Pengakuan Eksistensi
Provinsi Irian Jaya Barat; 2). Terus terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia
di Tanah Papua, yang dilakukan oleh Negara; 3). Lemahnya penegakan Hukum bagi
Anggota TNI-Polri yang telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia; 4).
Mendegradasinya pelaksanaan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
5). Terjadinya Pemekaran Kabupaten/Kota, Distrik dan Kampung,
pengembangan Infrastruktur Sipil dan Militer termasuk kepolisian di Papua; 6).
Peraturan Pemerintah tentang Pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan
Papua Barat 2010; 7). Meningkatnya migrasi Penambahan penduduk dari luar Papua
masuk di tanah Papua; 8). Penunjukan Utusan Khusus Presiden untuk selesaikan
masalah Papua melalui Dialog namun sampai saaat ini dialog sebagaimana
dimakukan tidak terjadi.
9).Meningkatnya proses kejahatan kemanusiaan, kekerasan,
pemenjarahan, pembunuhan, Penyiksaan berat, Penangkapan sewenang-wenang,
Penahanan sewenang-wenang, Penembakan dan pembunuhan, Pembakaran rumah,
penggerebekan rumah, asrama, Pengekangan Demonstrasi Damai, Penolakan Surat
Pemberitahuan Aksi demo damai, Pembatasan dan ancaman terhadap
Jurnalis/wartawan Lokal, nasional, dan ancaman terhadap para pembela Hak Azasi
Manusai di Papua. 10). Meningkatnya angka korupsi di Tanah Papua.
Melalui Seminar ini telah Dapat disimpulkan bahwa selama 10 tahun
ini pemerintah tidak menyelesaikan persoalan Papua secara menyeluruh dan
konfrehensip. Pemerintah masih berputar dengan konsep yang tidak mungkin
menyelesaikan masalah Papua. Oleh karena itu, forum seminar ini mengharapkan
pemerintahan Presiden Joko Windodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dapat
penyelesaikan persoalan secara menyeluruh melalui cara-cara bermartabat, dengan
damai guna menyelesaikan persoalan Papua. Forum ini merekomendasikan:
Pertama, pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi – Jusuf
Kalla: 1) Mengadakan dialog Jakarta – Papua difasilitasi pihak ketiga dengan
menghadirkan tiga kelompok orang Papua (yang ada di Papua, di hutan dan di luar
negeri). Segala bentuk pendekatan pembangunan terbukti tidak merubah persoalan
Papua.
2) Memberikan akses yang bebas kepada jurnalis asing untuk meliput
kegiatan di Papua sama seperti daerah lain di Indonesia serta memberikan
jaminan keselamatan, kenyamanan dan keleluasaan mengakses informasi terhadap
jurnalis lokal dan nasional yang sering dihambat oleh oknum-oknum tertentu
(aparat Negara).
3) Memberikan jaminan keamanan serta mendukung kebebasan
mengemukakan pendapat dimuka umum bagi mahasiswa Papua di Papua dan diluar
Papua dalam mengadvokasi persoalan-persoalan Papua. 4) Menyediakan beasiswa
penuh (sampai selesai) bagi putra-putri Papua di luar tanah Papua agar mereka
mendapatkan kesempatan belajar dengan fasilitas yang lebih baik dan juga budaya
lain.
Kedua, pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat: 1) Memfasilitasi
mengembangkan perguruan tinggi lokal Papua bertaraf nasional dan bahkan
internasioanal serta bekerja sama dengan pihak luar untuk mendirikan
tempat-tempat pengembangan keterampilan misalnya tempat kursus bahasa Inggris
dengan fasilitas yang memadai serta tenaga pengajar handal.
2) Membuat regulasi kepemilikan hak ulayat masyarakat adat atas
tanah adatnya untuk menghindari bangunan-bangunan liar yang berdampak pada
perampasan harta warisan itu. 3) Membuat regulasi tentang perlindungan beberapa
marga dan atau bahasa yang semakin punah serta pelarangan memberikan marga
kepada orang lain yang bukan pemiliknya sebagai balas budi.
4) Regulasi seputar penduduk non Papua yang dengan mudah memasuki
Papua terkait tujuan, berapa lama, tinggal dimana dan dengan siapa serta
penertiban dan pengurusan KTP. Peristiwa ini dialami mahasiswa Papua di luar
Papua karena tidak bisa mengurus KTP ditempat sebentara atau kasus Bali
dibuatkan KIPEM (sejenis kartu tanda penduduk sebentara) yang akan dicetak
setiap tiga bulan dengan penggenaan biaya puluhan ribu rupiah.
5) Mengadakan program pendidikan dan pembinaan berpola asrama untuk
mempersiapkan sumber daya manusia Papua yang lebih handal dibawah pendampingan
orang-orang pakar dengan tidak meninggalkan konsep Papua.
Ketiga, Anggota DPR Provinsi Papua, DPR Daerah Papua Barat dan MRP,
MRP B: 1) Membuat dan Mengawal regulasi tentang perlindungan orang asli Papua
beserta kekayaan alam yang terkandung di bumi Papua.
2) Membuat dan mengawal regulasi tentang perlindungan budaya.
upacara-upacara adat yang telah diwariskan secara turun temurun. 3) Membuat dan
mengawal regulasi tentang pedoman orang non Papua di Papua meliputi tujuan
kedatangan, lamanya menetap di Papua dan Papua Barat, pernyataan tidak melakukan
onar dan lainnya.
4) Siap sedia melakukan advokasi atas ketidakadilan yang dihadapi
orang asli Papua, misalnya perampasan hak ulayat, penangkapan sewenang-wenang,
perbuatan atas; illegal logging, illegal fishing, deforestation, menyebarkan
barang-barang terlarang dan atau perbuatan penghasutan dengan kelompok
terlarang.
5)
Mendukung penuh kegiatan-kegiatan intelektual independent, misalnya demo damai,
mimbar panggung, jurnalistik, dan wujud kebebasan ekspresi lainnya.
Keempat, Para Wali Kota dan Bupati se- tanah Papua (Sorong sampai
Merauke): 1) Mendukung program – program DPR Provinsi Papua, DPR Daerah Papua
Barat, MRP dan MRP B dalam mengadvokasi hak-hak orang asli Papua, kekayaan alam
dan budaya Papua, penertiban arus banjirnya penduduk non Papua.
2) Mendukung program pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat dalam
mengimplementasikan program pendidikan dan pembinaan berpola asrama untuk
mempersiapkan sumber daya manusia Papua.
3) Mengundang dan menjalin kerja sama dengan lembaga adat, Dewan Adat Daerah (DAD)
dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) untuk memetakkan konsep tata wilayah
berdasarkan kepemilikan adat oleh suku tertentu. Bila memungkinkan,
kepemerintahan terkecil dibangun berdasarkan per-kesukuan.
4) Mendidik masyarakat untuk makan dari sumbernya sendiri daripada
mengharapkan bantuan orang lain karena akan berdampak pada kesusahan jangka
panjang (mental menunggu diganti dengan mental kerja keras).
Kelima, pihak Universitas/Sekolah Tinggi di seluruh tanah Papua:
1) Berkontribusi dalam mengadakan kajian-kajian terkait perlindungan orang asli
Papua, masalah-masalah sosial masyarakat, konflik-konflik politik dan komunal
baik horizontal maupun vertikal, pengelolaan SDA dengan mengedepankan
nilai-nilai independensi dan intelektual (akademik). Memberikan saran,
rekomendasi serta solusi atas masalah itu kepada pemerintah daerah, provinsi,
dan pusat sebagai bahan pertimbangan sebelum mengambil kebijakan berkaitan
orang asli Papua dengan segala hal yang terkandung di Pulau Papua.
2) Memaksimalkan perguruan tinggi yang sudah ada untuk mendapatkan
akreditas yang lebih baik agar menjadi perguruan tinggi bertaraf nasional dan
ataupun internasioanal bukan menambah jumlah perguruan tinggi karena akan
berdampak pada kekurangan tenaga pengajar, pengadaan fasilitas termasuk buku
ajar dan dampaknya menghasilkan sumber daya manusia yang pas-pasan saja.
3) Bekerja sama dengan pemerintah Pusat dan Daerah agar menyediakan
beasiswa penuh selama empat tahun (sampai selesai) bagi putra-putri Papua. 4)
Mendidik mahasiswa Papua menjadi pribadi-pribadi yang akademis serta siap
bersaing dengan mahasiswa lain di Indonesia dan internasional.
Keenam, pihak LSM: 1) Menjadi LSM yang dapat mencatat angka sebelum
suatu peristiwa terjadi bukan mencatat setelah sautu peristiwa terjadi, artinya
mampu meminimalisir kejadian fatal bukan hanya mampu mencatat setelah kejadian
itu terjadi. 2) Menjadi corong Papua dalam mengadvokasi persoalan-persoalan
Papua di tingkat nasional maupun internasional. 3) Berpartner dengan lembaga
lain, pemerintah, perguruan tinggi, agama dalam upaya menciptakan tanah Papua
yang damai.
Ketuju, Pihak Media: 1) Mengedepankan kewenangan independensinya
dalam mendokumentasikan dan mempublikasikan semua peristiwa seantero tanah
Papua. 2) Membangun jejaring dengan media lokal, nasional dan internasional
untuk kepentingan advokasi persoalan Papua perspektif media. 3) Mendidik
muda-mudi Papua untuk menjadi jurnalis yang mengutamakan independensi dalam
pewartaannya tanpa digoncengi kepentingan siapapun dan apapun.
Kedelapan, Pimpinan Agama: 1) Tetap independen dalam menjalankan
tugas-tugas kenabian dalam membina umat/jemaat, menyembuhkan duka nestapa para
umat/jemaat yang tersesat, dan menjadi pembawa damai. 2) Menyuarakan perdamaian
bagi tanah Papua melalui jaringan nasional dan internasional yang dimilikiinya
agar perdamaian benar-benar terwujud di atas tanahn Papua.
Kesembilan, pimpinan Kapolda dan Pangdam: 1) Menghentikan
penangkapan terhadap mahasiswa dan pemuda Papua yang hendak berdemonstrasi
damai. 2) Menjalankan amanah UU no 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakat
serta UUD 45, Pasal 28 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum
secara konsekuen. 3) Menjalankan tugasnya sebagai pengayom, pelindung
masyarakat dalam mewujudkan ketentraman bukan perasaan resah dan gelisah
sepanjang hari.
Sepuluh, Mahasiswa Papua: 1) Harus mengerti dan sadar situasi Papua
kemarin dan hari ini, kemudian memiliki prediksi masa depan Papua serta
menyusun grand design agar tidak terkesan meraba-raba atau mengkopi paste ilmu
orang lain yang cocok hanya bagi daerah itu.
2) Menjadi kompas bagi dirinya sendiri untuk memilih setiap kegiatan
yang dipilih agar benar-benar bermanfaat bagi dirinya dan masa depan Papua. 3)
Selama masih ada kesempatan untuk mengeyam pendidikan, harus diraih sampai jenjak
paling akhir karena pendidikan itu membuat jaringan intelektual (Dr. Antie)
yang kontributif dalam membangun daerahnya masing-masing.
4) Orang Papua yang sudah terdidik memiliki kewajiban untuk mendidik
orang Papua yang lain agar semua memiliki pendidikan yang sama dan pola pandang
yang serupa.
Demikian Pers Release ini dikeluarkan untuk diketahui oleh publik
dan dilaksanakan oleh para pihak yang berkompoten. Dewan Penggurus Pusat
Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia (DPP AMPTPI), Markus
Haluk : 085244442502
Pusat
Studi Papua Universitas Kristen Indonesia (PSP UKI).
Sumber: www.tabloidjubi.com
0 komentar:
Posting Komentar