Karena orang Papua tidak pernah jadi subyek dalam proses Hak Penentuan Nasib Sendiri 17 Agustus 1945 dan dalam proses perjuangan dekolonisasi Indonesia.
Orang asli Papua tidak memiliki Hak Politik, hak keadilan hukum, hak demokrasi hak mendapatkan perlindungan dan hak konstitusional lainnya.
Hak warga negara yang dijamin dalam sistem Indonesia seperti hak hukum, hak demokrasi dan hak politik lainnya sebagaimana diatur dalam kontitusi negara Undang-Undang Dasar 1945 dan ideologi negara (Pancasila) diperuntukkan bagi orang Indonesia bukan untuk orang Papua.
Hak konstitusional dan hak sebagai warga negara itu berlaku bagi mereka yang nenek moyang sudah pernah sumbangkan energi, tenaga dan daya berkorban dalam proses perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Konsep State dan Nation negara Indonesia didalaminya ada ideologi Pancasila dikonsepkan oleh orang Indonesia untuk orang Indonesia.
Moyang orang Papua tidak pernah ikut terlibat dalam perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia dari jajahan Belanda maupun dari Jepang di wilayah Hindia Belanda dari cabang sampai Ambon.
Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 Pada tanggal 18 Agustus, BPUPKI mengadakan pertemuan menetapkan wilayah tradisional Indonesia disepakati hanya 8 provinsi Papua tidak termasuk. Dalam pertemuan 18 Agustus 1945 ini pulalah menetapkan undang-undang dasar 1945 yang menjadi hukum tertinggi dalam sistem Indonesia.
Semua peristiwa dalam sejarah perjuangan Indonesia tidak pernah orang Papua ikut serta atau terlibat secara langsung maupun tidak langsung.
Artinya orang Papua tidak punya kontribusi apa pun terhadap perjuangan nasional untuk kemerdekaan Indonesia secara dejure maupun defacto orang tidak berkorban di masa perjuangan sehingga orang Papua tidak punya Hak konstitusional dalam sistem Indonesia.
Karena 150 Tahun perjuangan kemerdekaan sampai pada 17 Agustus 1945 itu proses dekolonisasi bagi bangsa Indonesia dan Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Indonesia tidak termasuk orang Papua.
Hak penentuan nasib sendiri dan Hak dekolonisasi West Papua belum terjadi untuk orang Papua sampai dengan sekarang.
Hal ini menjadi alasan mendasar pemerintah Indonesia tidak pernah memedulikan hak orang Papua terutama hak hidup.
Wilayah West Papua dianeksasi setelah 18 Tahun kemudian tepatnya tanggal 1 Mei 1963 atas kesepakatan Sepihak Indonesia dan Belanda tanpa melibatkan orang Papua.
Selain itu secara dejure maupun defacto nenek moyang orang Papua tidak pernah ada kesepakatan tentang pembentukan State dan Nation termasuk sistem pemerintahan hukum dan demokrasi. Maka pemerintah Indonesia bukan pemerintahan resmi orang Papua termasuk sistem demokrasi palsu dipraktekkan di Papua.
Orang Papua masih memiliki hak untuk penentuan nasib sendiri, hak membentuk pemerintahan sendiri dan mengatur sistem demokrasi sendiri termasuk hukum serta undang -undang termasuk merdeka secara politik, ekonomi dan sosial budaya.
Karena hak ini belum diberikan kepada orang Papua berdasarkan perjanjian Sepihak Palsu 15 Agustus 1962 hak dekolonisasi 1948, hak penentuan nasib sendiri piagam PBB 73 resolusi 1514 tahun 1960.
Orang Papua juga tidak pernah bersepakat untuk membentuk pemerintahan dan negara Indonesia bagian dari hak penentuan nasib sendiri berdasarkan amanat hukum internasional.
Hari ini orang asli Papua disingkirkan dan di marginalisasi dalam semua aspek kehidupan baik di dalam sistem maupun di luar sistem di Papua.
Hak konstitusional orang asli Papua tidak dijamin dalam sistem Indonesia karena orang Papua bukan subyek utama atau aktor dalam tujuan pendirian negara Indonesia.
Orang Papua manusia kelas dua harus dihilangkan secara sistematis masif dan terstruktur berdasarkan visi dan misi di Papua yaitu politik penguasaan dan mengolonisasi wilayah dengan invasi militer.
Hal ini juga pernah dikatakan oleh Ali Murtopo pada tahun 1961-1963 ketika Soekarno mengeluarkan Tiga Komando rakyat TRIKORA di Pimpin Mayjen Soeharto dimana Indonesia berusaha menggagalkan proses dekolonisasi dipersiapkan oleh Belanda dan menganeksasi Bangsa Papua ke dalam Indonesia.
Jaringan pernah heran jika hari ini ekonomi 100% sudah dikuasai oleh kaum migran. Kekuasaan politik 40% sudah dikuasai sekarang dan Pemilu 2029 mendatang 70 % akan dikuasai kaum migran.
Kemudian ada penindasan terhadap secara sistematis masif dan terstruktur terus. Berapa tahun terakhir ini diskriminasi rasial, kekerasan militer berbasis Rasis sangat masif baik fisik maupun verbal.
Beberapa contoh kasus patut orang Papua merefleksikan bahwa orang Papua bukan bagian dari Indonesia dan tidak memiliki hak sebagai warga negara maupun hak konstitusional dalam sistem Indonesia adalah kasus Rasisme dan Kasus Lukas Enembe.
Dimana orang Papua diperlakukan Rasis sangat tidak manusiawi dikriminalisasi dan dihukum dengan tuduhan palsu Pasal Makar dan penghasutan.
Kasus Lukas Enembe dalam keadaan sakit ditangkap, diadili dalam keadaan sakit. Hak pengobatan ke Singapura dibatasi hingga penyakit tambah kambuh tidak ditolong hingga meninggal dunia.
Masih banyak kasus diskriminasi rasial diperlukan terhadap orang asli Papua oleh negara melalui penegakkan hukum, hak demokrasi, hak hidup dan hak mendapatkan keadilan serta perlindungan.
Kini orang Papua disingkirkan dari kekuasaan politik, ini menjadi refleksi dan pembelajaran bahwa hak orang asli Papua tidak ada dalam sistem Indonesia.
Tidak ada jaminan hidup jaminan massa depan bangsa dan anak cucu tidak ada dalam sistem Indonesia. Hak konstitusional dijamin dalam sistem Indonesia itu sebenarnya tidak berlaku bagi orang Papua. Regulasi itu konstitusional hak sebagai warga negara diperuntukkan untuk orang Indonesia.
Hak konstitusional yang diatur itu menjadi hegemoni membuat orang Papua sibuk hanya memberikan legitimasi kedaulatan hukum Indonesia.
Karena orang Papua mencari keadilan hukum dan hak keadilan sebagai warga negara sesuai kontitusi orang Papua tidak akan didapatkan. Orang Asli Papua tidak akan pernah diberikan rasa keadilan dan hak sebagai warga negara.
Karena sistem Indonesia, Indonesia bukan untuk orang Papua, berhenti mengemis kepada penjajah. Walaupun anda mendapatkan hak konstitusional sebagai warga negara sekalipun anda hanya menjadi budak, menjadi pekerja dan menjadi boneka.
Hidup seperti robot tidak ada kebebasan, tidak ada kemerdekaan mati tidak terhormat walaupun menjadi budak terbaik dan menjadi tenaga kerja produktif mempertahankan dan melegitimasi kedaulatan Indonesia di Papua.
Semua produk kebijakan pemerintah Indonesia, sistem politik dan hukum yang ada di Papua sesungguhnya Palsu.
Oleh karena mulai berpikir buat Negara Sendiri , sistem politik sendiri, sistem hukum sendiri dan sistem demokrasi sendiri karena Hak Penentuan Nasib Sendiri Itu masih berlaku.
Orang Papua akan ditelan oleh Indonesia secara sistematis masif dan terstruktur, demokrasi palsu produk Indonesia membuat orang Papua baku bunuh.
Sadar jangan terjebak dalam politik belah bambu, politik indentitas, politik prmodialisme bangun nasionalisme, bangun Nation sendiri, buanglah mentalitas feodalisme, buanglah mentalitas budak bebaskan diri dan bebaskan bangsamu dari Perbudakan kolonialisme.
Tulisan ini saya buat ketika melihat orang Papua meminta Pemungutan suara Ulang pemilu 2024.
Pemilu itu adalah sistem demokrasi Indonesia tidak akan pernah mendidik orang Papua berdemokrasi yang benar. Karena dalam sistem demokrasi Indonesia adopsi merupakan produk kapitalisme ditengah-tengah masyarakat Indonesia masih memiliki mentalitas feodalisme.
Kecurangan itu akan selalu ada selama negara dan sistem termasuk partai politik masih dikontrol oleh oligarki berwatak Imperialisme.
Jika sistem negara dan sistem demokrasi serta partai politik dibiayai anggaran negara APBN ada campur tangan oligarki regulasi dibuat kepentingan kekuasaan Oligarki.
Regulasi sebagus apa pun, pemerintah, pimpinan partai politik masih memiliki mentalitas feodal akan tunduk pada penguasa. Karena sistem negara dikontrol oligarki siapa pun pemimpin akan mendengar oligarki.
Berhenti berjuang keadilan dalam sistem kolonial yang bobrok, sebab berjuang keadilan dalam sistem hanya buang energi waktu sia-sia berjuanglah buat sistem demokrasi sendiri di luar sistem Indonesia.
Karena Sebelum pemilu dua bulan lalu saya pernah mengatakan pemilu di Papua hanya demokrasi palsu dan mencari legitimasi kedaulatan Indonesia di Papua.
Pemilu Indonesia di Papua tidak mengubah apa pun hanya memperpanjang sistem pemerintahan Indonesia Rasis di Papua . Apabila anda bacaan tulisan saya mungkin paham apa yang saya maksud?
Sebab sama tapi hanya judul yang sedikit berbeda? sekarang orang Papua minta SPU sama mengemis Cinta Anda ditolak dalam sistem demokrasi Indonesia tetapi anda masih mengemis demokrasi Indonesia.
Pace Papua sadar diri kamu ditolak, diperlakukan tidak adil jangan menjadi mengemis dengan metal Budak. Buanglah mentalitas feodal selalu tunduk pada raja walaupun diperlukan tidak adil.
Sikap tunduk diam mentalitas feodal dan mental budak ada sikap pengecut mengorbankan martabat bangsa. Ambil Sikap Revolusioner berani melawan buat sistem baru sebagai alternatif.
Orang Papua saat ini hidup dan diperhadapkan dalam Tiga tema yang merupakan ancaman serius Genosida Ekosida dan Etnosida.
Tulisan ini Buat Pace Papua mengemis Cinta dengan Mace Indonesia (PSU Pemilu)
Pace Papua vs Mace Pemilu (PSU)
Punah Di Tanah Sendiri Selamat “Salam Sadar “
Korowai 26 Februari 2024
Ones Nesta Suhuniap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar