MANOKWARI, SATUHARAPAN.COM - Arsip berupa komunikasi diplomatik Kementerian Luar Negeri AS via telegram pada tahun 1960-an yang mengungkapkan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua,dapat menjadi bukti hukum yang kuat bagi rakyat Papua, terutama keluarga para korban peristiwa dugaan pelanggaran HAM 1965 di Arfay-Manokwari.
Arsip tersebut dapat digunakan untuk mendesak dilakukannya investigasi pelanggaran HAM tersebut berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, dan Pasal 45 dan 46 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008 Tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomnor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang Undang.
Hal ini dikatakan oleh Yan Christian Warinussy, direktur eksekutif LP3BH Manokwari, menanggapi telah dibukanya dokumen-dokumen rahasia AS tahun 1960-an yang berhubungan dengan Indonesia pada 17 Oktober lalu. Dokumen-dokumen itu telah dinyatakan terbuka untuk umum dan diposting oleh Arsip Keamanan Nasional (National Security Archive) di George Washington University.
Peraih Penghargaan Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 di Kanada itu mengatakan dokumen tersebut juga dapat menjadi dasar untuk mendesak Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa-Swiss agar dapat mengirimkan Pelapor Khusus di bidang extra judicial killing (pembunuhan di luar proses hukum) untuk dapat segera mengunjungi Tanah Papua, khususnya ke Manokwari-Papua Barat.
Kunjungan itu diperlukan untuk melihat dari dekat jejak-jejak dari dugaan peristiwa pelanggaran HAM yang berat mulai dari bekas-bekas tahanan di Polres Manokwari, Kodim 1703 Manokwari, Lapangan Doreri (kini diatasnya terdapat gedung SMA Oikumene-Fanindi) dan kawasan bukit Arfay serta Pulau Raimuti serta tepi Kali Wariori-Distrik Masni-Kabupaten Manokwari.
Yan Christian mengatakan adanya dokumen tersebut menguatkan dugaan selama ini tentang adanya pelanggaran HAM berat di Bukit Arfay, Manokwari. "Sejak tahun 2000 kami telah melakukan studi dan kajian terhadap dugaan adanya tindakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang diduga terjadi pada kurun waktu antara tahun 1965-1969 di bukit Arfay-Manokwari. Tindakan yang diduga keras melibatkan sejumlah anggota TNI tersebut diduga telah menewaskan sekitar 53 jiwa Orang Asli Papua (OAP) yang tidak bersalah, yang hingga saat ini belum pernah diselesaikan secara hukum oleh Pemerintah Indonesia," kata Yan Warinussy.
Yan Christian mengatakan adanya dokumen tersebut menguatkan dugaan selama ini tentang adanya pelanggaran HAM berat di Bukit Arfay, Manokwari. "Sejak tahun 2000 kami telah melakukan studi dan kajian terhadap dugaan adanya tindakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang diduga terjadi pada kurun waktu antara tahun 1965-1969 di bukit Arfay-Manokwari. Tindakan yang diduga keras melibatkan sejumlah anggota TNI tersebut diduga telah menewaskan sekitar 53 jiwa Orang Asli Papua (OAP) yang tidak bersalah, yang hingga saat ini belum pernah diselesaikan secara hukum oleh Pemerintah Indonesia," kata Yan Warinussy.
Adanya arsip rahasia AS yang kini telah dibuka, bagi Yan Christian mengkonfirmasi dugaan itu. "Rupanya hal ini makin nyata dengan telah dibukanya 39 buah dokumen setebal 30.000 halaman berisi sejumlah telegram yang merupakan catatan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta antara tahun 1964 hingga 1968. Salah satu dari sekian banyak telegram tersebut menguak penembakan orang tak bersalah di Manowkari, Papua Barat yang diduga keras dilakukan oleh TNI pada periode bulan Juni-Juli 1965," kata dia.
Sehubungan dengan itu, LP3BH meminta dukungan dan pemberian akses yang seluas-luasnya dari Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari, Pemerintah Provinsi Papua Barat dan TNI serta Polri di Manokwari dan Papua Barat demi tegaknya hukum dan terlindunginya hak-hak asasi manusia rakyat Papua, khususnya keluarga para Korban.
Editor : Eben E. Siadari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar