Foto; dok para Frater, Fr. Frans B, paling ujung sebelah kanan/KM |
OPINI, KABARMAPEGAA.COM –
Kata damai di gunakan di mana-mana, atau sebagai bahasa sehari-hari
dalam kehidupan, dan damai tersebut ialah, kebutuhan hidup yang paling
mendasar bagi kehidupan bangsa oleh karena itu, kata damai ialah tugas
utama bagi setiap individu, keluarga, dan kelompok. Guna membangun serta
menciptakan hidup dalam damai itu, mulai dari pribadi, keluarga, dan
kelompok. Dengan tujuannya ialah membangun hubungan atau persaudaraan
yang harmonis, sehingga visi yang di bangun untuk hidup damai itu akan
terwujud maka, rasa damai yang diciptakan itu dapat menikmati dalam
kehidupan sehari-hari.
Utamakan dalam kehidupan untuk membangun damai ialah, menghormati martabat Manusia sebagai ciptaan Allah itu sendiri, jika kita menghargai martabat manusia sebagai wajah Allah. Maka, hidup damai itu, tersendirinya akan mengalami karena, kata damai sering kita memahami bersama, untuk kita senantiasa hidup dalam aman, damai, dan sejahtera. Tampa perasaan takut, gugup, dan susah.
Masa kini, warga Papua mengalami banyak penderitaan sehingga kata damai yang selalu di ungkapkan oleh setiap orang itu, sebuah hanyalah, impian atau cita-cita. Yang pertanyaannya siapa yang akan menciptakan tanah Papua itu, tanah yang damai mungkin. Tokoh Agama, Pemerintah Daerah kota atau provinsi. Atau dari pihak TNI/PORLI, persoalan ini yang menjadi sebuah pertanyaan. Sehingga kita perlu bergumul, merenung, dan refleksi. bersama degan tokoh-tokoh yang di segani oleh umat Allah di bumi Papua dalam kehidupan bersama ini. yaitu, TNI/ PORLI, Pemerintah, dan Agama. yang punya pengaruh besar dalam kehidupan, sehingga di bawa ini, kita uraikan bersama.
Yang pertama Dari TNI/PORLI, jelas tidak akan menciptakan Tanah Papua menjadi Tanah yang damai karena banyak kasus (memori pasien) yang menjadi luka batin, bagi Rakyat Papua. Dan juga kita melihat dari kisah yang dulu seperti PEPERA yang mulai dari Tahun, 1963 Aneksasi Papua bergabung dengan NKRI, dengan melalui PEPERA yang melibatkan Rakyat Papua sebanyak, 1, 500 jiwa.
Sebagai perwakilan dari Rakyat Papua namun, ini juga menjadi sebuah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh Rakyat Papua kepada NKRI karena, suara dari 1, 500 jiwa ini, menglabui oleh militer Indonesia dengan paksa dan di tiru sehingga tidak sah, dan ada pula juga mengatakan bahwa, suara dari mewakili oleh Rakyat Papua diancam dari Pemerintah Indonesia.
Sehingga ini sebuah penipuan yang di buat dari pihak terkait kepada rakyat Papua. Sehingga Pemerintah Indonesia harus, bertanggung jawab atas penipuan tersebut itu, dan pada 6 April 1969 Militer menguasai Pulau Papua dengan kekuatan militer dengan tujuan untuk menjaga ketertiban kehidupan bagi rakyat Papua namun, pelindung rakyat Papua di gagalkan, dan Papua menjadikan Daerah, Operasi, Militer (DOM) maka beberapa daerah terjadi sapu bersih (operasi bersih) seperti Biak, Fak-Fak, Merauke, Paniai, dan Wamena. dua wilayah dari pegunungan yakni, Paniai dengan Wamena kedua daerah ini, disebut dengan sapu bersih koteka, artinya bahwa, orang yang memakai koteka dibunuh dan ditembak mati tanpa memandang golongan Tua, Muda, dan kecil.
Berangkan dari peristiwa itu orang Papua menjadi trauma, merasa takut, gugup, dan gementar. Di atas tanahnya sendiri, kehidupan tidak menikmati lagi zona dan damai tersebut, di atas tanahnya, sendiri dengan berbagai peristiwa yang mengerikan yang dapat terjadi pada tokoh yang berjuang kata damai, dan nilai kemanusiaan seperti, Bapak Theys Eluway, diculik oleh 7 orang dari KOPASUS, Bapa Arnold C. Ap, di bunuh secara tidak manusiawi, Buctar Tabuni ketua KNPB di tampak di lingkaran Perumnas 3 Jayapura, Bapak Kelikuwalik di siksa hingga di tembak mati, dan 4 pelajar yang harapan bangsa di tewas di lapangan Karel Gobai Enarotali Paniai. Dan Peristiwa ini menjadi trauma (luka batin), bagi Rakyat Papua.
Karena beberapa orang muda yang dapat di tewas dan terluka pada peristiwa-peristiwa tersebut itu, karena mereka adalah bagian dari keluarga kami, sehingga kami juga ikut berduka dengan peristiwa tersebut, dalam kehidupan sehari-hari.
Yang kedua dari pemerintah provinsi, kota, dan daerah. Jelas bahwa tidak akan mencapai perjuangan mereka untuk keinginan dan niat. Yang bangun untuk Papua menjadi Tanah damai, memang kita mengakui dari sisi, lain kepada Pemerintah Pusat memberikan kesempatan kepada orang Papua serta Otonomi baru (pemekaran daerah) dan Otonomi khusus bagi orang Papua dengan itu, orang Papua mandiri dan sejahtera namun, ini mengundang sebuah kejahatan di Papua karena ada Otonomi khusus, orang Papua menjadi pecah belah (kebersamaannya), Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Dapat meraja lelah kepada orang Papua, sehingga munculnya tidak menghargai martabat, sebagian Manusia sejatinya demi merebut kursi nomor 1, 2, dan kekuasaan di Tanah Papua, efek yang selalu mengalami kepada warga adalah. Munculnya Kasus baru karena perebutan kursi nomor 1, 2 dan kekuasaan. Sehingga secara logika yang sehat itu, mudah di tapsirkan yaitu: Otonomi khusus diplesetkan
* Penulis adalah seorang Frater
Utamakan dalam kehidupan untuk membangun damai ialah, menghormati martabat Manusia sebagai ciptaan Allah itu sendiri, jika kita menghargai martabat manusia sebagai wajah Allah. Maka, hidup damai itu, tersendirinya akan mengalami karena, kata damai sering kita memahami bersama, untuk kita senantiasa hidup dalam aman, damai, dan sejahtera. Tampa perasaan takut, gugup, dan susah.
Masa kini, warga Papua mengalami banyak penderitaan sehingga kata damai yang selalu di ungkapkan oleh setiap orang itu, sebuah hanyalah, impian atau cita-cita. Yang pertanyaannya siapa yang akan menciptakan tanah Papua itu, tanah yang damai mungkin. Tokoh Agama, Pemerintah Daerah kota atau provinsi. Atau dari pihak TNI/PORLI, persoalan ini yang menjadi sebuah pertanyaan. Sehingga kita perlu bergumul, merenung, dan refleksi. bersama degan tokoh-tokoh yang di segani oleh umat Allah di bumi Papua dalam kehidupan bersama ini. yaitu, TNI/ PORLI, Pemerintah, dan Agama. yang punya pengaruh besar dalam kehidupan, sehingga di bawa ini, kita uraikan bersama.
Yang pertama Dari TNI/PORLI, jelas tidak akan menciptakan Tanah Papua menjadi Tanah yang damai karena banyak kasus (memori pasien) yang menjadi luka batin, bagi Rakyat Papua. Dan juga kita melihat dari kisah yang dulu seperti PEPERA yang mulai dari Tahun, 1963 Aneksasi Papua bergabung dengan NKRI, dengan melalui PEPERA yang melibatkan Rakyat Papua sebanyak, 1, 500 jiwa.
Sebagai perwakilan dari Rakyat Papua namun, ini juga menjadi sebuah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh Rakyat Papua kepada NKRI karena, suara dari 1, 500 jiwa ini, menglabui oleh militer Indonesia dengan paksa dan di tiru sehingga tidak sah, dan ada pula juga mengatakan bahwa, suara dari mewakili oleh Rakyat Papua diancam dari Pemerintah Indonesia.
Sehingga ini sebuah penipuan yang di buat dari pihak terkait kepada rakyat Papua. Sehingga Pemerintah Indonesia harus, bertanggung jawab atas penipuan tersebut itu, dan pada 6 April 1969 Militer menguasai Pulau Papua dengan kekuatan militer dengan tujuan untuk menjaga ketertiban kehidupan bagi rakyat Papua namun, pelindung rakyat Papua di gagalkan, dan Papua menjadikan Daerah, Operasi, Militer (DOM) maka beberapa daerah terjadi sapu bersih (operasi bersih) seperti Biak, Fak-Fak, Merauke, Paniai, dan Wamena. dua wilayah dari pegunungan yakni, Paniai dengan Wamena kedua daerah ini, disebut dengan sapu bersih koteka, artinya bahwa, orang yang memakai koteka dibunuh dan ditembak mati tanpa memandang golongan Tua, Muda, dan kecil.
Berangkan dari peristiwa itu orang Papua menjadi trauma, merasa takut, gugup, dan gementar. Di atas tanahnya sendiri, kehidupan tidak menikmati lagi zona dan damai tersebut, di atas tanahnya, sendiri dengan berbagai peristiwa yang mengerikan yang dapat terjadi pada tokoh yang berjuang kata damai, dan nilai kemanusiaan seperti, Bapak Theys Eluway, diculik oleh 7 orang dari KOPASUS, Bapa Arnold C. Ap, di bunuh secara tidak manusiawi, Buctar Tabuni ketua KNPB di tampak di lingkaran Perumnas 3 Jayapura, Bapak Kelikuwalik di siksa hingga di tembak mati, dan 4 pelajar yang harapan bangsa di tewas di lapangan Karel Gobai Enarotali Paniai. Dan Peristiwa ini menjadi trauma (luka batin), bagi Rakyat Papua.
Karena beberapa orang muda yang dapat di tewas dan terluka pada peristiwa-peristiwa tersebut itu, karena mereka adalah bagian dari keluarga kami, sehingga kami juga ikut berduka dengan peristiwa tersebut, dalam kehidupan sehari-hari.
Yang kedua dari pemerintah provinsi, kota, dan daerah. Jelas bahwa tidak akan mencapai perjuangan mereka untuk keinginan dan niat. Yang bangun untuk Papua menjadi Tanah damai, memang kita mengakui dari sisi, lain kepada Pemerintah Pusat memberikan kesempatan kepada orang Papua serta Otonomi baru (pemekaran daerah) dan Otonomi khusus bagi orang Papua dengan itu, orang Papua mandiri dan sejahtera namun, ini mengundang sebuah kejahatan di Papua karena ada Otonomi khusus, orang Papua menjadi pecah belah (kebersamaannya), Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Dapat meraja lelah kepada orang Papua, sehingga munculnya tidak menghargai martabat, sebagian Manusia sejatinya demi merebut kursi nomor 1, 2, dan kekuasaan di Tanah Papua, efek yang selalu mengalami kepada warga adalah. Munculnya Kasus baru karena perebutan kursi nomor 1, 2 dan kekuasaan. Sehingga secara logika yang sehat itu, mudah di tapsirkan yaitu: Otonomi khusus diplesetkan
* Penulis adalah seorang Frater
Editor: Muyepimo Pigai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar