Oleh : Benny Pakage
“Mari kami menyikapi Diskriminasi rasis, kebebasan dan Demokrasi di negeri kami masing masing dengan menjaga kelompok lemah – lembut “ kabualan” yang lagi merampok kebebasan dan demokrasi ini dengan baik sambil berkaca pada pengepungan Asrama Masiswa Yogyakarta 14-16 Juli 2016”
Pertama kali saya injak pulau Jawa pada tahun 1995.Awalnya kami pergi ke Pulau Jawa karena di Papua kata Jakarta, Bandung,Surabaya,Yogya sebagai kota – kota yang menawarkan keindahan dan kebaikan . Dengan rasa bangga kami kesana dengan tujuan ingin menimba Ilmu sebagai orang papua Indonesia. Karena saat itu mulai dari kelas I SD hingga tamat SMA kami menyanyikan lagu Indonesia raya, Halo – Halo Bandung,dari Sabang sampai Merauke,naik kereta Api dengan upacara bendera merah putih setiap hari Senin. Bahkan selalu di sampaikan bahwa Orang Jawa (Melayu) adalah orang yang lemah – lembut,baik hati, pemaaf, pemberi,tabah sehingga sering ada cerita lucu dari orang Papua (Mob) antara orang jawa yang lemah lembut dan orang papua yang kuat dan kasar.
Stingma positif bahwa orang jawa adalah orang lemah lembut ini lama kami dengar di Papua sejak kami masih kecil. Saat itu hasil dari stingma – stingma Positif yang mereka kembangkan itu,membuat hati kami menjadi rasa bangga bila berteman dengan orang Jawa atau Melayu lain,karena stingma ini merata ke semua orang yang berciri rambut lolong atau rambut panjang dengan melupakan realita kekerasan di Tanah Papua, banyak orang papua di bantai saat pimpinan militernya orang Jawa yang di stigma lemah lembut ini.Karena saat itu kami ke pulai Jawa pakai pesawat Hercules milik TNI AURI untuk menekan biaya tiket, maka setelah dari Malang kami ke Jakarta naik Bus dengan rasa bangga.Banyak orang Jawa yang kami temui di jalan dan kami rasa bangga karena bertemu dengan mereka yang dengan stingma positif sudah disebut manusia lemah – lembut dan tidak lekas marah. Stingma yang sudah tertanam di diri saya ini membuat ucapan dan senyum mereka, kami anggap sebagai sebuah sambutan terhadap kedatangan kami didaerah mereka yang luar biasa itu. Sama sekali Kami tidak merasa bahwa mereka berbeda dengan kami karena kami di Papua sudah lama perlakukan mereka sama dengan kami orang Papua ditanah kami. Saat itu Kami sangat tersenyum sebagai sama – sama pemilik Indonesia. Kami jalan satu hari satu malam di dalam bus dengan senang hati berada di Ibu Kota negara Kami hingga kami tiba dengan baik di Terminal Lebak Bulus Jakarta Selatan. Namun mulai kami temui hal – hal baru di Jakarta. Dimana,kami baru melangka, sekitar 3 orang pengemis datang minta sepeser uang koin.Sebagai sama – sama pemilik Indonesia dengan bangga dan sosial yang tinggi karena kami di ajar belas kasihan dan penuh kasih, kami beri seribu rupiah walau yang pengemis ini harapkan adalah koin seratus rupiah.Padahal di tanah Papua sekian banyak Orang Jawa telah kami tampung dengan penuh kasih dan makan di negeri kami.
Saat itu Karena kami harus ke Repoa Jakarta Selatan,kami naik angkot namun di sepanjang jalan Kota penuh dengan sampah dan debuh,tidak seperti di tanah Kami Papua. Biaya hidup sangat tinggi, lalu kami ke Bandung.
Bandung kotanya orang Sunda. Mereka tidak mau di sebut orang Jawa,walau kami orang Papua menyebut mereka semua orang Jawa karena mereka ada di Pulau Jawa.
Dalam perjalan kami ini juga di Bandung terlihat sama, mereka sepertinya menjemput kedatangan kita dengan senyum dan ramah. Dalam hati kami bangga karena seakan kami di jemput dan di terimah secara luar biasa.Namunmasih ada juga pengemis yang datang minta uang kion. Sebagai orang Papua yang baru datang dengan tingkat sosial yang tinggi,ada belas kasihan melihat mereka yang lemah ini sehingga saya berikan uang lima ribu rupiah.
Sekitar 4 tahun kami kuliah dan mulai berbaur dengan mereka,kami menemukan apa yang di sebut banyak orang dengan rasis terselubung dalam diri mereka. Penemuan rasis terselubung ini kami hubungkan dengan situasi awal kami saat datang dari kota Malang ke Jakarta dan ke Bandung. Itu baru terbukti,dimana jemputan dengan senyum di awal kedatangan kita itu bukan sebagai jemputan kebersamaan dan kelemah lembutan. Melainkan mereka sedang menyindir kita dengan gaya dan cara mereka, seakan kami manusia yang tidak mengerti dan bodok.Padahal di Papua kami tidak pernah membuat demikian kepada mereka.Dimana mereka minta tanah, kami berikan.Dimana, tanah kami mereka yang jual beli setelah menipu pemilik ulayat. Demikian juga mengambil kayu, ikan, dan kerja di birokrasi di pemerintahan.
Tanpa membandingkan itu kami terus berbaur dengan mereka, dan kami semakin tahu, bahwa nada dan gaya gerak gerik yang mereka buat di depan kami adalah nada suara Monyet,dan gaya anjing/bahkan gaya binatang lain dan terlihat banyak yang menutup hidung mereka karena mereka menganggap tubuh kami bau, dan menganggap kami warga kelas dua.
Awalnya di Jakarta kami mencari rumah Kost, dan ada tapi pemilik kost menaikan harga dari biaya sebenarnya karena mereka beranggapan bahwa orang Papua itu banyak uang dan resiko menampungnya tinggi. Bahkan sebenarnya ada tempat kost yang kosong belum terisi tetapi mereka katakan tempatnya penuh, padahal didepan Kost itu mereka menaruh papan iklan dengan kalimat “menerimah kost”. Kondisi ini sama halnya di kotaBandung.Kami bertanya kepada teman – teman di Yogya, Semarang dan Surabaya juga demikian.
Suatu waktu di tahun 1995,sekelompok sopir Taxi Blue Bird bersama seribuan warga menyerang asrama Mahasiswa Kamasan II Bandung yang terletak di Jl.Cilaki No.59. Mereka menyerang Asrama tanpa bertanya dan bicara penyebab masalah. Saat itu, kamar depan Asrama terbakar karena di lempar Bom molotov. Sambil menyerang dan membakar mereka berterik,hai monyet keluar dan pulang ke daerahmu ( ucapan ini sama dengan yang terjadi di Yogya 15/7/2016). Mereka menyebut lagi hai Hideng (Hitam dalam bahasa sunda) keluar pulang ke daerahmu. Ada yang bicara dalam bahasa Sunda, Jawa dan Indonesia. Mahasiswa Papua tidak tahu penyebab penyerangan ini. Mereka pukul rata,semua orang Papua pengacau di daerah Mereka. Mereka menekan keras tanpa ampun,tanpa beritahukan penyebab masalah karena semua orang Papua di anggap warga kelas dua,tidak punya harga diri,harus tunduk di bawah kaki mereka. Padahal orang papua merasa dia juga di ciptakan Tuhan sama dengan mereka,walau kulitnya hitam.Tindakan demikian telah membuat banyak anak anak Papua mengetahui sifat sesungguhnya bangsa ini.
Sebuah cerita lagi di Lapangan Bola Siliwangi Bandung. Saat PSSI datang main di Bandung melawan Persib Bandung, di dalam TIM itu ada Bek sentral PSSI saat itu Aples Tecuari asal genyem Jayapura. Saat main itu,Orang Bandung meneriakinya “Hitam – hitam” berulang kali dan bila dia menghalau bola dan menghadang lawan mereka meneriakinya dengan yel- yel “Monyet,monyet” berulang kali dibelakang beberapa Mahasiswa Papua yang datang nonton pertandingan uji coba ini di lapangan. Mendengar itu, seorang Mahasiswa ini terganggu dengan ucapan itu dan memintah sporter yang meneriki Aples Tecuari itu diam sambil mendekati seseorang. Namun terus mereka teriak Monyet – monyet dan lepar pisang ke lapangan serta teriak “Tukang Makan Manusia”. Begitu mereka teriak tukang makan Manusia,Mahasiswa Papua merasa di diskriminasi dan menampar salah seorang sporter Persib Bandung dan terjadi saling serang antara beberapa mahasiswa dan Sporter persib di stadion Siliwangi Bandung di tribun Timur.Tidak ada penyelesaian saat itu karena Mahasiswa papua mundur pulang ke takutan di serang orang Jawa dari sunda.
Diskriminasi terhadap anak – anak. Lepas kejadian diatas, muncul berita di media Pikiran Rakyat Bandung bahwa ada serombongan anak Kulit hitam berumur kira kira 6-10 tahun sekitar 100 anak di Jual di sekitar Kabupaten Garut dan Ciamis untuk di jadikan Islam. Saat itu sebagai Mahasiwa dan warga Papua yang mayoritas kristen, kami diskusi untuk menyikapinya. Sehingga kami bentuk tim dan bila ada,nanti di lapor ke Pengurus ikatan Mahasiswa Papua Bandung (waktu itu IMIJA). Sementara Isu ini lagi panas, dua anak kecil kulit hitam,rambut keriting sendiri datang dengan menangis ke Asrama Mahasiswa Kamasan II Bandung. Langsung anak – anak Mahasiswa di asrama menghampiri mereka dan bertanya kepada kedua anak (Kelas 3 & 4 SD) ini dari mana! karena mereka datang dalam keadaan menangis. Kedua anak kulit hitam ini mengatakan mereka lari dari Asrama tempat orang tuanya titip mereka karena mereka disebut monyet oleh ibu pembina yang merawat mereka. Kemudian ibu ini tidak mau memndikan dan menyuap mereka dengan alasan mereka dua bau dan di pukul – pukul setiap hari kata kedua anak ini. Mahasiswa setelah menerima informasi itu, pergi di tempat dimana kedua anak ini di titip dan tinggal. Di depan ibu orang Jawa yang merawat mereka,kedua anak ini katakan,ibu ini yang katakan “kami dua monyet”,dan bapak ini yang menyebut “kami dua orang papua bau dan tukang makan manusia”. Katanya Bapak pembina ini katakan, “ makan nasi ini biar jangan makan manusia” menurut kedua anak ini. Semua mahasiswa \Papua marah saat itu. Suatu penghinaan yang luar biasa.Padahal bila kita lihat tampang dan gerak gerik para pembina Asrama ini,terlihat mereka lemah – lembut penuh belas kasihan.Bila bicara penuh pengendalian diri.
Mulai hari itu,semua mahasiswa Papua semakin yakin bahwa, orang Jawa ternyata membuat lemah – lembut diri mereka dengan mereka sedang membawa benih diskriminasi yang meluap – luap. Mereka berusaha mengendalikan diri mereka dengan menutupi semua kejelakan dan kejahatan mereka. Banyak orang Barat (kulit putih) tertipu dengan kelemah – lembutan mereka sehingga sering mereka menyebut mereka dengan manusia lemah – lembut. Padahal banyak kekurangannya. Dimana mereka masih menyebut bangsa lain warga kelas dua,tutup mata terhadap penindasan negara dengan menguatkan posisi penindasan.
Suatu waktu di ronda malam karena kami ingin berbaur dengan orang Jawa sehingga kami ikut ronda. Saat kami sama – sama ronda di malam hari, warga bertanya kepada saya. Dari papua ke sini pakai apa. Saya bilang pakai pesawat. Saat itu juga mereka katakan orang Papua banyak uang sehingga bisa naik pesawat, bahkan banyak orang Jawa yang tidak pernah naik pesawat.Bahkan kapal. Mereka katakan dari Papua ke sini pakai Pasport ya, saya bilang tidak, hanya bayar tiket. Saya bingung saat itu,karena saya pikir selama ini orang Jawa tahu bahwa Papua sudah di caplok Indonesia jadi milik mereka.Ternyata mereka betul tidak tahu.Terlihat setiap hari mayoritas dari mereka hanya berbicara bahasa daerah mereka dan buta Peta indonesia karena sibuk tiap hari hanya mencari sesuap nasi.Mereka sepertinya tidak tahu dengan keberadaan negara Indonesia karena sibuk untuk sepiring nasi itu.Terlihat orang Jawa lebih bodok dari orang Papua. Walau mereka mempunyai sifat pekerja keras dan tabah sebagai keunggulan mereka. bahkan Nasionlisme orang Papua luar biasa terhadap Indonesia. Mereka mengerti Politik,Sosial,Hukum dll.Wajar saja bila Papua saat ini menjadi barometer segala – galanya buat Indonesia. Baik baro meter Demokrasi,Hak Asazi manusia, Politik dan penegakan hukum walau masih juga belum sepenuhnya.
Sebuah kisah lagi di Yogyakarta.Suatu waktu seorang Papua (mahasiswa) naik Angkot (di Papua Taxi) dengan tujuan pergi Kampus. Di Pertengahan jalan ada beberapa orang Jawa juga naik dan duduk dalam angkot di sebelah mahasiwa yang berambut keriting berwarna kulit hitam ini. Setelah duduk di sebelah orang papua ini sekitar 10 menit, dan orang Jawa ini melihat dia berwarna kulit Hitam,orang yang tadinya duduk di samping mahasiswa ini, pindah ke tempat duduk sebelahnya. Begitu juga dengan yang lain sampai tiga orang penumpang berbuat demikian.Bahkan sambil saling memandang antar sesama mereka,mereka menutup hidung mereka di depan mahasiswa ini sampai Mahasiwa ini turun di kampusnya. Dengan terjadinya Diskriminasi itu baru Mahasiswa Papua ini sadar, ada diskriminasi terhadap dirinya, oleh orang Jawa selama ini yang terselubung.
Kemudian di waktu berikutnya saat kami beberapa anak papua berdiri cerita di pinggir Kampus, beberapa mahasiswa Jawa lewat dengan membuat suara Monyet serta membuat gerakan monyet memintah makan. Saya sama sekali tidak menyadari bahwa gerakan dan suara yang mereka buat itu memberi isyarat kepada teman – temannya bahwa kami yang berdiri dan lagi cerita ini adalah keturunan monyet. Karena mendengar itu ada teman kami orang Fak –Fak yang bernama Ramadan Sabuku beragama Islam yang sejak kecil tinggal di Bandung memberitahukan kepada kami bahwa gerakan yang mereka buat itu sindiran kepada kami bahwa “Kami Monyet”. Dan setelah saya pulang saya renungkan gerakan monyet yang di buat anak – anak \jawa dan sunda tadi. Lalu beberapa minggu kemudian Saya di tanya oleh seorang teman saya dengan pertanyaan;apakah di Papua ada Monyet tidak. Saya bilang tidak ada Monyet. Yang ada hanya burung Cendrawasih,Bambruk,Kaka Tua,buaya dan sebagainya. Karena sering terus mendengar mereka menyebut kata Monyet kepada kami orang Papua, saya berusaha menemukan alasan penyebutan kata Monyet ini. Pertama,Monyet buat orang Papua hanya mengetahuinya lewat gambar,sedangkan satwanya tidak ada di Bumi kami.Lalu sebutan ini datang dari mana, apakah orang Papua turunan Monyet? saya berusaha menemukan jawabanya karena yang kami pelajari di SMP saat itu,ibu guru sejarah kami mengajar tetantang temuan E Dubois di Trinil Jawa yang menemukan fosil Manusia Kerah Jawa yang berjalan tegak (Phithecantropus Javanicus),lalu belakangan saya menemukan jawabanya bahwa sebutan monyet buat Orang papua karena Warna Kulit Orang Papua Hitam dan badan ada sebagian berbulu dan rambutnya keriting. Sehingga sebutan ini lahir dari tingginya Rasis yang terpendam dalam diri orang Jawa.Lahir juga dari rasa percaya diri orang Jawa yang menganggap bangsa lain di luar mereka adalah warga kelas dua yang harus tunduk kepada mereka.Semua yang hidup di dekat mereka harus berpikiran sama seperti mereka, sehingga ada pemaksaan.
Ini bukti bahwa orang Jawa sama sekali tidak mengerti Demokrasi dan kebinekaan yang Founding Father mereka letakan buat negara mereka. Keren mereka tidak mengerti kebinekaan ini maka ini sama dengan mereka belum siap bernegara. Negera menurut mereka adalah budaya Jawa dan adat istiadat mereka. Di luar itu bukan negara. Mereka dominan menggunakan perasaan “monggo – monggo” membagi kekuasaan di Republik yang di klaim mempunyai kebinekaan. Buktinya sudah menjalani 100 tahun bangsa Indonesia, orang Jawa mendominasi Indonesia seakan negara ini warisan leluhur mereka yaitu Phithecantropus Javanicus. Mereka dengan kebijakan halus menguasai Sumatera, Kalimantan dan Papua dengan Transigrasi mayoritas orang miskin yang menjual anak istri di tempat Prostitusi untuk sepiring nasi. Mereka berusaha menguasai Indonesia demi menyebar Diskriminasi rasis dengan mereka menyingkirkan suku – suku pemilik Ulayat dengan alasan Pembangunan. Militer di Kuasai dan di pakai. Pemerintah Di Kuasai di pakai. Hukum di pakai sebagai alat menguasai. Mereka mengaku diri mereka lemah – lembut padahal dalam diri mereka menyala api haus darah dan kekuasaan. Mereka tidak menghargai Demokrasi dan Keberagaman hidup. Sayang banyak orang Pintar Sumatera di Beli dan di pakai sebagai alat orang Jawa melindungi kebohongan mereka dan setelah di pakai kemudian di singkirkan. Begitu juga Kalimantan di jadikan tempat sampah Sawit untuk perut orang Jawa. Sulawesi mereka jadikan saudagarnya negeri ini untuk menjaga stablitas ekonomi negeri penuh Koropsi ini. Mereka di beli dengan kata nasionalisme sehingga kepintarannya digadai dan menjadi Budak orang Jawa. Demikian juga Maluku dan Timor.
Penulis: (Benny Pakage adalah salah satu Aktivis Pembelah HAM di Papua yang secara Khusus Mengabdikan Hidupnya dalam bidang Advokasi Pelanggaran HAM di West Papua).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar