Kamis, 21 Juli 2016

Kemerdekaan Itu Direbut, Ia Tidak Jatuh Dari Langit

BURUH OKE
Oleh: Diego Randi
  “Merdeka dan kuasa adalah jalan pertama guna mendapatkan kesenangan dan kenyamanan dalam semua hal”
Merupakan hukum sejarah dimana hanya melalui pangalaman perjuangan kolektif dengan tindakan yang terorganisir, maka massa rakyat dapat membebaskan dirinya dari dominasi klas penguasa. Marx mengatakan : Sebuah masyarakat tak bisa berubah menjadi sebuah masyarakat yang baru sepanjang orang-orang yang menyusun dan membentuk masyarakat tersebut masih tetap orang-orang lama”.Kaum buruh haruslah mempunyai kesadaran bahwa hanya dibawah situasi-situasi yang baru, dimana alat produksi dan supra struktur dapat dikuasai kaum buru maka kaum buruh tidak lagi dapat menjadi sapi perah dari para penguasa di dalam situasi ekonomi politik kapitalis. Kesadaran ini melahirkan tekad untuk mengubah situasi-situasi yang ada. Berangkat dari itu perjuangan kaum buruh tidaklah boleh pasif, perannya bukan hanya memberi advokasi namun lebih dari itu dia harus menciptakan partai revolusioner untuk kaum buruh agar dapat menjadi pembimbing kaum buruh dalam menciptakan sebuah revolusi.
Dalam situasi-situasi normal dimana ideologi klas penguasa mendominasi mayoritas kaum buruh,organisasi perjuangan kaum buruh harus sadar untuk mengalahkan gagasan-gagasan yang akan menyelewengkan tujuan dari perjuangan sejati. Salah satu hambatan terbesar untuk menyadarkan kaum buruh, apabila kaum buruh terbuai oleh impian dan harapan semu yang ditanamkan ke benak mereka dari hari ke hari oleh klas penguasa. Pengaruh tersebut misalnya: Bahwa dengan melalui lembaga-lembaga demokrasi borjuis, terutama parlemen, kaum pekerja dapat mempertahankan atau memperjuangkan dan memajukan kepentingan-kepentingannya.
Tentu masih hangat di ingatan kita bagaimana ilusi klas penguasa yang berhasil ditanamkan kepada kaum buruh dalam momentum pemilu Presiden 2014 kemarin. Euforia kaum buruh yang termakan janji-janji kampanye,seakan memperlihatkan kemenangan klas penguasa yang berhasil menyeret pimpinan-pimpinan serikat-serikat buruh yang memiliki keanggotaan besar untuk berkontribusi atas kemenangan para elit penguasa dalam pesta “demokrasi prosudural” kekuasaan. Sebut saja konfederasi serikat buruh KSPI-FSPMI yang dipimpin Said Iqbal, dengan lantang Said Iqbal memberi ultimatum kepada kaum buruh yang tergabung dalam serikat buruh KSPI-FSPMI untuk mendukung Capres-Cawapres Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Said Ikbal mengatakan alasan dukungan KSPI-FSPMI kepada Prabowo-Hatta antara lain, karena : Pertama, Jokowi yang menjadi lawanPrabowo, saat masih menjabat gubernur tidak menaikan upah DKI Jakarta sesuai dengan tuntutan buruh. Kedua, sebagai latihan buruh Go Politik, yang sebelumnya latihan tersebut dilakukan dengan menjadi calon legislatif yang menyebar ke beberapa partai borjuis. Ketiga, KSPI-FSPMI dijanjikan beberapa kursi  jabatan di dalam pemerintahannya apabila Prabowo-Hatta menang dalam pemilu presiden 2014. Diantaranya :
  • Menteri tenaga kerja
  • Menteri Perumahan Rakyat
  • Menteri Pendidikan
  • Ketua BNP2TKI
Tentu saja harus dengan tegas kita katakan praktik go politik dari serikat buruh yang menyatukan diri pada militerisme, merupakan langka mundur dari pergerakan kaum buruh. Konsep penyatuan dengan militerisme hanya akan mengaburkan perjuangan kaum buruh mencapai makna dari perjuangan sejati. Bagaimana tidak? Ketika dalam pernyataannya, Said Iqbal menganggap persoalan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia seakan tak ada hubungannya dengan kaum buruh. Dia lupa akan sejarah ketika Rezim Orde Baru berkuasa buruh dilarang berorganisasi, bahkan kaum buruh di intimidasi dan  dibunuh saat menyuarakan haknya sebagai pekerja (Marsinah dll). Makna demokrasi sesungguhnya Rakyat mempunya kontribusi dan diberikan kesempatan untuk menentukan arah ekonomi-politik negara.
Bukan hanya pimpinan KSPI-FSPMI yang terseret pada kepentingan elit borjuis, di sisi lain ada KSPSI yang di pimpin oleh Andi Gani yang tidak jauh berbeda pandangannya dengan Said Ikbal. Konfederasi yang satu ini, terilusi dengan Jokowi karena aktivitas blusukannya berhasil membangun kesadaran palsu di mata rakyat. Harapan kaum buruh akan hidup yang lebih baik digantungkan kepada Jokowi berbuah pahit. Belum genap Jokowi memimpin Indonesia 100 hari, ia telah mengeluarkan kebijakan yang tidak pro pada rakyat, salah satunya: dengan membuat BBM melambung tinggi. Ribuan rakyat turun ke jalan memprotes kebijakan Jokowi. Protes rakyat tak dindahkan justrus dijawab dengan membunuh salah satu demonstran yang melakukan aksi di Makassar. Kematian salah-satu demonstran di Makassar tidak menjadi perhatian Jokowi, sebagai presiden yang seharusnya bertanggung jawab pada rakyatnya dengan gampangnya mengabaikan persoalan tersebut, sambil menambah luka rakyat dengan memperpanjang kontrak PT Freeport untuk tetap mengeksploitasi emas di Papua dan mengeluarkan kebijakan “PINTU UANG KELUAR”.
Apa kebijakan “Pintu Uang Keluar?” Dengan kebijakan ini pemerintah Jokowi-Jk akan terus memaksa buruh hidup dibawa standar hidup layak. Seperti kita ketahui bersama aturan pemerintah untuk menetapkan upah (UMK-UMP) adalah perhitungan harga 60 komponen kebutuhan hidup minimum bagi buruh. Tentu saja dengan 60 komponen ini yang sesungguhnya masih jauh dari standar hidup layak, buruh lebih di tindas dan semakin jauh dari hidup sejahtera bagi buruh itu sendiri.
Apabila merasa jenuh menggantungkan nasib pada politisi yang tidak dapat dipercaya, jika muak menghadapi segala bentuk ketidakadilan, maka sebaiknya menjadi bagian dari sebuah gerakan yang berjuang untuk merubahnya. Berjuang untuk menghancurkan tatanan bobrok kapitalisme dan membangun suatu sistem masyarakat baru yang lebih baik. Oleh karena nya, dibutuhkan suatu GERAKAN ALTERNATIF yang mendorong pembukaan ruang demokrasi seluas-luasnya bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam politik yang menempatkan rakyat sebagai penentu dari nasib rakyat ke depan. Perjuangan untuk melawan pemiskinan oleh tatanan kapitalisme tentu harus dilakukan oleh kaum buruh dan rakyat. Namun perubahan sejati mengharuskan buruh membangun partai revolusioner untuk melancarkan perjuangan politik dalam rangka merebut kekuasaan dari tangan pemilik modal dan menghancurkan tatanan kapitalisme, lalu menggantikannya dengan Sosialisme.
*Ketua PEMBEBASAN Kolektif Sleman.
sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar