Selasa, 07 Juni 2016

PERNYATAAN SIKAP DAN UCAPAN TERIMAKASIH DARI KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT (KNPB) KONSULAT INDONESIA TUAN HISKIA MEAGE

PERNYATAAN  SIKAP  DAN  UCAPAN  TERIMAKASIH  DARI  KOMITE  NASIONAL PAPUA BARAT (KNPB) KONSULAT INDONESIA TUAN HISKIA MEAGE.

PERNYATAAN  SIKAP
W
ilayah teritori Papua Barat sorong sampai merauke wilayah yang masih belum Memiliki pemerintahan sendiri-sendiri Perjanjian Canberra tanggal 6 February 1947 Bangsa Bangsa di Wilayah Pasifik Selatan mulai dari bawah Garis 0° LS di bagian Utara, di Bagian Barat mulai dari Netherlands New Guinea dan Bagian Timur di Vanuatu serta Bagian Selatan di New Caledonia. Maka bangsa Papua memiliki hak politik yang sama untuk merdeka dan membentuk pemerintahan sendiri sama sepertri saudara Lain Ras Melanesia di fasiik Selatan yaitu PNG, Fiji, Salomon Island, Vanuatu dan New Kaledonia Baru Kanaky.
54 Tahun kolonial Indonesia menduduki di Papua Barat, hak Politik terus dibungkam dan dihancurkan Atas keterlibatan kapitalis, Imperialisme dan kolaborasi dengan neoklonialisme di West Papua. Maka bangsa Papua Barat harus berjuang untuk memperoleh Hak Dasarnya yaitu, Kemerdekaan Penuh Melalui mekanisme legal PBB, sebagaimana telah dapat dilaksanakan terhadap bangsa-bangsa lain di muka Bumi yaitu Hak Menentukan Nasib Sendiri (Self-Determination) melalui sebuah REFERENDUM yang demokratis dan bermartabat. Resolusi PBB No. 1752 yang Mengesahkan Perjanjian New York dan Resolusi PBB No. 2504. Merupakan pelecehan dan melanggar Hak politik Orang Papua sebab sebelumnya tahun 1945 ketika PBB didirikan, wilayah Papua belum punya Pemerintahan Sendiri (Non Self Governing Territory) sehingga Papua dimasukan ke Daftar Non Self Governing Territory pada Komisi Dekolonisasi PBB (UN 24th Committee).
Maka dibentuklah sebuah Komisi Pasifik Selatan (South Pacific Committee) melalui Perjanjian Canberra tanggal 6 February 1947 untuk mempercepat Pembangunan bagi Bangsa-Bangsa di Wilayah Pasifik Selatan mulai dari bahwa Garis 0° LS di bagian Utara, di Bagian Barat mulai dari Netherlands New Guinea dan Bagian Timur di Vanuatu serta Bagian Selatan di New Caledonia berdasarkan perjanjian Canberra Agreement Pasal 2. Hal ini dilakukan sesuai Piagam PBB Pasal 73 yang disahkan melalui Resolusi PBB No. 1514 dan Resolusi PBB No. 1541 karena Rumpun Bangsa Melanesia tidak sama dengan Rumpun Bangsa Indies (Indos Nesos, Indonesia) maka Belanda mendaftarkan Wilayah Netherlands Indies (Indonesia) dan Netherlands New Guinea (Papua Barat) secara terpisah seperti Netherlands Antilles dan Suriname.
Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 29 Desember 1949, maka klaim Indonesia di KMB adalah suatu Pelanggaran terhadap Piagam PBB Pasal 73 karena tidak menghargai hak penentuan nasib sendiri rumpun bangsa melanesia (Papua Barat). Dalam Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag Belanda tanggal 23 Agustus-2 November 1945 disepakati bahwa mengenai status quo wilayah Nieuw Guinea tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat,masalah kedudukan-kenegaraan Papua Barat akan diselesaikan dengan jalan perundingan antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda. Tetapi dalam kesempatan yang sama pula status Papua Barat (Nethderlands New Guinea) secara eksplesit dinyatakan oleh Mohammad Hatta, Ketua Delegasi Indonesia, bahwa “masalah Irian Barat tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak menjadi bangsa yang merdeka.
Kami tidak akan pernah berhenti selama hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua sebelum terpenuhi. Hari ini, 31 Mei 2016, kami berdiri bersama rakyat kami menyatakan sikap kami secara damai dan bermartabat. Perlawanan kami hari ini berdasarkan alasan yang dapat kami pertanggung jawabkan dengan logika hukum dan moral di Indonesia dan internasional, bahwa:
1.   Kehendak bangsa Papua untuk bergabung dalam organisasi sub-regional, Melanesian Spearhead Group (MSG) bagian dari restorasi sosial, ekonomi dan politik bangsa-bangsa Melanesia, di regional Melanesia;
2.  Sebagai bagian dari rumpun Melanesia di Pasifik, hak penentuan nasib sendiri bagi West Papua harus menjadi  isu yang diangkat dalam pertemuan kelompok negara-negara Afrika, Caribbean, dan Pacific (ACP), di Port Moresby, 30-1 Juni 2016. Negara-negara Afrika dan Karibia dalam sejarah aneksasi West Papua, telah berdiri di PBB menolak hasil rekayasa Pepera (act of free choice) tahun 1969 di West Papua, yang menyebabkan PBB hanya mencatat (take note) hasil rekayasa itu tanpa keputusan tetap;
3.  Ini adalah sesuatu yang penting mengingat tensi politik yang sangat panas dimana Indonesia terus menciptakan konflik kekerasan, penangkapan aktivis politik, pembunuhan, dan eksploitasi sumber daya alam secara serius.
4.  Masalah perjuangan ini akan berakhir bilah kami mendapatkan kemerdekaan secara bermartabat dengan kedaulatan penuh di negerinya kami saat ini menjadi prioritas perjuangan utama atau orang Papua telah musnah dari tanah kelahiran kami, tetapi selagi bangsa Melanesia masih ada maka  perjuangan kami tidak akan pernah menyerah sampai akhir.
5.    Kami bangsa  Papua mau menentukan nasib sendiri melalui Referendum.
6.    Kami bangsa  Papua Mendukung ULMWP menjadi anggota full member di MSG
7.  Kami bangsa Papua Mendukung kepada kebijakan pimpinan MSG  mendesak ke PBB  untuk referendum west Papua.
8.   Kami bangsa Papua menuntut masalah (TAPOL-NAPOL) yang ada seluruh LP di Tanah Papua: (Alex Nekenem Dan Steven Itlay Cs)
9.    Bahwa kami Menolak dengan tegas; tim pencari fakta pelanggaran HAM buatan Jakarta
10. Bahwa segerah menghentikan operasi Militer Indonesia terhadap Mahasiswa Papua di sulawesi utara dan seluruh Orang Papua yang ada di Indonesia.
11.  Bahwa Pemerintah Indonesia berikan kebebasan bagi pers lokal, nasional dan Internasional di Tanah Papua Barat.

Demikian pernyataan ini kami buat dengan sesungguh-sungguhnya, demi menyelamatkan bangsa Papua di teritori West Papua.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar