Unjuk rasa menuntut referendum dan menolak Menkopolhukam Luhut Pandjaitan di Papua pada Rabu, 15 Juni 2016 (Foto: Istimewa) |
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan lebih dari 1.000 orang ditangkap oleh polisi di Jayapura setelah aksi unjuk rasa menuntut penentuan nasib sendiri hari ini (15/6).
Akun twitter LBH Jakarta menampilkan gambar seorang bernama Surya Anta yang dikatakan mengabarkan bahwa 1000 orang Papua telah ditangkap olisi.
"Total ada 1.040 rakyat Papua yang ditangkap hari ini," lapor akun twitter LBH Jakarta @LBH_Jakarta.
satuharapan.com juga mendapati laporan serupa dari sumber-sumber Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), organisasi yang menjadi motor unjuk rasa ini.
Ketua KNPB, Victor Yeimo, mengatakan 1004 orang ditangkap di Sentani, empat orang di Yahukimo 31 orang di Malang, total 1039 orang.
Pernyataan serupa dibenarkan oleh Veronica Koman, aktivis dan pengacara LBH Jakarta, yang mengadvokasi gerakan pembebasan Papua.
"Mereka masih ditahan," kata dia kepada The Jakarta Post.
Selain di Jayapura, unjuk rasa hari ini juga berlangsung di Malang, Baliem, Fakfak, Sentani, Sorong. Timika dan Yalimo. Di Malang, polisi menangkap 31 warga Papua yang melakukan unjuk rasa. Namun pada sore hari, mereka dibebaskan.
Dilaporkan juga adanya intimidasi dan 'penjemputan' paksa ke rumah-rumah para aktivis, termasuk di perumahan dinas dosen Universitas Cenderawasih yang diduga dilakukan oleh orang-orang intelijen.
"Perlakuan polisi kepada rakyat Papua hari ini menunjukkan itikad baik untuk penyelesaian pelanggaran HAM d Papua adalah omong kosong," demikian salah satu pernyataan LBH Jakarta.
"Perbaiki situasi kebebasan dan berekspresi di Papua barulah bicara soal penyelesaian pelanggaran HAM di Papua," lanjut pernyataan itu.
Sementara itu Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam pernyataannya mengatakan bahwa unjuk rasa kali ini merupakan "perlawanan damai untuk penolakan kedatangan Menkopolhukam di Papua."
Menurut pernyataan itu, pelanggaran HAM di Papua dilakukan oleh Negara Indonesia, oleh karena itu tidak mungkin Negara mengadili Negara. Ditekankan pula bahwa selama rakyat Papua tidak diberikan kesempatan menentukan nasib sendiri, pelanggaran HAM akan terus berlanjut.
Di bagian lain pernyataan itu disebutkan bahwa para pengunjuk rasa memberikan dukungan penuh kepada United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Mereka menolak tim yang dibentuk oleh pemerintah RI untuk penyelesaian HAM di Papua, termasuk menolak Marinus Yaung, Matius Murib dan Lien Maloali, warga Papua yang termasuk dalam tim.
Seruan itu juga menuntut diberikannya kesempatan untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua serta adanya tim pencari fakta dari Pacific Islands Forum (PIF).
Selain KNPB dan ULMWP, unjuk rasa kali ini didukung oleh sejumlah organisasi seperti Garda PB, FIM, Gempar, WPNA, FNMPP, F-PEPERA, GP2PB, DAP, SHRDP, AMP, BUK, BEM FIsip Uncen, BEM USTJ, BEM Unel Mandiri, BEM STIKOM, Senat STFT, Senat GKI, Senat STT WP, Senat STT GIDI
Sejumlah video yang diterima satuharapan.com, menggambarkan aksi unjuk rasa yang berlangsung damai. Massa yang berunjuk rasa terlihat bernyanyi dan menari.
Editor : Eben E. Siadari
Sumber: www.satuharapan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar