Perjuangan kemerdekaan Papua membutuhkan strategi dan terobosan baru dalam menghadapi dua hasil besar yang dicapai Indonesia dalam strategi politiknya belum lama ini. Saat ini Indonesia sedang berada pada tahap kejayaan politik baik ditingkat nasional maupun internasional.
Dua hasil yang saya maksud dalam artikel ini adalah di tingkat nasional pengangkatan Tito Karnavian sebagai calon tunggal KAPORLI oleh presiden JOKOWI . Sedangkan di tingkat Internasional, saat ini Indonesia menjadi negara dengan jumlah terbesar perwakilan dalam Majelis Umum PBB.
Kedua hasil ini sangat berpengaruh dan berperan penting terhadap upaya negara ini dalam meredam tuntutan kemerdekaan Papua. Di tingkat nasional, bagi saya mengangkat Tito menjadi KAPORLI berati juga membuat demokrasi di negara ini berjalan mundur. Sedangkan hasil yang dicapai negara ini di tingkat Internasional berarti juga menutup jalan setiap aspirasi rakyat Papua di PBB.
Mengapa Tito Karnavian Bermasalah dalam demokrasi?
Seperti yang kita ketahui, beberapa bulan terakhir media-media besar diramaikan dengan pengangkatan Tito Karnavian sebagai calon tunggal KAPORLI. Jendral yang akrab disapa Tito ini memang layak mendapatkan jabatan tersebut, mengingat kipranya di dunia kepolisan yang banyak mengungkap kausus-kasus besar di negara ini. Hasilnya, sekarang Ia menjadi pemimpin atas seniornya. Bagi orang Papua, pengangkatan Tito sama halnya dengan membunuh demokrasi di negara ini dari akarnya. Nadi demokrasi di negara ini telah dipotong dari jantungnya. Ya, demokrasi di Indonesia sedang berjalan mundur. Mengapa demikian? Berikut ini dihaimoma.com merangkum 2 poin pembungkaman kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berorganisasi yang dilakukan pada masa Tito memimpin Papua dan Jakarta terlebih khusus bagi orang Papua.
Pelanggaran ini sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Bukan hanya itu kebebasan berkumpul, berorganisasi, dan berpendapat semuanya dibungkam pada masa kepemimpinannya. Dan jika Tito menjadi KAPORLI maka demokrasi di Indonesia hanya akan tinggal cerita.
Pertama pada masa kepemimpinan Tito di Papua, ketua KNPB Mako Tabuni yang selalu vokal menggerakkan masa untuk turun jalan menyampaikan aspirasi di depan muka umum untuk menuntut referendum di Papua, di tembak mati secara tidak wajar dan manusiawi. Padahal perjungan Mako tidak dengan kekerasan dan tidak juga dengan senjata.
Perjuangannya dengan metode damai, senjatanya adalah lantunan kata-kata dan spanduk, namun harus berakhir di tangan polisi waktu itu. Penembakan Mako sangat tidak manusia dan tidak juga dengan prosedur aturan hukum yang berlaku di negara ini. Hal ini, bisa kita lihat dari kutipan berikut.
Dua hasil yang saya maksud dalam artikel ini adalah di tingkat nasional pengangkatan Tito Karnavian sebagai calon tunggal KAPORLI oleh presiden JOKOWI . Sedangkan di tingkat Internasional, saat ini Indonesia menjadi negara dengan jumlah terbesar perwakilan dalam Majelis Umum PBB.
Kedua hasil ini sangat berpengaruh dan berperan penting terhadap upaya negara ini dalam meredam tuntutan kemerdekaan Papua. Di tingkat nasional, bagi saya mengangkat Tito menjadi KAPORLI berati juga membuat demokrasi di negara ini berjalan mundur. Sedangkan hasil yang dicapai negara ini di tingkat Internasional berarti juga menutup jalan setiap aspirasi rakyat Papua di PBB.
Mengapa Tito Karnavian Bermasalah dalam demokrasi?
Seperti yang kita ketahui, beberapa bulan terakhir media-media besar diramaikan dengan pengangkatan Tito Karnavian sebagai calon tunggal KAPORLI. Jendral yang akrab disapa Tito ini memang layak mendapatkan jabatan tersebut, mengingat kipranya di dunia kepolisan yang banyak mengungkap kausus-kasus besar di negara ini. Hasilnya, sekarang Ia menjadi pemimpin atas seniornya. Bagi orang Papua, pengangkatan Tito sama halnya dengan membunuh demokrasi di negara ini dari akarnya. Nadi demokrasi di negara ini telah dipotong dari jantungnya. Ya, demokrasi di Indonesia sedang berjalan mundur. Mengapa demikian? Berikut ini dihaimoma.com merangkum 2 poin pembungkaman kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berorganisasi yang dilakukan pada masa Tito memimpin Papua dan Jakarta terlebih khusus bagi orang Papua.
Pelanggaran ini sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Bukan hanya itu kebebasan berkumpul, berorganisasi, dan berpendapat semuanya dibungkam pada masa kepemimpinannya. Dan jika Tito menjadi KAPORLI maka demokrasi di Indonesia hanya akan tinggal cerita.
Pertama pada masa kepemimpinan Tito di Papua, ketua KNPB Mako Tabuni yang selalu vokal menggerakkan masa untuk turun jalan menyampaikan aspirasi di depan muka umum untuk menuntut referendum di Papua, di tembak mati secara tidak wajar dan manusiawi. Padahal perjungan Mako tidak dengan kekerasan dan tidak juga dengan senjata.
Perjuangannya dengan metode damai, senjatanya adalah lantunan kata-kata dan spanduk, namun harus berakhir di tangan polisi waktu itu. Penembakan Mako sangat tidak manusia dan tidak juga dengan prosedur aturan hukum yang berlaku di negara ini. Hal ini, bisa kita lihat dari kutipan berikut.
Hal ini aneh, karena sebagai mahasiswa AMP sudah mematuhi aturan yang berlaku di negara ini. Dari surat izin turun jalan sampai dengan kesesuaian tindakan mereka sebagaimana tertuang dalam UU di atas. Tidak cukup sampai di situ, mahasiswa Papua yang sedang berstudi di Jawa diancam dan di teror. Sampai-sampai ada mahasiswa Bogor yang di tangkap paksa tanpa surat panggilan (tidak dengan prosedur aturan) atas perintah Tito.
Bukan hanya sampai di situ, ruang demokrasi di Papua dibungkam rapat-rapat. Bahkan dimasa kepemimpinan Tito di Papua, wartawan nasional dan internasional sangat dibatasi untuk masuk ke Papua. Bayangkan bagaiamana jadinya demokrasi di negara ini, jika kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi dibungkam rapat-rapat. Intinya, Tito menjadi KAPORLI berarti juga membunuh demokrasi di Indonesia.
Bagaiman dengan pencapaian politik Indonesia di dunia Internasional?
Belum lama ini Duta Besar Dian Triansyah Djani terpilih sebagai Ketua Komite II Majelis Umum PBB. Selain itu, dalam pertemuan pleno Majelis Umum PBB itu, dua diplomat Indonesia lainnya, Kamapradipta Isnomo dan Masni Eriza juga terpilih masing-masing sebagai Wakil Ketua Komite I bidang Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata dan Wakil Ketua Komite III bidang Sosial dan Kemanusiaan PBB.
Pada waktu yang bersamaan juga dalam organisasi dunia itu, duta besar Fiji untuk Perserikatan Bangsa-bangsa turut terpilih menjadi presiden majelis umum PBB. Posisi ini juga sangat berpengaruh dan menguntungkan negara ini, karena seperti yang diketahui bahwa di wilayah Pasifik negara Fiji menjadi pendukung berat Indonesia
Posisi Indonesia sebagai penyumbang keanggotaan terbanyak di PBB, serta perwakilan pemerintah Fiji untuk PBB yang menjadi presiden majelis umum di PBB ini, merupakan hasil pencapain politik terbesar Indonesia dalam tahun ini.
Selain itu, ditambah lagi dengan Luhut Panjaitan yang sejak beberapa bulan lalu, selalu keluar negeri untuk berdiplomasi menekan dukungan internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Papua. Saat ini, Indonesia mencapai puncak kejayaan dalam perpolitikannya.
Bagaimana dengan perjungan rakyat Papua untuk merdeka?
Pertama meskipun secara politik Indonesia berhasil, tetapi PBB bukan milik Indonesia. Organisasi itu miliki dunia dan bersura demi segala persolan yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia ini. Rakyat Papua merupakan bangsa yang terjajah. Dalam hal ini, kami layak hadir dan bersuara atas kebenaran. Ya, kebenaran bisa disalahkan, tetapi tidak dapat disembunyikan dan dapat dibuktikan.
Hal ini menunjukan, dengan posisi Indonesia yang kuat di PBB mungkin saja dapat menghalangi aspirasi perjuangan Papua untuk merdeka, Indonesia tidak dapat menyembunyikan kebenaran.
Pada dasarnya kita semua ketahui bahwa posisi kuat itu tidak dapat dijadikan sebuah acuan untuk Indonesia berjaya. Hal ini sesuai dengan hukum mendasar dari politik " tidak ada kata "ya" atau "benar" selama hasil itu benar-benar belum terbukti. Jadi dalam berpolitik meski Indonesia mencapai kejayaan itu, saat ini Indonesia tidak bisa dengan mudah mengatakan tuntutan kemerdekaan Papua bisa diatasi.
Kedua Rakyat Papua melalui ULMWP telah melangkah maju melalui wilayah pasifik. Lajunya perjungan ini tidak mungkin dihadang dan dibatasi oleh nagera ini. Ya, dalam bulan Juli besok Papua akan menjadi full member di MSG.
Seharusnya, Indonesia mengakui hal itu sebelum di permalukan. Hal ini karena cepat atau lambat rakyat Papua akan referendum untuk menentukan nasibnya sendiri.
Ketiga mungkin negera ini baru bangun tidur dan kaget dengan semua kemajuan perjuangan Papua untuk merdeka. Bagi saya pribadi, dalam hal berpolitik Indonesia harus berguru dan meminta terima kasih kepada ULMWP, karena berkat perjuangannya sekarang Indonesia disadarkan dan saat ini juga negara ini telah diterima sebagai anggota asosiatif di MSG.
Dan jika bulan Juli ULMWP menjadi full member di MSG. Orang Papua akan mengajari perjuangan yang damai dengan duduk satu meja di MSG, sama juga dengan yang terjadi sekarang ULMWP dan Indonesia bisa duduk dalam satu rumah. Hal ini tidak seperti yang diterapkan negara ini. Selama 54 tahun membunuh rakyat Papua menggunakan kekuatan militernya. Orang Papua tahu apa dan bagaimana perjuangan yang damai dalam merebut kemerdekaan yang selama 54 tahu dibungkam negara ini.
Sampai di sini, bagaimana solusi Anda untuk Papua?
Sumber: www.dihaimoma.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar