Kamis, 19 Mei 2016

Ketua MSG : Indonesia Punya Kepentingan Lain Di MSG

Ketua MSG, Manaseh Sogavare – RNZ
Jayapura, Jubi – Ketua Melanesia Spearhead Group (MSG), Mansye Sogavare berpandangan Indonesia terus mengecilkan masalah Hak Asasi Manusia di Papua.
“Penolakan Indonesia atas resolusi yang dicapai oleh para pemimpin Forum Kepulauan Pasifik di Port Moresby pada tahun 2015 untuk mengirimkan misi pencari fakta di Papua serta penolakan Presiden Indonesia untuk bertemu dengan saya dalam kapasitas saya sebagai Ketua MSG Ketua menjelaskan pada MSG bahwa Indonesia menganggap masalah HAM di Papua bukan sesuatu yang serius,” kata Sogavare, yang juga Perdana Menteri Kepulauan Solomon melalui rilis pers yang dikirimkan Kantor Sekretariat Perdana Menteri Kepulauan Solomon kepada Jubi, Rabu (18/5/2016)
Sogavare menambahkan sikap datar Presiden Indonesia ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak memiliki komitmen kuat untuk menyelesaikan persoalan HAM di Papua. Indonesia, menurutnya, membiarkan MSG tanpa alternatif untuk mendiskusikan masalah Papua.
“MSG membawa United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Indonesia ke dalam MSG adalah agar keduanya dapat berdiskusi tentang masalah mereka dalam rumah yang sama,” lanjut Sogavare.
Keengganan Indonesia ini, memberikan alasan bagi MSG untuk memperkuat keanggotaan ULMWP di MSG dengan memberikan status anggota penuh agar MSG dapat membahas isu-isu Papua lebih strategis.
“Penolakan Presiden Indonesia untuk bertemu di Jakarta adalah indikasi yang jelas bahwa Indonesia punya kepentingan lain di MSG. Indonesia tidak ingin membahas isu-isu hak asasi manusia di Papua,” jelas Sogavare.
Indonesia Tolak Intervensi Pihak Luar
Pada bulan April lalu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan meminta kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua diselesaikan tanpa ada intervensi pihak lain.
“Mereka yang peduli dengan kasus-kasus HAM Papua bisa saja diundang dalam proses penyelesaiannya. tapi bukan untuk menyelesaikan,” kata Luhut.
Rabu (17/5/2016), Menko Luhut mengundang sejumlah aktivis HAM ke Jakarta untuk melanjutkan proses penyelesaian masalah HAM Papua. Sebanyak 12 kasus HAM masuk dalam daftar penyelesaian pemerintah di tahun 2016. Ada empat perkara yang diserahkan kepada Polda Papua, yakni kasus Wamena, kasus Yapen Waropen, kasus Kongres Rakyat Papua III dan penghilangan sopir Ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Aluay yang bernama Aristoteles.
“Saya optimistis kasus HAM di Papua selesai akhir tahun ini, masyarakat Papua ingin juga kasus ini tuntas. Pemerintah fasilitasi,” kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Dia mengatakan dalam penyelesaian kasus tersebut dia juga melibatkan Panglima TNI. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar