Knpbnews Timika—2
mei 2016, Rakyat Papua dimediasi oleh
Komite Nasional Papua Barat (KNPB)
Wilayah Timika dan Penanggung
jawab Politik Parlemen Rakyat Daerah Mimika (PRDM) melakukan Ibadah dan doa bersama. Di halaman
kantor Sekertariat KNPB dan PRD Jl. Sosial Kebun Siri.
Untuk
mendukung pertemuan tingkat Internasional
yakti Internasional Parlemen West Papua (IPWP) di London dan Rakyat
dukungan Unitet Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk masuk ke Anggota
Full di Malanesia Speard Group (MSG)
serta Mengutuk Aneksasi 1 mei
1963.
Dalam kesempatan itu juga, Mario Yatipai, Wakil ketua Parlemen Nasional
West Papua Fraksi Bomberay, Ketika bangsa Papua mengingat kembali sejarah
wilayah Papua Barat di Aneksasi ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) 1969 secara sepihak melalui rekayasa (PEPERA 1969), wilayah
Papua Barat telah didominasi oleh militer,.
lanjut Yatipai, kondisi ini
menyebabkan status wilayah Papua Barat tetap dalam suhu politik yang rawan,
proses kejahatan dan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua
Barat berjalan secara sistematis dan kapasitas militer Indonesia sebagai agen
tameng bagi kepentingan kaum pemodal (kapitalis) tidak segan-segan melakukan
praktek-praktek pembiaraan bagi kekerasan dan konflik.
Perjuangan Hak Penentuan Nasib
Sendiri (Self-Determination) bagi masyarakat pribumi Papua sebagai Hak untuk
Merdeka dan berdaulat merupakan cita-cita luhur dalam rangka mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Pribumi West Papua.
Keinginan luhur ini telah
melahirkan kesadaran masyarakat pribumi West Papua untuk menyatukan diri dalam
suatu system perjuangan yang tersistim dan terorganisasi, maka dengan kesadaran bangsa Papua tersebut telah membentuk dan menyatukan hak
politik dalam lembaga politik
yang representative
bagi masyarakat
pribumi West Papua untuk memperjuangkan Hak Penentuan Nasib Sendiri.
Penduduk pribumi West Papua
adalah bangsa Papua yang memiliki hak untuk menentukan Nasib Sendiri yang mana
Hak tersebut sampai sekarang masih ada. Perjuangan Hak Penentuan Nasib Sendiri
(Self-Determination) bangsa Papua dilandaskan pada Standart Hak Asasi Manusia,
Demokrasi, Prinsip-prinsip Hukum Internasional dan Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Ini 11 poin
sikap Parlemen Nasional West Papua sebagai
penyanggung jawab politik bangsa Papua di Wilayah West Papua:
Pertama, Menetapkan bahwa Penduduk
Pribumi Papua di Teritori West Papua adalah Bangsa Papua rumpun Melanesia.
Kedua, Menetapkan bahwa Bangsa Papua
di Wilayah Papua Barat Bekas Koloni Nederland Nieuw Guinea memiliki Hak untuk
Menentukan Nasib Sendiri.
Ketiga, Menetapkan bahwa Bangsa Papua
memiliki Hak yang sama dengan bangsa-bangsa lain untuk mempertahankan Populasi
dan Budaya serta mengemangkannya secara wajar dan bertanggung jawab berdasarkan
Hak Asasi Manusia.
Keempat, Menetapkan bahwa Manifesto
Komite Nasional Papua, Holandia 19 Oktober 1961, Tentang Bendera Negeri
“Bintang Fajar” dan Lagu Kebangsaan “Hai Tanahku Papua” , Lambang Negeri “Mambruk”,
Kebangsaan Kami Papua dan Teritori kami Papua Barat adalah Sah dan Menjadi
Dasar Perjuangan bangsa Papua.
Kelima, Mengakui United Liberation
Movement for West Papua (ULMWP) sebagai badan Koordinasi dan Persatuan yang
Mewakili seluruh kepentingan bangsa Papua yang bertempat tinggal di Wilayah
West Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat) dan diluar Wilayah West
Papua.
Keenam, Menugaskan kepada United
Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk menyampaikan Permohonan
Penduduk Pribumi Wilayah West Papua sebagai Subyek Wilayah (Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat) untuk Keanggotaan Penuh dalam Melanesian Spearhead Group
(MSG) di bawah Panji Bendera “Bintang Fajar” dan Lagu Kebangsaan “Hai Tanahku
Papua”
Ketujuh, Menyatakan bahwa Pemerintah
Republik Indonesia telah Gagal Memenuhi syarat-sayrat sebagaimana diatur dalam
pasal 18 dan pasal 22 ayat 1 Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Kerajaan Nederland mengenai Wilayah West New Guinea, di Markas Besar
Perserikatan Bangsa-Bangsa tertanggal 15 Agustus 1961 dan kegagalan tersebut
memicu konflik antara bangsa Papua dan Republik Indonesia
Kedelapan, Menuntut kepada Kerajaan
Nederland dan Negara-Negara berdasarkan tanggung jawab Moral dan Hukum untuk
segera Mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa melaksanakan Referendum bagi bangsa
Papua dan Menjamin Hak-hak Penduduk pribumi Wilayah Papua Barat sesuai
syarat-syarat yang termuat dalam pasal 4, pasal 18 dan pasal 22 Persetujuan New
York 15 Agustus 1961.
Kesembilan, Menuntut, Perserikatan
Bangsa-Bangsa meninjau kembali Resolusi Nomor 2504 Perserikatan Bangsa-Bangsa,
tertanggal 19 November 1969 yang telah menerima hasil pelaksanaan PEPERA 1969
yang dipercayakan pelaksanaanya kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Kesepuluh, Menyatakan bahwa
Perkembangan Keamanan di Wilayah West Papua semakin meresahkan penduduk pribumi
Papua dengan semakin banyak Personil Militer Indonesia yang didatangkan dari
Luar Wilayah West Papua oleh Tentara Nasional Indonesia.
Kesebelas,Menugaskan kepada International
Parliamentarians for West Papua (IPWP) dan International Lawyers for West Papua
(ILWP) untuk SEGERA menindak lanjuti semua tuntutan bangsa West Papua atas nama
bangsa Papua di Internasional.
Dalam Kegiatan tersebut, Ketua PRDM,
Abihut Degei Juga mengajak Rakyat Papua tetap semangat dalam proses perjuangan
suci ini, sampai Papua merdeka (Admin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar