ILustrasi PIF-Jubi-ist |
Jayapura, Jubi- Pasific Island Forum (PIF) adalah cikal bakal dari negara-negara Pasifik Selatan yang sebelum masih berada tergabung dalam South Pasific Confrence (SPC). Selama 15 tahun wilayah Nederlands Nieuw Guinea atau Papua Barat telah bergabung menjadi bagian dari Pasifik Selatan.
Hal inilah yang membedakan antara Provinsi Papua dan Papua Barat dengan provinsi-provinsi Melanesia yang berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dosen dan peneliti Fisip Universitas Indonesia, H Zukifli Hamid dalam bukunya berjudul Politik di Melanesia menyebutkan di dalam pertemuan Pasifik Selatan, Irian Jaya sudah 15 tahun ikut aktif dalam tukar menukar informasi sampai presentase kebudayaan di dalam South Pasific Forum.
Awalnya lima negara Australia, Inggris, Belanda, Selandia Baru dan Amerika Serikat menyepakati Perjanjian Canberra pada 6 Februari 1947 membentuk Komisi Pasifik Selatan atau South Pasific Comission(SPC) karena saat itu wilayah-wilayah di Pasifik Selatan belum merdeka atau belum menentukan nasibnya sendiri.
Adapun maksud dan tujuan mendirikan SPC, untuk memperkuat kerja sama internasional agar memajukan ekonomi dan sosial bagi bangsa-bangsa di Pasifik Selatan yang belum berdiri sendiri alias belum merdeka. Bahkan Konfrensi Pasifik Selatan dibentuk agar penduduk pribumi juga ikut mengambil bagian dalam keputusan penting di Komisi Pasifik Selatan.
Bahkan pemerintah Australia dan Belanda menandatangani kerja sama pendidikan, kedokteran dan telekomunikasi sejak 6 November 1957 (Azas-Azas Tata Negara Nederlands Nieuw Guinea, hal 120-121). Hasilnya pada Januari 1960 terdapat 12 pelajar dari Australia New Guinea(PNG) datang belajar sekolah pelajaran navigasi di Hollandia, Nederlands Nieuw Guinea(Papua Barat).
Sebaliknya enam pelajar dari Papua Barat belajar di PNG untuk masuk ke Fakultas Kedokteran di Port Moresby. Empat pemuda lainnya belajar di sekolah telekomunikasi di Lae, PNG. Tujuan kerja sama dua negara penjajah ini agar dikemudian hari dua wilayah ini akan menentukan nasibnya sendiri.
Wilayah jajahan Belanda, Nederland Nieuw Guinea (Papua Barat) saat itu juga termasuk dalam wilayah Pasifik Selatan yang belum berdiri sendiri atau menentukan nasibnya sendiri. Walau kemudian pemerintah Indonesia mengatakan dalam Pepera 1969, sebanyak 1026 anggota Dewan Musyawarah Pepera(DMP) memilih bergabung menjadi bagian dari NKRI. Sedangkan Papua New Guinea akhirnya merdeka pada 16 September 1975.
Ini berarti wilayah Papua Barat pernah menjadi bagian dari negara-negara Komisi Pasifik Selatan yang kemudian semuanya merdeka seperti Vanuatu, Fiji, Solomon Island, Papua New Guinea, Samoa Barat, Tonga dan lain-lain.
Kembalinya Papua Barat ke dalam NKRI dengan nama Provinsi Irian Jaya hingga dimekarkan menjadi dua Provinsi Papua dan Papua Barat praktis tak lagi berhubungan dengan Pasifik Selatan. Sejak 1962 sampai dengan saat ini hubungan terputus, Terkecuali sejak Melanesia Spearhead Group (MSG) mulai angkat isu Papua Barat dan pemerintah Indonesia mulai ikut menjadi anggota MSG dan menoleh ke Pasifik Selatan.
Direktur Institute for Peace and Democracy, I Ketut Erawan mengatakan mestinya pemerintah Indonesia juga harus menjadi bagian dari Pasifik karena wilayah-wilayah Indonesia Bagian Timur termasuk bagian wilayah Pasifik.”Pengembangan ekonomi maupun kerja sama harus memakai model dari negara-negara di Pasifik Selatan untuk mengembangkan wilayah Timur Indonesia,”katanya kepada jubi di sela-sela Pelatihan Jurnalis Tentang Perdamaian di Denpasar Bali, pekan lalu.
Hal senada juga dikatakan mantan Menlu Indonesia Hassan Wirajuda untuk pemerintah Indonesia tetap menjalin kerja sama ekonomi dan pertanian serta perikanan dengan negara-negara di Pasifik Selatan. “Fiji sudah beberapa kali meminta kerja sama dalam Pemilu dan kita ikut menyusun Undang-undang Pemilu di Fiji,”kata mantan Menlu RI periode Megawati dan SBY ini.
Ini berarti tantangan Papua Barat untuk menjadi bagian dari Pasifi Island Forum akan mendapat ganjalan dari PNG yang lebih melihat kerja sama ekonomi dan politik. Apalagi PNG mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan APEC 2016 di Port Moresby.
Pemerintah Australia sebagai donatur terbesar di Negara Pasifik akan melihat kepentingan dan kerja sama ekonomi karena Indonesia sebagai salah satu negara pengimpor sapi dan gandum terbesar dari Australia. Fiji sejak awal menolak ke Port Moresby dalam PIF pekan depan dan mendirikan Pasifi Island Development Forum (PIDF) yang pernah mengundang Presiden SBY ke Suva Fiji pada 2014 lalu.
Amerika Serikat juga hadir dalam PIF di Port Moresby dengan membawa delegasi besar dalam pertemuan tersebut. Peluang Papua Barat jelas sulit untuk masuk ke PIF karena harus berhadapan dengan Australia, Papua New Guinea (PNG) dan Amerika Serikat. Hanya negara-negara kecil di Pasifik dan organisasi sipil yang tergabung dalam PIANGGO yang berjuang agar isu Papua Barat bisa dibicarakan oleh para pemimpin Pasifik Selatan. Bisakah tanda heran dari Honiara, Solomon Island berpindah ke Port Moresby, PNG? (Dominggus Mampioper) .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar