Para pemimpin ULMWP memberikan ucapan terima kasih kepada Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare usai diterima sebagai observer di MSG - Victor Mambor |
Honiara,
Jubi – Perjalanan panjang bangsa Papua hingga lebih dari 50 tahun untuk
mendapatkan pengakuan sebagai sebuah bangsa, akhirnya menemukan muaranya. Apa
yang disebut oleh IS Kijne, tanda heran yang satu ke tanda heran yang lain,
kini terbukti untuk Tanah Papua. Bangsa Papua akhirnya diakui sebagai bagian
dari ras Melanesia oleh empat negara berdaulat penuh dan gerakan pembebasan
Kanak (FLNKS) yang sedang mempersiapkan kemerdekaan mereka.
Fiji
dan PNG tak kuasa menghentikan komitmen Perdana Menteri Kepulauan Solomon,
Pemimpin FLNKS dan Vanuatu. Namun Vanuatu, Kepulauan Solomon dan FLNKS juga tak
sanggup menolak keinginan Fiji dan PNG. Namun apapun itu, keputusan para
pemimpin MSG telah menempatkan bangsa Papua dalam pengakuan sebuah bangsa dan
rakyat yang ingin berdaulat di atas tanahnya sendiri.
Para
pemimpin MSG telah memutuskan memberikan status anggota asosiasi kepada
Indonesia dan memberikan status observer/pengamat kepada United Liberation
Movement for West Papua (ULMWP) yang mewakili bangsa Melanesia yang berada di
luar Papua. Indonesia, naik satu level dari status sebelumnya, observer.
Sedangkan
Papua untuk pertama kalinya mendapatkan status sebagai bagian ras Melanesia di
forum subregional Melanesia. Dua keputusan ini dituangkan dalam Komunike MSG yang ke 20 di
Honiara, Jumat (26 Juni 2015).
Oktovianus
Mote, Sekjen ULMWP menerima keputusan para pemimpin MSG ini dengan besar hati.
Ia mengaku, sekalipun yang diharapkan lebih tinggi, namun bangsa Papua sangat
menghargai keputusan para pemimpin Melanesia ini.
“Kami
telah berusaha keras. Kami juga sadar, ini jalan Tuhan yang diberikan pada
bangsa Papua. Kami harus menerima ini untuk melangkah ke tahap selanjutnya,”
kata Octovianus Mote, Jumat (26/6/2015).
Bangsa
Papua, lanjut Mote harus mengucapkan terima kasih kepada para pemimpin
Melanesia. Lima pemimpin Melanesia ini dianggap telah memberikan pengakuan
kepada bangsa Papua.
“Terutama
kepada Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Vanuatu dan FLNKS yang berjuang
habis-habisan untuk keanggotaan Papua. Juga Fiji dan PNG yang sesungguhnya bisa
menolak kita, bangsa Papua ini,” tambah Mote.
Demikian
juga Benny Wenda. Pemimpin Papua di pengasingan ini mengaku sangat terharu
dengan keputusan yang dibuat para pemimpin MSG ini.
“Setelah
sekian lama saya berjuang, baru kali ini ada negara berdaulat yang secara
terbuka mengakui perjuangan bangsa Papua mendapatkan kedaulatannya sendiri. Dan
itu bukan hanya satu negara saja. Ini empat negara. Meskipun status kita,
bangsa Papua sebagai observer atau pengamat di MSG, ini adalah sebuah pengakuan
bangsa Melanesia pada dunia bahwa Papua adalah satu bangsa sendiri. Juga
pengakuan tentang perjuangan rakyat Papua dan apa yang sedang terjadi di Papua
sejak dulu hingga sekarang,” kata Wenda.
Bangsa
Papua, lanjut Wenda akan memberikan penghargaan kepada rakyat dan pemerintah
Kepulauan Solomon yang telah berjuang untuk keanggotaan Papua di MSG ini.
“sekarang,
bangsa Papua ada dalam “gedung” yang sama dengan Indonesia. Kita harus berjuang
untuk berada dalam gedung yang sama dalam posisi yang sama,” tambah Wenda.
Satu
hal yang sangat penting bagi bangsa Papua, lanjut Wenda, adalah bangsa Papua
menempuh perjuangan di MSG dengan jujur dan melalui prosedur yang benar. Bangsa
Papua melalui ULMWP melakukan segala persyaratan yang diminta oleh MSG.
“Kami
jujur dan serius dalam berjuang. Ini harus menjadi kebanggaan bangsa Papua.
Bangsa Papua memang tidak menang, karena sudah menang di Noumea tahun 2013
lalu. Segala cara ditempuh agar MSG tidak mengakomodir kita bangsa Papua ini
berada di MSG. Tapi faktanya, MSG mengakui kita,” ujar Wenda.
Rimbink
Pato, menteri luar negeri PNG berpandangan keputusan para pemimpin MSG,
diputuskan atas berbagai pertimbangan. PNG yang memfasilitasi Indonesia sebagai
anggota assosiasi di MSG, menurut Pato memiliki hubungan baik dengan Indonesia
yang harus dipertahankan dan ditingkatkan.
“Hubungan kami dengan Indonesia harus kami tingkatkan. Kami ingin kesejahteraan, perdamaian dan pertumbuhan ekonomi antara negara kami dengan Indonesia,” kata Pato.
Perdana
Menteri Fiji, Frank Bainimarama mengaku keputusan yang diambil secara konsensus
oleh para pemimpin MSG ini mungkin akan membuat kecewa ULMWP yang mewakili
aplikasi keanggotaan penuh untuk bangsa Papua.
“Tapi
anda harus tahu, Indonesia adalah negara berdaulat. ULMWP bukan sebuah negara.
Ini kriteria yang kami pertimbangkan sehingga kami menerima ULMWP sebagai
kelompok yang mewakili bangsa Melanesia di luar wilayah melanesia. Membawa
ULMWP ke dalam MSG seperti juga membawa Indonesia dalam MSG akan membuka
kemungkinan MSG memfasilitasi persoalan yang terjadi pada bangsa Melanesia di
Papua Barat dengan Indonesia. Kami menyadari apa yang terjadi pada bangsa Papua
Barat, saudara Melanesia kami. Tapi sekali lagi, Indonesia adalah negara
berdaualat yang harus kami hargai. Masalah ini harus dibicarakan di atas meja
yang sama oleh masing-masing pihak yang duduk bersama. Sekarang ULMWP ada dalam
rumah yang sama dengan Indonesia di MSG,” kata Bainimarama usai penandatanganan
Komunike bersama anggota MSG.
Octovianus
Mote, usai menerima status sebagai observer, dihadapan para pemimpin MSG
menyampaikan para pemimpin ULMWP dipilih oleh bangsa Papua pada bulan Juni
tahun 2011 dalam sebuah konferensi yang dihadiri oleh Menteri Politik Hukum dan
Keamanan Indonesia di Jayapura, Papua. Saat itu menurut Mote, dirinya bersama
Leoni Tanggahma, Rex Rumakiek, Benny Wenda dan John Ondowame (alm) sebagai
representasi bangsa Papua di forum-forum internasional.
“Kami
berlima, dipilih lagi oleh tiga kelompok perlawanan pada bulan desember tahun
lalu di Vanuatu,” ujar Mote.
Sekjen
ULMWP yang sebelumnya adalah wartawan Kompas ini juga menunjukkan 150.000
tandatangan yang dikumpulkan oleh rakyat Papua Barat sebagai dukungan kepada
ULMPW sebagai perwakilan bangsa Papua.
“Meskipun begitu, kami menerima apa keputusan para pemimpin MSG di Honiara ini,” ujar Mote menegaskan kembali sikap ULMWP.
Status
Indonesia sebagai anggota asosiasi ternyata mendapatkan kritikan dari kalangan
masyarakat sipil dan gereja di Melanesia. Indonesia dianggap telah merusak
tatanan blok Melanesia. Pada akhirnya, masyarakat sipil di Melanesia menganggap
MSG sebagai organisasi regional yang lemah hingga bisa diintervensi oleh
Indonesia.
“Sederhana
saja, apakah Indonesia itu bagian dari Melanesia? Tidak. Lalu kenapa para
pemimpin menerima Indonesia sebagai anggota? Ini menunjukkan bahwa solidaritas
Melanesia kita lemah sehingga bisa dipengaruhi negara yang bukan Melanesia,”
kata Bishop James Ligo, Ketua Dewan gereja Vanuatu.
Sementara
delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Wiwik
Setyawati Firman, menanggapi kehadiran ULMWP di MSG kali ini, mengatakan
Indonesia tidak bisa memiliki dua keanggotaan di MSG.
“Kita
harus tahu, resolusi PBB telah mengakui Papua Barat adalah bagian dari
Indonesia. Dan Indonesia telah menjadi pengamat di MSG. Indonesia tidak bisa
memiliki dua keanggotaan di MSG. Indonesia telah menjadi anggota dan Papua
Barat adalah bagian dari Indonesia. Hanya dua gubernur dari Papua dan Papua
Barat dan Bupati yang adalah masyarakat asli Papua yang secara sah bisa
mewakili orang Papua, bukan yang lainnya,” kata Wakil menteri Luar Negeri ini. (Victor
Mambor)
Sumber: tabloidjubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar