Selasa, 30 Juni 2015

Indonesia Kalah Diplomasi soal Papu

Perdana Menteri Fiji, Baini Marama bersama Kedua Penghinat, Frans Albert Yoku dan Nick Messet 
JAKARTA - Indonesia mengalami kekalahan diplomasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Melanesian Spearhead Group (MSG) ke-20 di Honiara, Rabu-Jumat (24-26/6), di Kepulauan Solomon. Forum itu memang meningkatkan status Indonesia menjadi anggota asosiasi negara-negara melanesia. Namun, forum tersebut juga mengakui Organisasi Pembebasan Papua Barat sebagai pengamat. Padahal, status ini sebelumnya disandang Indonesia.

"Indonesia diterima sebagai anggota, tetapi organisasi pembebasan Papua Barat dianggap sebagai pengamat. Ini berarti Indonesia dan Papua kini dianggap sejajar," ucap aktivis Papua Resource Center, Amiruddin Al-Alrahab, kepada SH di Jakarta, Senin (29/6).

Ia mengatakan, hasil KTT tersebut merupakan perkembangan baru dalam pergerakan politik pembebasan Papua. Selama ini, simpati dan respek terhadap pergerakan Papua hanya diakui lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau lembaga nonpemerintah. Namun, kini sekumpulan gerakan itu diakui resmi oleh negara-negara melanesia. 

Menurutnya, hasil itu menunjukkan kekalahan diplomasi. Namun, pemerintah Indonesia justru memanipulasi berita, seolah-olah KTT itu menguntungkan Indonesia. “Ini karena Indonesia memandang enteng," serunya.

Indonesia sangat yakin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) berbeda dengan Gerakan Papua Merdeka. Padahal menurut Amiruddin, kelompok-kelompok pembebasan Papua, baik yang berada di dalam maupun luar negeri, saling berhubungan. "Perjuangan Papua ini bukan gerakan yang dibangun kemarin sore," ucapnya. 

Deputi Bidang Politik Luar Negeri Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Agus Sriyono menjelaskan, pihaknya akan membicarakan hal tersebut dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Senin (29/6). Masalah ini merupakan kewenangan Kemenlu. 

"Kami belum tahu hasil persisnya (KTT MSG). Setelah hasil itu disampaikan, baru Kemenkopolhukam akan memberikan pandangannya soal masalah ini. Sejauh ini, kami belum terima laporannya seperti apa," tuturnya saat dihubungi SH. 

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Effendi Simbolon menyebutkan, bergabungnya Indonesia dalam MSG dapat memberikan keuntungan tersendiri. Pasalnya, Indonesia dapat menangkal kepentingan dari kelompok-kelompok kecil yang ingin memasukkan permasalahan tersebut dalam MSG.

“Itu kan satu langkah untuk maju dalam proses MSG. Memang ada lima provinsi di Indonesia yang ras melanesia. Tentu lebih baik dalam MSG, sekaligus lebih dini menangkal kelompok kecil yang memiliki kepentingan. Ini menarik isu itu,” ucap Efendi kepada SH, Minggu (28/6).

Menurutnya, organisasi yang mendukung kemerdekan Papua Barat tidak masuk menjadi anggota MSG. “Dia (Organisasi Papua Barat-red) tidak masuk. Justru kita yang bisa masuk dalam MSG. Dia memang berupaya masuk. Kita tahu Australia dan Malaysia mendorong dia untuk maju,” tuturnya.

Jangan Ganggu NKRI

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Elnino Husein Mohi menjelaskan, memang beberapa pekan lalu, menlu luar negeri (menlu) menjelaskan mengenai masuknya Indonesia ke MSG. Namun, ia tidak menjelaskan OPM menjadi pengamat dalam MSG. 

“Menurut saya, tidak ada masalah RI atau warga negara Indonesia (WNI) di organisasi dunia mana pun asalkan tidak mengganggu sedikit pun ideologi bangsa, yakni Pancasila, NKRI dari sabang sampai Marauke, dan Bhinneka Tunggal Ika, serta UUD 1945,” ucap Elino.

Ia menegaskan, jika masuknya suatu organisasi dari Indonesia dalam MSG yang menggores prinsi-prinsip negara Indonesia, negara mesti mengambil sikap dan tindakan tegas. “Pertama, terus mengampanyekan kebersamaan kita di mana pun, termasuk di Papua. Kedua, tindakan yang adil untuk kesejahteraan di Papua. Ketiga, pencegahan masuknya provokasi asing yang mendorong perlawanan terhadap RI. Keempat, tindakan tegas bagi yang masih ngotot merusak persatuan bangsa,” tuturnya.

Selain itu, ia berpandangan, menlu perlu berbicara dengan anggota MSG agar organisasi sejenis OPM tidak dikutkan dalam keanggotaan melanesia. Ini untuk menghormati kedaulatan RI. 

Senada dengan itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Mayjen (purn) Tubagus Hasanuddin menyamapaikan, masuknya Indonesia dalam MSG akan memberikan keuntungan positif bagi Indonesia. Hal tersebut karena Nusantara dapat memonitor langsung kepentingan dalam MSG. “Tak apa, justru bagus kita bisa monitor apa di dalamnya (MSG-red),” ujarnya.  

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Armanantha Nasir mengatakan, status keanggotaan Indonesia dinaikkan dari peninjau menjadi associate member atau anggota asosiasi. Hal ini mengingat ada 11 juta masyarakat melanesia di lima provinsi di Indonesia. 

Kepada SH melalui pesan singkat, Senin, ia juga menjelaskan, peningkatan status Indonesia di MSG merupakan upaya menjalin hubungan lebih erat dengan negara-negara di kawasan Pasifik.
Selain letak geografis yang berdekatan dengan Pasifik, Indonesia adalah rumah bagi 11 juta masyarakat Melanesia yang berada di lima provinsi, yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Melalui media rilis terkait melanesia, Wakil Menteri Wakil Luar Negeri, AM Fachrir menyebutkan, Indonesia akan berkomitmen terus mempromosikan kerja sama yang erat dan konkret dengan MSG. Ini untuk menggali potensi dan mengatasi tantangan bersama.
Indonesia dan negara MSG tengah menghadapi tantangan pembangunan yang sama, serta tantangan bencana yang harus dihadapai bersama karena rawan bencana alam dan perubahan iklim. 

Sumber : Sinar Harapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar