Merdeka.com - Hingga kini konflik bersenjata di Papua masih terjadi. Teranyar akhir tahun lalu, empat orang pelajar di Paniai tewas setelah ditembak orang tidak dikenal. Kasus itu mendapat banyak kecaman. Saat Presiden Joko Widodo datang ke Papua akhir tahun lalu, warga Papua berharap Jokowi menuntaskan kasus penembakan itu.
Mereka meminta Jokowi untuk menghentikan pembunuhan, penculikan dan teror di Bumi Cendrawasih. Di lain sisi, orang-orang Papua juga hidup dalam keterbatasan. Mereka harus berpindah-pindah karena didera ketakutan. Orang yang paling menderita dari konflik bersenjata ialah para ibu. Lantaran suami-suami mereka dituding terlibat Operasi Papua Merdeka, mau tak mau wanita-wanita ini harus menggantikan suaminya mencari nafkah untuk menghidupi anak-anak mereka.
"Karena orang Papua yang ditangkap istri-istri yang ngurus anak, mencari nafkah buat keluarga mereka," kata Budayawan Papua yang juga pendeta, Benny Giay saat berbincang dengan merdeka.com di Gedung Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat pekan kemarin.
Berikut penuturan Benny Giay kepada Arbi Sumandoyo dan Pramirvan Datu Aprillatu dari merdeka.com.
Menurut anda diskriminasi di Papua masih terjadi?
Papua ini kan dianggap bukan Indonesia. Indonesia kan dianggap sabang sampai Ambon, Pulau Buru sedikit. Sisanya hukum rimba yang berlaku hukum TNI Polri, hukum BIN yang berlaku. Kebijakan yang berlaku di Papua semua berdasarkan dari BIN, tapi itu yang saya dengar, tolong mas cek.
Apakah grasi hanya sekadar seremoni saja?
Itu kan sebelum dua minggu anak buah dari Istana sudah pergi ke sana untuk tekan-tekan (paksa) mereka bikin permohonan grasi. Mereka (Napi) tidak bapak, tidak bapak. Saya lihat ini perempuan sedang duduk lihat perempuan ini, (Sambil menunjukkan foto di telepon selular), saya tidak mau bilang tipu, tapi kau ambil keputusan ini berdasarkan informasi yang berimbang, kau tidak paksa mereka (tandatangan grasi).
Berdasarkan informasi mereka sudah keluar dari penjara dan akan dibawa ke kampungnya, tapi menurut saya yang tidak ada kejujuran itu, bahwa mereka diberi grasi, dibebaskan.
Padahal mereka dipaksa untuk meminta grasi?
Ada orang Istana yang bikin surat permohonan grasi dan mereka dipaksa untuk menandatangani orang-orang yang tidak tahu baca ini. Jadi menurut saya ini sebuah penyangkalan. Kalau soal keluar (penjara) itu hak mereka (napi) tapi kasih informasi yang benar. Jadi biar mereka lima napi itu tahu informasi yang benar, ini kamu dapat amnesti tapi ini yang dikasih grasi, sampai di luar mereka lima napi itu menyesal, ini kan tidak benar.
Kan ini jadi kepentingan Jokowi buat kepentingan luar (internasional), jadi dia bisa bicara saya sudah bebaskan orang di Papua. Pasti ada kepentingan. Dari kunjungan tanggal 9, tapi sudah dibebaskan. Dimana etikanya, itu ada aturan kemanusiaan, ada aturan yang baik dan tidak baik.
Jadi tak ada grasi yang diberikan kepada para tahanan terebut? Mereka dipaksa mengajukan grasi?
Mas saya ini ketemu mereka lima napi itu tiga hari sebelum Jokowi datang, Saya bilang kalau kalian keluar itu bagus, kalian bisa bertemu dan bergabung dengan keluarga mereka di rumah, itu kau punya hak, tapi kasih tahu yang sedang terjadi ini tak benar, karena ini dibuat kau mengajukan grasi.
Ini hanya pencitraan saja?
Ya benar. Soal pertanian di Merauke, saya tidak bilang, saya bicara atas nama asli orang Papua, saya rasa ini berkat, saya tidak sangkal itu. Saya merasa itu semua tidak berpihak pada Papua.
Harusnya yang dilakukan pemerintah seperti apa?
Ini kan kita sudah tiga kali ketemu sama tim transisi. Dari bulan Agustus, September, dan November. Ini sudah disampaikan tapi kan tak ada niat baik. Saya sudah ketemu dengan orang perempuan-perempuan Papua, karena mereka yang paling menderita.
Kenapa?
Karena orang Papua yang ditangkap istri-istri yang ngurus anak, mencari nafkah buat keluarga mereka. Makannya saya hari itu dampingi perempuan-perempuan untuk bertemu mereka.
Apa isi pertemuan dengan Tim Transisi?
Pertama bagaimana mereka menyembuhkan luka-luka dalam benak orang Papua, Kita salah telah perlakukan dengan sebegitunya. Tapi tak pernah ada. Ini sama dengan orang Belanda terhadap orang Jawa, Sumatera. Sama seperti Indonesia lakukan dengan Papua.
[mtf]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar