Sabtu, 30 Mei 2015

KNPB: SIKAP POLITIK DAN DUKUNGAN RAKYAT PAPUA BARAT



SIKAP POLITIK RAKYAT PAPUA BARAT

Masalah utama Bangsa Papua Barat adalah status politik wilayah Papua Barat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang belum final, karena proses memasukan wilayah Papua Barat dalam NKRI itu dilakukan dengan penuh pelanggaran terhadap standar-standar dan prinsip-prinsip hukum serta HAM internasional oleh Amerika Serikat, Belanda, Indonesia dan PBB sendiri demi kepentingan ekonomi politik mereka.

Dalam kasus Papua Barat, proses penyelesaian sengketa politik wilayah Papua Barat pada masa lalu hingga pada PEPERA 1969 itu tidak dilakukan sesuai prinsip-prinsip dan aturan-aturan hukum internasional5. Maka, Negara-negara anggotan PBB biasa mendesak Majelis Umum PBB di setiap pertemuannya agar meminta ICJ memberikan pendapat hukumnya atas status hokum Papua Barat.
Hukum Internasional tentang hak bangsa-bangsa yang terjajah untuk penentuan nasib mereka sendiri sudah diterangkan dengan setegas-tegasnya dalam Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama:“Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah.

Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepatcepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.

“Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiadak  memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”

Hal ini tidak pernah dijalankan oleh penjajah Belanda di negeri-negeri kita: Acheh-Sumatra tidak dikembalikan kepada bangsa Acheh, Republik Maluku Selatan tidak dikembalikan kepada bangsa Maluku Selatan, Papua tidak dikembalikan kepada bangsa Papua, Kalimantan tidak tidak dikembalikan kepada Bangsa Kalimantan, Pasundan tidak dikembalikan kepada Bangsa Sunda, dan lain-lain sebagainya; semua negeri ini tidak diserahkan kembali kepada bangsa-bangsa penduduk aslinya masing-masing – sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Hukum Internasional dan sebagaimana yang sudah dijalankan di tempat-tempat lain di seluruh dunia- tetapi telah diserahkan bulat-bulat ketangan neo-kolonialisme Jawa dengan bertopengkan nama pura-pura “Indonesia” untuk mencoba menutup-nutupi kolonialisme Jawa. 
Resolusi 2625 (XXV) Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, pada tanggal 24 Oktober, 1970, menguatkan lagi Keputusan-keputusan terdahulu mengenai hak merdeka dan hak penentuan nasib diri-sendiri untuk bangsa-bangsa yang terjajah.Mewajibkan segala negara untuk membantu mengakhiri semua penjajahan.Melarang semua negara anggota PBB memakai kekerasan untuk menghalangi bangsa-bangsa yang terjajah untuk mencapai kemerdekaan dan menentukan nasib diri mereka sendiri. 
Memberi hak kepada segala bangsa yang terjajah untuk melawan segala macam bentuk kekerasan yang dipergunakan untuk menghalang-halangi hak mereka untuk menentukan nasib diri-sendiri dan merdeka, serta hak mereka untuk mendapat bantuan dunia dalam perjuangan ini.

Wilayah Papua Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua Barat telah memiliki bendera nasional Bintang fajar memiliki lagu Kebangsaan Hai Tanahku Papua sebagai lagu kebangsaan dan nama negara Papua Barat.

Simbol-simbol kenegaraan disiapkan oleh Komite Nasional Papua (KNP) sekarang  yang kita kenal hari ini dengan nama Komite Nasional Papua Barat (KNPB), simbol negara ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda.

Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah.
Masa depan Bangsa Papua dikorbankan dengan tidak diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang mendasari Act of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah (state violence) dalam hal ini pemerintah Indonesia dan Belanda.  Rakyat Papua Barat tidak diberi kesempatan untuk memilih secara demokratis di dalam Pepera. Act of Free Choice disulap artinya oleh pemerintah Indonesia menjadi Pepera.  
Di sini terjadi manipulasi pengertian dari Act of Free Choice (Ketentuan Bebas Bersuara) menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Ortiz Sans sebagai utusan PBB yang mengamati jalannya Pepera melaporkan bahwa rakyat Papua Barat tidak diberikan kebebasan untuk memilih. Ketidakseriusan PBB untuk menerima laporan Ortiz Sans merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri. PBB justru melakukan pelecehan HAM melawan prinsip-prinsipnya sendiri. Ini merupakan motivasi di mana rakyat Papua Barat akan tetap berjuang menuntut pemerintah Indonesia, Belanda dan PBB agar kembali memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu. 
Sejak pencaplokan pada 1 Mei 1963, pemerintah Indonesia selalu berpropaganda bahwa yang pro kemerdekaan Papua Barat hanya segelintir orang yang sedang bergerilya di hutan. Tapi, Gerakan Juli 1998 membuktikan yang lain di mana dunia telah menyadari bahwa jika diadakan suatu referendum bebas dan adil maka rakyat Papua Barat akan memilih untuk merdeka di luar Indonesia. Rakyat Indonesia pun semakin menyadari hal ini. 
Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai bangsa yang terjajah sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran tersebut tetap menjadi kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat memiliki identitas tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Penyandaran diri setiap kali pada identitas pribadi yang adalah dasar perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman praktek-praktek kolonialisme Indonesia.
Dalam upaya mencapai  hak penentuan nasib sendiri, rakyat West Papua memberi kewenangan penuh kepada badan unifikasi yaitu United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk mewakili menjadi anggota penuh dalam Melanesian Spearhead Groups (MSG). Oleh sebab itu, kami menganggap upaya dari kelompok lain yang berupaya menjadi anggota MSG adalah illegal dan tidak mewakili rakyat West Papua.
Segala bentuk dan siasat kolonial Indonesia untuk menghalangi perjuangan pembebasan West Papua merupakan bagian dari memperkokoh pendudukan kolonial Indonesia dan sebagai wujud dari praktek neo kolonialisme yang sedang berlangsung diatas tanah Papua. Karena itu, kami mendesak Pemimpin-pemimpin Negara-negara Melanesia untuk tidak terjebak dalam rayuan Negara Indonesia yang sedang menindas bangsa Melanesia di West Papua.
Rakyat West Papua menolak setiap tawaran kebijakan pembangunan Indonesia di West Papua yang penuh dengan rekayasa. Bahwa tidak akan pernah ada keberhasilan pembangunan Indonesia di West Papua selama hak penentuan nasib sendiri belum terlaksana. Sebab, rakyat West Papua memiliki konsep ideologi pembangunan sendiri dalam perspektif West Papua-Melanesia. Oleh sebab itu  rakyat West Papua mendesak Pemerintahan Joko Widodo untuk menghentikan kebijakan kolonialisme dan kapitalisme di teritori West Papua.
Rakyat West Papua juga mendesak aparat kolonial Indonesia untuk menghentikan upaya kriminalisasi gerakan damai rakyat West Papua. Rakyat West Papua meminta ruang demokratis yang damai dan mendesak Pemerintah Indonesia untuk tidak menggunakan cara-cara militeristik dalam penyelesaian konflik politik teritori West Papua. Hentikan penangkapan, penyiksaan, pembunuhan terhadap rakyat dan aktivis damai, dan segera bertanggung jawab atas kasus-kasus pembunuhan rakyat sipil West Papua.
Oleh Karena itu kami komite Nasional Papua Barat atas nama rakyat Papua Barat menyatakan sikap politik sebagai berikut:
1) Rakyat Papua Barat sorong sampai merauke mendukung Penuh aplikasi ULPWP membawaH west Papua menju MSG
2) Rakyat Papua Barat mendesak Kepada Pemerintah Indonesia segera memberikan akses bagi wartawan asing secara bebas meliput di Papua Barat Tanpa dibatasi.
3)  Mendesak pemerintah Pusat pemerintah segera membuka Ruang demokrasi di Papua Barat, tanpa diskriminasi.
4)  Mendesak Kepada PBB segera mengirim pelopor khusus tentang Hak berpendapat dan berexpresi lembaga kemanusian Internasional  di Papua  Barat.
5)  Pemreintah Indonesia hetikan diplomasi kotor dan propaganda  politi terhadap dunia internasional , sebab hal itu hanya menutupi pelanggaran HAM di Papua Barat.
6)  Solidaritas Masyarakat Internasional  pimpinan negara-negara MSG tidak boleh  di tipu dengan  diplomasi NKRI, Ras melanesia di Papua Barat  menuju kepunahan.
Demikian stekmen politik Rakyat Papua Barat disampaikan oleh KNPB sebagai media Rakyat

Salam Revolusi “ kita Harus Mengahiri”

Port Numbay, 28 Mei 2015



Badan Pengurus Pusat
Komite Nasional Papua Barat (BPP-KNPB)


Victor  F. Yeimo    Ones Suhuniap
     Ketua Umum       Sekertaris Umum

Tembusan  :
1.       PNWP
2.       ULMWP
3.       Sekretariat IPWP
4.       Sekretariat ILWP
5.       Sekretariat MSG
6.       Kantor OPM di London Inggris
7.       Kantor OPM di Belanda
8.       Sekretariat FWC

9.       Arsip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar