Pendeta Benny Giay (kiri) dan Pendeta Dorman Wandikbo (kanan) - Jubi/Victor Mambor |
Jayapura, Jubi – Dua
pimpinan gereja di Papua mempertanyakan sikap TNI/Polri terhadap oknum-oknum
anggota dua insitusi keamanan negara ini yang terlibat jual beli senjata.
“Saya tahu di mana OPM
(Organisasi Papua Merdeka) berada, dukungan persenjataannya pun saya tahu.
Kalau saya mau, sekali tumpas selesai,” ucap Mayjen TNI Christian Zebua,
Pangdam XVII Cendwasih, 19 September 2014.(Baca Ketika Jenderal TNI Mengaku
Tahu Pemasok Senjata OPM)
Sebelumnya, tanggal 8
Agustus 2014, pihak yang mengklaim diri panglima Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Kodap VII, Erin Enden Wanimo menyatakan, memanasnya situasi di Lanny Jaya,
Papua saat itu lantaran gagalnya transaksi amunisi pihaknya dengan oknum aparat
kepolisian di wilayah itu.
“Kondisi Lanny Jaya sehingga seperti sekarang ini berawal dari perjanjian jual beli amunisi dengan seorang anggota polisi namanya Rahman. Dia mau jual 1.000 amunisi ke kami. Kami lalu janjian untuk ketemu di suatu tempat,” kata orang yang mengklaim diri Erin Ende Wanimbo kepada Jubi melalui telpon seluler. (Baca Kata OPM, Lanny Jaya Memanas Akibat Transasksi Amunisi)
“Kondisi Lanny Jaya sehingga seperti sekarang ini berawal dari perjanjian jual beli amunisi dengan seorang anggota polisi namanya Rahman. Dia mau jual 1.000 amunisi ke kami. Kami lalu janjian untuk ketemu di suatu tempat,” kata orang yang mengklaim diri Erin Ende Wanimbo kepada Jubi melalui telpon seluler. (Baca Kata OPM, Lanny Jaya Memanas Akibat Transasksi Amunisi)
Tak lama kemudian,
Gubernur Papua, Luka Enembe pun angkat bicara. Gubernur Papua ini mengatakan,
selama amunisi masih terus diperjualbelikan (beredar) secara bebas di beberapa
wilayah pegunungan tengah Papua, maka wilayah Papua tak akan aman.
“Saya mau katakan siapa yang mensuplai amunisi? Tapi itu jelas bukan institusi,
tapi person. Yang jelas, saya sudah laporkan masalah ini ke presiden dan
Panglima TNI Moeldoko,” kata Enembe kepada wartawan, di Jayapura, 30 Oktober
tahun lalu. (Baca Lukas Enembe: Soal Jual Amunisi, Saya Sudah Lapor
Presiden)
Dua hari sebelum
pernyataan Gubernur Enembe, Kepala Kepolisian (Kapolda) Papua Inspektur
Jenderal (Pol) Yotje Mende mencopot Kapolsek Nguda, Papua paska penangkapan
transaksi oknum polisi, Briptu TJ yang bertugas di Polsek Nduga dengan kelompok
bersenjata di Wamena, Jayawijaya, Minggu, 26 Oktober. (Baca Oknum Polisi Jual Amunisi,
Kapolsek Nduga Dicopot)
Awal bulan Februari
2015, Pomdam XVII Cenderawasih sudah menetapkan Serma S’dan Sertu M sebagai
tersangka kasus jual beli amunisi ke kelompok bersenjata. Pangdam XVII
Cenderawasih Mayjen TNI Fransen Siahaan di Jayapura, kemudian mengakui kedua
anggota Ajendam XVII itu selain sudah ditetapkan sebagai tersangka saat ini
juga lagi diproses pemberhentian tidak dengan hormat. Selain dua anggota TNI
ini, tiga anggota lainnya juga diproses untuk kasus yang sama. (Baca Serma S dan Sertu MM
Tersangka Jual Beli Amunisi). Namun Sertu M, yang kemudian diketahui
sebagai Sertu Murib dibebaskan dari tuduhan terlibat jual beli amunisi ini
karena tidak terbukti. (Baca Pangdam : Sertu Murib
Dibebaskan Tidak Terbukti Jual Amunisi)
Kasus jual beli
senjata dan amunisi ini dipertanyakan oleh dua pimpinan gereja di Papua, Benny
Giay (Ketua Sinode Gereja Kemah Injili/Kingmi) dan Dorman Wandikbo (Presiden
Sinode Gereja Injili di Indonesia/GIDI) dalam Diskusi Publik di Gedung Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Jumat (22/5/2015).
“TNI bersembunyi di
belakang itu (separatisme). Separatisme ini mesti dianalisa datang dari mana
dan siapa yang melahirkan ini. Antara bulan Agustus sampai November tahun lalu
hampir setiap minggu TNI/Polri menjual senjata dan amunisi ke Organisasi Papua
Merdeka (OPM). Ini saya anggap sebagai upaya TNI/Polri untuk memelihara konflik
di Papua,” kata Benny Giay.
Ia yakin, ada upaya
dari pihak tertentu yang ingin memelihara separatisme tetap eksis dan bertambah
kencang karena sudah terbukti TNI/Polri bisa jual senjata dan amunisi.
“Kalau yang beli
senjata disebut separatis, yang jual senjata yaitu anggota TNI-POLRI disebut
apa?” tanya Pendeta yang juga antropolog ini.
Hal yang sama dikatakan Presiden Sinode GIDI. Pendeta Dorman Wandikbo dengan
tegas mengatakan TNI/POLRI bertanggung jawab atas penjualan senjata di Papua.
“Jangan semua mengambinghitamkan separatisme,” kata Pendeta Wandikbo.
Lanjut Wandikbo,
anggota TNI/Polri seringkali bermain dengan kelompok yang disebut-sebut
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) oleh Polisi namun mengaku sebagai anggota
OPM.
“Setelah sering transaksi senjata, mereka (TNI/Polri) mengawasi, mereka
(TNI/Polri) tangkap, mereka (KKB) masuk penjara, lalu mereka (TNI/Polri) naik
pangkat. Kemudian OPM dijadikan objek, kambing hitam,” ujar Wandikbo.
Secara terpisah,
menanggapi pernyataan kedua pimpinan gereja di Papua ini, Kapuspen TNI Mayjen
TNI Fuad Basya menyatakan TNI tidak pernah melakukan penjualan senjata atau pun
amunisi di Papua. “Sebagai institusi tidak,” katanya, dikutip CNN Indonesia,
Jumat (22/5) malam.
Fuad menambahkan
penjualan senjata atau amunisi itu kemungkinan dilakukan oleh oknum-oknum
tertentu. Adanya jual beli senjata atau amunisi di Papua karena adanya
permintaan. “Ada yang perlu senjata atau amunisi, lalu ada yang perlu uang,”
tuturnya.
Fuad menegaskan, jika
oknum-oknum yang menjual senjata atau amunisi itu ternyata dari TNI, maka akan
diberi hukuman yang tegas. “Sudah pasti akan dipecat. Kalau undang-undangnya
oknum TNI yang menjual senjata atau amunisi itu boleh dihukum mati, pasti kami
hukum mati,” tegasnya. (Victor Mambor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar