Eksekusi Mati Gembong Narkoba, Uji Nyali RI Melawan Tekanan Dunia - Suara Wiyaimana Papua
Headlines News :

.

.
Home » , , » Eksekusi Mati Gembong Narkoba, Uji Nyali RI Melawan Tekanan Dunia

Eksekusi Mati Gembong Narkoba, Uji Nyali RI Melawan Tekanan Dunia

Written By Suara Wiyaimana Papua on Rabu, 29 April 2015 | Rabu, April 29, 2015

Para Eksekusi
Eksekusi Mati Gembong Narkoba, Uji Nyali RI Melawan Tekanan Dunia Pemerintah Indonesia bakal menunjukkan nyalinya untuk melawan tekanan dunia dengan nekat mengeksekusi para terpidana mati kasus narkoba yang mungkin dilakukan Selasa 28 April 2015 tengah malam. Jika eksekusi hari ini terlaksana, maka ini adalah eksekusi tahap dua terhadap orang-orang yang dituduh sebagai gembong narkoba. Jauh hari hingga jam-jam terakhir menjelang eksekusi, suara-suara tekanan dari pemimpin dunia terhadap Indonesia telah bermunculan. Selain para pemimpin negara asal terpidana mati yang dieksekusi regu tembak Indonesia, Sekjen PBB hingga pemimpin Uni Eropa pun ikut bersuara menekan Indonesia agar menghentikan eksekusi mati.

Tapi, Pemerintah Indonesia telah menunjukkan nyalinya pada dunia. Semalam, Pemerintah Australia secara resmi menerima pemberitahun dari Pemerintah Indonesia, bahwa eksekusi terhadap para terpidana mati akan dilakukan Selasa tengah malam. Baik Presiden Joko Widodo maupun Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menegaskan kepada para pemimpin dunia bahwa, eksekusi mati merupakan murni penegakan hukum yang tidak menyalahi hukum internasional. Eksekusi, mereka tegaskan sebagai salah satu kebijakan “perangterhadap kejahatan narkoba”.

Tekanan Sekjen PBB

Pemerintah Indonesia bakal menunjukkan nyalinya untuk melawan tekanan dunia dengan nekat mengeksekusi para terpidana mati kasus narkoba yang mungkin dilakukan Selasa (28/4/2015) tengah malam. Jika eksekusi hari ini terlaksana, maka ini adalah eksekusi tahap dua terhadap orang-orang yang dituduh sebagai gembong narkoba. Jauh hari hingga jam-jam terakhir menjelang eksekusi, suara-suara tekanan dari pemimpin dunia terhadap Indonesia telah bermunculan. Selain para pemimpin negara asal terpidana mati yang dieksekusi regu tembak Indonesia, Sekjen PBB hingga pemimpin Uni Eropa pun ikut bersuara menekan Indonesia agar menghentikan eksekusi mati. 

Tapi, Pemerintah Indonesia telah menunjukkan nyalinya pada dunia. Semalam, Pemerintah Australia secara resmi menerima pemberitahun dari Pemerintah Indonesia, bahwa eksekusi terhadap para terpidana mati akan dilakukan Selasa tengah malam. Baik Presiden Joko Widodo maupun Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menegaskan kepada para pemimpin dunia bahwa, eksekusi mati merupakan murni penegakan hukum yang tidak menyalahi hukum internasional. Eksekusi, mereka tegaskan sebagai salah satu kebijakan “perangterhadap kejahatan narkoba”.

Tekanan Australia

Australia mejadi negara yang paling kerap berkomentar bernada tekanan pada Indonesia agar tidak mengeksekusi dua warganya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Beberapa waktu lalu, Pemerintah Australia telah mengancam untuk menyerukan warganya memboikot pariwisata Indonesia, terutama Bali untuk menentang eksekusi. Selain itu, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott juga pernah mengusik bantuan tsunami dengan harapan Indonesia membalas budi dengan cara tidak mengeksekusi duo Bali Nine. Tapi, komentar Abbott itu menjadi blunder dan memicu kemarahan warga Indonesia. 

Sedangkan hari ini, Australia mengisyaratkan untuk menarik Duta Besar (Dubes)-nya dari Jakarta jika eksekusi terhadap duo Bali Nine dilaksanakan hari ini. Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop dan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, telah mempertimbangkan semua pilihan, termasuk menarik Dubes Australia untuk Indonesia, Paul Grigson. Menurut mereka kebijakan itu sebagai tanda kemarahan Pemerintah Australia atas keputusan eksekusi yang mungkin akan dilakukan aparat Indonesia malam ini. “Sangat kecewa,” ucap Bishop mengomentari keputusan Pemerintah Indonesia, seperti dikutip Sydney Morning Herald, Selasa (28/4/2015). Yang membuatnya marah, karena Indonesia mengabaikan permintaan Pemerintah Australia untuk tidak mengumumkan eksekusi duo Bali Nine pada Anzac Day. “Sangat kecewa bahwa itu berjalan dengan cara ini,” lanjut Bishop.

Tekanan Prancis

Prancis pada Sabtu pekan lalu ikut menekan Indonesia agar menghentikan eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkoba.  Presiden Prancis, Francois Hollande, menyampaikan peringatan keras kepada Indonesia jika warganya, Serge Atlaoui, yang jadi terpidana kasus narkoba ikut dieksekusi. Hollande menyatakan akan ada konsekuensi jika eksekusi benar-benar dilakukan Indonesia.

“Jika dia dijalankan (dieksekusi), akan ada konsekuensi dengan Perancis dan Eropa, karena kita tidak dapat menerima jenis eksekusi,” kata Hollande. ”Paling tidak, kita akan menarik duta besar kami dari Jakarta,” lanjut Presiden Hollande. Tak hanya itu, Hollande juga menyatakan tidak mengunjungi Indonesia untuk beberapa waktu, jika eksekusi itu dilakukan. Hollande bahkan mengisyaratkan akan menangguhkan kerja sama Prancis dan Indonesia seperti yang pernah dia bahas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama KTT G20 November lalu. ”Kami akan mengambil tindakan bersama dengan negara-negara yang bersangkutan, Australia dan Brasil untuk memastikan bahwa tidak ada eksekusi,” lanjut Hollande, yang  menambahkan bahwa ia akan bertemu Perdana Menteri Australia, Tony Abbott.

”Kami memahami bahwa Indonesia ingin memerangi perdagangan narkoba, tapi dalam kasus ini, Serge Atlaoui bekerja di laboratorium dan dia tidak membayangkan bahwa ia bisa membuat produk ini (narkoba),” imbuh Hollande.

Tekanan Brasil

Sejak Januari 2015 lalu, Pemerintah Brasil telah bersuara keras terhadap Indonesia yang akan mengeksekusi dua terpidana kasus narkoba asal Brasil, Marco dan Rodrigo Gularte. Pemerintah Brasil menyatakan hubungan dengan Indonesia terancam memanas jika eksekusi terhadap dua warganya nekat dilakukan Indonesia. Pihak kantor Presiden Brasil di Brasilia dalam sebuah pernyataan pernah mengungkapkan kekesalannya, setelah Indonesia menolak permohonan Presiden Brazil Dilma Rousseff agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengampuni Marco dan Rodrigo Gularte. Marco telah dieksekusi regu tembak Indonesia pada eksekusi tahap pertama 17 Januari 2015 lalu. Kedua warga Brasil itu merupakan terpidana mati kasus kejahatan narkoba. Menurut media Brazil, Folha de Sao Paulo, mereka akan menjadi warga Brazil pertama yang akan dieksekusi di luar negeri. Kantor Presiden Rousseff mengatakan, Presiden Jokowi  sudah menegaskan kepada Rousseff, bahwa keputusan hukum di Indonesia tidak bisa dibolak-balikkan. 

”Keputusan (Jokowi) akan menghasilkan keributan di Brasil dan memiliki dampak negatif bagi hubungan bilateral,” bunyi pernyataan Presiden Rousseff, kala itu. Kemarahan Presiden Brasil pada Indonesia dibuktikan dengan ditolaknya Toto Riyanto sebagai Duta Besar Indonesia di Brasil. Penolakan mandat atau penyerahan credentials Dubes baru Indonesia itu terjadi setelah Brasil memprotes keras eksekusi mati terhadap Marco. Tindakan Presiden Rousseff itu memicu kemarahan Pemerintah Indonesia. Para politikus Indonesia menyebut tindakan Presiden Brasil sebagai “pelecehan diplomatik”.

”Apa yang kami lakukan adalah, kami menunda menerima surat kepercayaan, itu saja. Ini penting bagi kita bahwa situasi saat ini kita memiliki gambaran yang lebih jelas tentang di mana Brasil dan Indonesia berdiri dalam hubungan mereka,” kata Presiden Rousseff kala itu.

Protes Uni Eropa 

Uni Eropa ikut-ikutan menentang kebijakan Indonesia soal eksekusi mati yang akan dilakukan terhadap para terpidana kasus narkoba. Secara khhusus, Uni Eropa membela nasib warga Prancis, Serge Atlaoui yang semula masuk daftar eksekusi, meski akhirnya dicoret karena mengajukan banding. Uni Eropa berdalih, eksekusi bukan jawaban untuk masalah kejahatan perdagangan narkoba. ”Uni Eropa benar-benar menentang hukuman mati. Hal ini tidak bisa menjadi jawaban untuk perdagangan narkoba,” kata Presiden Uni Eropa, Donald Tusk. Meski menentang eksekusi di Indonesia, Uni Eropa tidak menjelaskan lebih lanjut konsekuensi yang akan diterima Indonesia jika tetap menjalankan keputusan hukumnya.

Para terpidana yang bakal Didor

Dalam eksekusi mati tahap dua yang mungkin dilakukan mala mini, duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran menjadi sosok yang paling disorot media. Tapi, secara lengkap berikut daftar gembong narkoba asing dan lokal yang di ambang eksekusi.

1. Andrew Chan Dia adalah warga Australia, anggota sindikat narkoba “Bali Nine”. Dia dituduh menyelundupkan lebih dari 8 Kg heroin dan ditangkap di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, tahun 2005. Dia divonis mati tahun 2006 dan bulan lalu grasi yang dia ajukan ditolak Presiden Joko Widodo.

2. Myuran Sukumaran Dia adalah warga Australia, yang juga anggota sindikat narkoba “Bali Nine”. Nasibnya tidak jauh beda dengan Andrew Chan, di mana grasi yang dia ajukan juga ditolak Presiden Indonesia. Myuran dan Andrew sudah dipindahkan ke luar Bali, dan kemungkinan segera dieksekusi.

3. Martin Anderson Dia adalah warga Ghana yang memiliki nama alias Belo. Dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Jakarta Selatan pada bulan Juni 2004, setelah dinyatakan bersalah karena memiliki 50g heroin di Jakarta pada November 2003.

4. Raheem Agbaje Salami Dia adalah warga Nigeria. Awalnya, dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan  Surabaya pada bulan April 1999 karena menyelundupkan heroin ke 5,3 kg melalui bandara di Jawa Timur pada bulan September 1998. Pada bulan Mei 2006, ia dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Agung.

5. Rodrigo Gularte Dia adalah warga Brazil. Dia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada Februari 2005 karena menyelundupkan kokain ke Jakarta sebanyak  6 Kg. Menurut pengacaranya, ia menderita skizofrenia paranoid dan belum mampu untuk mendiskusikan kasusnya dengan penasihat hukumnya.

6. Mary Jane Fiesta Veloso Dia adalah warga Filipina. Daia dihukum mati pada bulan Oktober 2010 karena berusaha menyelundupkan heroin ke Indonesia sebanyak 2,6 Kg dari Malaysia pada bulan April 2010. Veloso, yang berasal dari keluarga miskin di pedesaan di Filipina, dilaporkan bertindak sebagai kurir untuk sebuah sindikat narkoba internasional ketika ia ditangkap setibanya di Yogyakarta dari Malaysia melalui pesawat AirAsia.

7. Serge Areski Atlaoui Dia adalah warga Prancis. Ayah dari empat anak ini ditangkap di Tangerang pada tahun 2005 di sebuah laboratorium rahasia atau pabrik yang memproduksi ekstasi. Dia selalu membantah tuduhan itu dengan berdalih bahwa dia hanya memasang mesin untuk pabrik akrilik. Namun, Serge telah dicoret dari daftar eksekusi tahap dua, setelah di menit-menit akhir dia mengajukan banding.

8. Sylvester Obiekwe Dia adalah warga Nigeria dengan nama alias Mustopa. Dia pertama kali ditangkap pada tahun 2003 karena menyelundupkan 1,2 Kg heroin ke Indonesia. Sejak saat itu dia dianggap sebagai terpidana yang jadi prioritas untuk dieksekusi mati.


9. Zainal Abidin Dia adalah warga Indonesia. Awalnya, dia dihukum 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Palembang pada bulan September 2001 karena menyelundupkan 58,7 Kg ganja. Ia kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Palembang pada bulan Desember 2001.(Sindonews)
Share this article :

0 komentar:

.

.

Pray For West Papua

Pray For West Papua

MELANESIANS IN WEST PAPUA

MELANESIANS IN WEST PAPUA

BIARKAN SENDIRI BERKIBAR

BIARKAN SENDIRI BERKIBAR

GOOGLE FOLLOWER

Traslate By Your Language

WEST PAPUA FREEDOM FIGHTER

WEST PAPUA

WEST PAPUA

VISITORS

Flag Counter
 
Support : WEST PAPUA | WEDAUMA | SUARA WIYAIMANA
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. Suara Wiyaimana Papua - All Rights Reserved
Template Design by WIYAIPAI Published by SUARA WIYAIMANA