Mama-mama pedagang asli Papua berjualan sayur mayur (Foto: Ist) |
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com --- Pedagang asli Papua di seluruh
tanah Papua, pada awal Maret 2015 mendatang akan menggelar aksi demo damai
nasional, menuntut keberpihakan Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Papua, bagi mama-mama pedagang asli Papua yang sering
berjualan.
“Kami sudah melakukan koordinasi dengan mama-mama pedagang
asli Papua di seluruh tanah Papua, pada awal Maret 2015 kami akan gelar demo
besar-besaran,” ujar Sekertaris Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap),
Robert Jitmau, kepada suarapapua.com, Kamis (19/02/2015) siang.
Menurut Jitmau, demo tersebut digelar dengan tujuan
menuntut Pemda dan Pemprov Papua, juga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di
setiap Kabupaten/Kota di tanah Papua membuat regulasi atau kebijakan yang
memberikan perlindungan terhadap pedagang asli Papua.
“Untuk di Jayapura, kami akan tuntut DPRP dan Pemprov
lahirkan satu Perdasus yang mengatur tempat belanja berskala besar seperti
Mall, Supermarket, Agro, dan ruko-ruko agar tidak menjual bahan-bahan makanan
yang di pasarkan oleh mama-mama Papua di Pasar,” ujar Jitmau.
Menurut Jitmau, selama ini mama-mama pedagang asli Papua
mengeluh karena sayur-mayur yang dijual oleh mama-mama, kembali di jual lagi di
toko-toko berskala besar dengan harga yang sangat murah.
“Selama ini semua pembeli lari ke Supermarket, Agro, Mall,
dan Gelael untuk beli sayur disana, jela mama-mama bangkrut, makanya kami butuh
perhatian pemerintah, agar ada proteksi terhadap hal ini," tegasnya.
Dikatakan, arus transmigrasi yang sangat tinggi di Papua
menuntut orang non-Papua untuk kembali menjual bahan makanan yang sebenarnya
sudah lama di dagangkan oleh komunitas lokal, sehingga banyak pedagang asli
Papua yang terpinggirkan.
“Kalau kita lihat di Jayapura saja ada fenomena gerobak
dorong, motor, dan sepeda-sepeda yang datang tawarkan sayur-mayur ke
rumah-rumah, ini membuat kami yang berjualan di pasar tidak mendapatkan
apa-apa, karena itu kami butuh ketegasan pemerintah dengan sebuah regulasi,”
terangnya.
Jitmau mengatakan, seharusnya Pemprov mempunyai regulasi
yang mengatur keberpihak terhadap pedagang asli Papua, dengan cara melarang
penduduk non-Papua berjualan tas noken, sagu, pinang, buah merah, daun gatal,
dan barang-barang tradisional lainnya, karena barang-barang tersebut selama ini
menjadi sumber pendapatan bagi mama-mama Papua.
“Kalau ada yang bilang ini diskriminasi, saya kira tidak
juga, karena di Malaysia saja pernah ada aturan yang mengatur proteksi terhadap
orang Melayu Malaysia dari kedatangan penduduk China, dan saat itu penduduk
Melayu bisa bersaing dengan penduduk China karena pemerintah yang mengatur.”
“Contoh lainnya di Bali, produk-produk lokal disana hanya
di dagangkan oleh orang Bali, pemerintah bahkan mengatur regulasi yang ketat
soal itu, sehingga penduduk asli tidak kalah bersaing dengan non-Papua, kenapa
Papua tidak bisa,” ujar Jitmau.
Menurut Jitmau, proteksi terhadap pedagang lokal Papua
harus segera dilakukan karena Peraturan Pemerintah No. 117 tahun 2004 tentang
Pedangan tradisional dan pedagang modern, telah mewajibkan hal itu.
“Coba lihat di Jawa sana, Ruko dan Mall tidak boleh jual
apa yng di jual masyarakat kecil, contohnya ada di Solo, Klaten, termasuk Bali.
Kenapa pemerintah provinsi Papua tidak bisa bersikap, apalagi kita ada di era
kekhususan? tanya Jitmau.
“Kalau alasan nasionalisme, dan ijinkan teman-teman
non-Papua dagangkan semua yang dijual mama-mama pedagang Papua, maka tentu
orang Papua akan semakin terpinggirkan, makanya jangan heran kalau ada orang
Papua yang terus melawan,” ujarnya.
Rojit mencontohkan, beberapa waktu lalu mama-mama pedagang
asli Papua di Merauke yang melakukan demo ke DPRD setempat karena marah dengan
penduduk non-Papua yang menjual semua komoiti lokal.
“Mama di Merauke sudah berani berteriak, pada awal Maret
kami di Jayapura akan turun demo ke kantor DPRP, sedangkan mama-mama lain di
daerah bisa demo ke kantor DPRD, kami akan tuntut keberpihakan pemerintah
kepada kami,” ujar Jitmau.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber: Suara Papua
0 komentar:
Posting Komentar